⌧ 𝟎 𝟓 . 𝟎 𝟎

260 36 6
                                    

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

▬ ▬

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


▬ ▬

Semesta, apakah engkau melihatnya?

Kala mereka sibuk bertukar canda dibawah naungan bentala, ukiran juwita yang terpampang jelas di masing-masing paras, juga kehangatan dari setiap tutur kata yang disampaikan; betapa akrabnya tiga insan belia yang tengah dibutakan harapan.

Hideko Fuyumi, Iwaizumi Hajime, dan Oikawa Tooru; mereka lahir dengan asma penuh makna dikala umat bawahan sibuk menaungkan jutaan unjuk rasa. Begitu netra mereka terbuka, dan menyambut kerlipan digantara, sejumput hasrat tak henti menyinarkan setiap eksistensi dari tiga jiwa yang selalu didamba masyarakat.

Dan semesta melihatnya.

"Jadi ... kita ini kembar?" sang pemuda keturunan Iwaizumi melayangkan persoalan, sembari melirik kiri juga kanan, dalam artian waspada terhadap para pengawas yang melarang kalangan rendah untuk bebas berkeliaran.

Surai pirang itu digaruk pelan, alisnya jua ditautkan, sedikit ragu dengan lontaran yang Iwaizumi ucapkan. "T-tapi kan ... kita lahir dengan Ibu yang berbeda," sudut bibir Hideko terbuka, dengan suara yang begitu pelan untuk didengar.

"Mau itu beda Ibu, atau beda Ayah, yang penting kita ini lahir di hari yang sama, di tanggal yang sama, di tahun yang sama, dan di tempat yang sama juga! Kita ini kembar! Kita juga enggak boleh pisah! Kemanapun harus bareng!"

Kala sang surai coklat membuka suara, dan melayangkan ikrar singkat sebagai penghangat suasana, untaian kurva di masing-masing paras terukir sempurna, mengiyakan tutur Oikawa yang dianggap candaan belaka.

"Hoi, pelankan suara kalian. Ada satu prajurit yang mendekat."

"Huh. Iwa-chan belum tahu seberapa cepat aku berlari ya?"

"Hideko juga bisa lari kok!"

Tepat ketika usia mereka genap 10 warsa, tiga insan belia ini berikrar, bahwasannya akan selalu bersama layaknya para bocah lugu diluaran sana.

Jujur, hal itu sungguh konyol jika dipikir kembali.

▬ ▬

"Um ... hei, Oikawa."

MITAMAMATSURI, tooruTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang