13. Na Jaemin - Everything

51 13 0
                                    

Mataku terbuka ketika kurasakan sentuhan kecil di pipiku. Langsung kudapati bahwa telunjuk yang menyentuh wajahku adalah milik Go Areum.

Dalam ruangan temaram yang berpencahayaan hanya dari lampu tidur, kami saling menatap beberapa detik. Lalu tiba-tiba, dia seperti tersentak kaget, langsung menjauhkan tangannya dariku.

"Oh?! Maaf aku malah menyentuhmu tanpa izin. Aku sungguh tidak berniat buruk padamu," jelas perempuan itu.

"Hmm..." jawabku, masih lemah dan mengantuk.

Sebelum tidur tadi, kepalaku terasa berat. Sekarang aku merasa lebih baik. Sesak tentu saja tak terhindarkan kedatangannya tiap kali kuingat pengkhianatan yang menimpaku beberapa jam yang lalu.

Cinta. Sahabat. Aku sudah kehilangan keduanya sekaligus.

Aku sekarang sendirian. Tak ada lagi kekasih, tak pula ada sahabat. Sekarang, apa yang harus kulakukan? Rasanya, mati saja lebih baik.

"Kenapa menangis?" tanya Areum lirih, menatapku lembut, dengan posisinya yang masih berbaring miring berhadapan denganku. "Masih teringat yang tadi?"

Aku terdiam sejenak, lalu mengangguk kecil. Kuusap kecil ujung mataku yang sempat basah.

"Tidak apa-apa. Jika kau ingin mengeluarkan beban di hatimu lewat air mata, maka keluarkanlah, agar kau merasa lebih baik. Tidak usah malu padaku. Aku di sini untuk menemanimu, bukan untuk mencemoohmu."

"A..aku. Tidak tahu," ujarku. "Kukira, aku baru saja kena karma."

Lalu aku menceritakan kisahku padanya.

Tentang kekasihku yang selingkuh dengan sahabatku, yang merupakan karmaku karena aku telah membohongi mereka di masa lalu demi keegoisanku sendiri sehingga mereka tidak bisa bersama. Tentang bagaimana kupergoki mereka berciuman, sehingga aku begitu kacau sampai kalap meninju dan mencekik sahabatku sendiri, dan malah kena karma lagi dengan mengalami kecelakaan tunggal di jalan raya.

"Apa aku pantas mendapatkan pengkhianatan ini?"

Dia memandangku iba. "Aku mengerti perasaanmu. Pasti kau merasa sedih sekali."

"Menyakitkan, sampai kupikir mati adalah pilihan yang lebih baik."

"Tidak. Jangan. Jangan berpikir begitu! Aku memahamimu, karena aku pun pernah mengalami hal yang hampir mirip denganmu. Aku juga sempat berpikir ingin mati saja, tapi ternyata itu bukanlah opsi terbaik."

Lalu dia menceritakan kisah pahitnya padaku. Tentang dia yang ditinggalkan tunangannya pada H-3 pernikahan karena tunangannya lebih memilih bersama selingkuhannya, karena sang selingkuhan tengah hamil anak tunangannya itu. Tentang dia yang sangat terpuruk sampai berkali-kali melukai diri sendiri. Tentang dia yang hampir bunuh diri dengan melompat dari jembatan Gwangan Busan, yang untungnya berhasil digagalkan kedua orang tuanya.

"Kedua orang tuaku lah yang membuatku yakin bahwa aku ingin terus hidup. Aku masih memiliki mereka yang sangat menyayangiku, dan itu cukup menjadi alasan untukku bertahan dan terus bernapas. Kau pun sama. Kau pasti punya seseorang yang sangat menyayangimu dan akan sangat sedih jika kau pergi."

"Aku ... juga punya Ayah dan Ibu. Juga keluarga besarku. Namun, selain keluarga, aku tidak punya siapa-siapa lagi yang tulus peduli padaku."

"Aku tulus peduli padamu."

Aku terdiam sejenak. "Kau peduli padaku?"

"Tentu saja. Aku benar-benar peduli."

Senyum tipisku terulas ketika kurasakan setitik kehangatan muncul di hatiku yang penuh luka. "Kau orang baik."

IRREPLACEABLE || (NJM) ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang