17. Na Jaemin - Live Our Dream (END)

74 12 0
                                    

Aku sudah mencoba menghampiri ruko Go Areum, tapi dia tidak ada di sana.

Karena hari ini hari Minggu, kupikir ia pergi ke Panti Asuhan Rainbow. Namun, setelah aku sampai di sana pun, masih saja tak kutemukan perempuan itu.

Hanya sebuah informasi saja yang berhasil kudapat dari Bunda Steph.

Beliau bilang, kemarin Go Areum memang sempat mengunjungi panti untuk izin pulang ke Busan. Untuk jangka waktu yang tak pasti, Areum akan terus di Busan dan menetap di rumah orang tuanya, karena itu dia izin ke Bunda Steph jikalau ia tidak mengunjungi panti untuk sementara.

Atas dasar informasi itu, aku langsung melajukan mobilku menuju Busan, tak peduli jika akan memakan waktu empat jam perjalanan. Kapan lagi aku akan bertemu dengannya jika tidak akhir pekan seperti ini? Besok aku harus berangkat kerja seperti biasa sampai hari Jumat. Jadi, waktu yang tepat untuk menyusulnya ke Busan memanglah hari ini andaikata tidak mau menunggu sampai enam hari lagi.

Aku ingat Areum pernah memberitahuku bahwa dia tinggal di distrik Dongnae. Ibunya punya butik cukup besar di sana, dan ayahnya adalah seorang dokter bedah di sebuah rumah sakit terbaik di Busan. Semoga saja tak sulit untukku menemukan rumah keluarganya.

Akhirnya kutemukan kediaman keluarga Areum setelah bertanya pada warga sekitar. Empat jam perjalanan ternyata tidak sia-sia, walaupun harus sempat menerjang hujan lebat saat mobilku hampir sampai di tempat tujuan.

Aku meminta izin untuk bertamu pada seorang satpam rumah Areum. Kemudian, dia berkomunikasi singkat dengan sang empunya rumah melalui interkom. Namaku pun sempat ditanyainya.

Setelah diizinkan masuk oleh satpam rumah, aku melajukan mobilku lagi menuju pelataran yang ternyata cukup luas. Pakaianku sempat basah akibat kena hujan saat berjalan dari pelataran menuju teras rumah besar ini.

Sebelum aku menekan bel, pintu di depanku sudah terbuka lebih dulu. Seorang wanita paruh baya menyambutku dengan senyuman ramah.

"Namamu Na Jaemin?"

Kucoba ulas senyuman sesopan mungkin. "Iya, Bibi." Aku membungkuk sopan pada beliau.

"Teman Areum?"

Aku agak tersinggung mendengar tebakan wanita yang kuterka ibunda Areum itu. Namun, aku mencoba memakluminya.

"Kekasihnya, Bibi."

Tak kusangka beliau nampak terkejut. "Eh?! Kekasih?! Kenapa Areum tidak pernah bercerita kalau dia punya kekasih?"

Mataku agak melebar karena terkejut. Aku tidak menyangka Areum tak pernah cerita apapun tentangku pada orang tuanya, padahal aku selalu sesumbar tentangnya pada ibuku.

"Sudah berapa lama menjalin hubungan?"

"Sekitar tujuh bulan."

"Wah! Cukup lama, ya? Mari masuk dulu! Di luar dingin."

Aku dipersilahkan memasuki ruang tamu dan duduk di sofa. Ibunda Areum meninggalkanku di tempat setelah berkata akan memanggilkan perempuan yang kucari yang sekarang sedang berada di kamar.

Tak lama kemudian, seorang pria paruh baya datang. Kuterka beliau adalah ayahanda dari Areum.

"Kau kekasih Areum?" tanya beliau dengan nada agak sinis.

Aku mencoba tersenyum walau kikuk. "Iya, Paman."

"Sungguh?" Nada beliau terdengar lebih sinis, membuat nyaliku jadi agak menciut.

"Sungguh, Paman."

Beliau mengembuskan napas berat, lalu menyandarkan punggung di sofa. Satu kakinya pun terangkat untuk ditumpu ke kaki lainnya. Ditatapnya aku dengan pandangan intimidatif.

IRREPLACEABLE || (NJM) ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang