Chapter 32

9.9K 727 19
                                    


Menjadi Lelah adalah Kekalahan
Menjadi Gila adalah Kemenangan

-Elang
Cold eyes

•••••

Kairi memandangi pintu di depannya yang tertutup. Tangannya saling bertaut erat menyalurkan segala rasa yang dirasakan olehnya.
Andai Ia dan Dara tidak pergi ke arena, andai dia bisa lebih tegas menolak Dara balapan dengan Nanchi, andai Ia lebih pintar untuk mengetahui akal licik Marvel, kejadian ini tak kan terjadi pada Dara-nya.

Sekarang, Kairi hanya bisa berandai-andai supaya waktu bisa berputar dan Kejadian ini tidak akan pernah terjadi.

Satya menepuk pundak Kairi menenangkan. Jauh dilubuk hatinya Ia juga merasakan penyesalan, dan kata 'andai' pun kembali terpakai. Andai Ia tidak menelepon Kairi, dan mengajaknya ke arena.

"Gue goblok," desis Kairi pada dirinya sendiri.

Marvel menghela napas, berusaha menenangkan dirinya agar tidak ikut rapuh. Jika Ia juga rapuh, lantas siapa yang akan menjadi penyemangat di sini?

"Gue terlalu goblok, sampe-sampe gue gak sadar sama rencana licik Marvel."

"Lo ngomong apaan sih! Kalau lo goblok, amit-amit nih ye, Dara udah dari dulu kali yang kek gini," Ujar Satya. "Sekarang cuma lo kurang cerdas aja, makanya kecolongan."

"Sial!" Satya terkekeh kecil, setidaknya keberadaannya di dekat Kairi, bisa membuat sobatnya itu sedikit tenang, yah walau hanya sedikit.

Kairi memejamkan matanya dengan kepala yang mendongak ke atas. Mencoba berpikir positif, bahwa Dara akan baik-baik saja.

Tak berselang lama, pintu ruang ICU terbuka dengan keras. Seorang perawat keluar dengan tergesa menghampiri dokter spesialis yang baru datang.

"Dokter! Jantungnya melemah!"

Dokter dan beberapa perawat berlari dengan panik menuju ruang ICU.

Kairi yang mendengar perkataan perawat itu, sontak berdiri. Tatapan matanya menunjukan kemarahan, kesedihan, kekhawatiran, ketakutan, yang berpadu menjadi satu.

Hanya tiga kata, namun mampu menggetarkan hati Kairi dengan keras. Saking kerasnya, hingga hatinya berdenyut sakit, dan … kosong.

Tak jauh berbeda dengan Kairi, Satya pun merasakan hal yang sama. Kabar tersebut mengguncang sebagian jiwanya. Baginya Dara sudah Ia anggap sebagai adik, Ia sangat menyayangi Dara dan Ia tidak sanggup bila kehilangan si kecil manisnya.

Tanpa sadar, air mata menggenang di pelupuk matanya. Satya bukan seperti Kairi, yang bisa mengontrol emosinya dengan baik. Bahkan saat ini Kairi masih menampilkan wajah datar, seakan-akan tidak terjadi apa-apa, padahal mah:)

Tiga jam berlalu, masih tidak ada kabar dari dalam sana. Kedua orang berjenis kelamin sama itu masih terdiam dengan pikiran mereka masing-masing.

Kairi menatap lantai di bawahnya, Ia tak kuat! Bayang-bayang negatif bermunculan di otaknya, pikiran positif yang dari tadi Ia pegang, sudah tidak lagi berlaku.

Kilasan-kilasan momen ketika Ia bersama Dara pun ikut berputar di otaknya, membuat setetes air mata jatuh dan langsung menyentuh lantai.

Beruntungnya lantai itu, karna telah ditetesi air mata Kairi yang sudah sekitar sepuluh tahun tidak pernah keluar.

Satya yang melihat sahabatnya meneteskan airmata, merasa tak tega. Tangannya tergerak untuk merangkul Kairi, memberi semangat.

"Kertakkan gigi lo! Inget lo masih punya tugas lain. Orang yang udah nyakitin Dara, gak bisa dibiarkan hidup tenang gitu aja!"

Cold & Sweet Fiance [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang