Hendery bodoh, tak seharusnya ia katakan hal itu. Bagaimana kalau Xiaojun sakit hati karena mendengarnya?. Xiaojun bukan gadis yang mengagumimu dan dengan malu-malu mengajakmu mengungkapkan perasaannya atau memberimu coklat saat valentine di bulan februari. Maupun seseorang yang dengan sengaja mengundangmu ke pesta mereka minum kemudian mengajakmu bermain kan?. Xiaojun adalah seseorang yang lebih 'spesial' secara spesifik dia adalah satu-satunya laki-laki yang secara langsung mengungkapkan perasaannya kepada Hendery, secara seksual mereka sama.
Dan Hendery sebenarnya tidak mempersalahkan hal itu, sungguh.
Hanya saja identitas mereka yang selalu membuat benteng-benteng untuk hatinya jatuh pada Xiaojun sepenuhnya.
Xiaojun mengerjap diam, mata coklat miliknya terpaku lama bertemu pandang dengan milik Hendery. Cukup lama sampai salah satu ada yamg memutuskan kontak.
"Tidak tahu," tutur Xiaojun, angin yang tercipta di udara berhembus menyapa wajahnya. "Aku tidak tahu, apa yang harus kulakukan ketika seseorang menolak perasaanku padanya..."
Hendery tercekat seketika, "Aku tidak menolakmu oke? aku hanya—–", bingung sesaat, "Hanya ingin tahu."
Xiaojun terdiam kembali, wajah kakunya bermandikan penerangan lampu begitu bersinar hangat. Luka itu tidak mengganggunya sama sekali, Xiaojun terlihat sangat menawan. Untuk kesekian kalinya hatinya bergetar dan dadanya bergemuruh, namun kepalanya seperti ditenggelamkan dalam gelombang kebimbangan.
"Tidak apa" Xiaojun mengejutkan Hendery. "Kalau kamu tidak menyukaiku balik, sungguh tidak apa."
"Karena aku yakin, semua butuh waktu semua butuh proses dan aku bersedia menunggu hal itu sampai hatiku puas merasakannya."
Hendery terpana sejenak, belum pernah ia mendengar seseorang berbicara kepadanya seperti itu. Dengan nada paling tenang dan lembut, walau kau bisa dengar siratnya rasa hampa dan kecewa. Itu terdengar luar biasa bagi Hendery, karena Xiaojun si pemuda alis tebal yang cemerlang ini, adalah seseorang yang benar-benar membuatnya merasa berharga. Hendery tidak pernah merasakan hal itu saat bersama orang lain, merasa cukup spesial untuk ada.
Derung mesin kendaraan mendekati keduanya. Sebuah mobil putih berhenti di samping halaman rumah. Xiaojun seketika menegang ketika mengetahui siapa orang yang keluar dari dalam mobil itu. Berbeda dengan Hendery yang begitu penasaran siapa wanita berjas putih serta memakai kacamata yang kini menatap keduanya dengan tatapan tajam.
"Ibu..."
"Jadi bibi adalah Ibunya Xiaojun?" Hendery dengan tenang bertanya. Walaupun sedari tadi tatapan tajam menghunus di lempar wanita ini kepadanya. Tentu jelas, mungkin selama ini Xiaojun tidak pernah mengundang temannya ke rumah, apalagi tampilan Hendery yang tidak menyakinkan. Wanita itu membenarkan letak kacamata yang terletak di pangkal hidungnya.
"Ya aku adalah Ibunya, dan kau? jangan bilang kau adalah kekasih anakku."
For god's sake! Hendery kaku saat hendak menjawab hal itu. Lidahnya terasa seperti di lipat dan di gulung untuk tidak mengatakan apapun. Xiaojun hanya diam, mungkin dia masih berpikir cara untuk menjawab hal itu. Hendery melirik pemuda Xiao sesaat sampai pada akhirnya ia menjawab dengan nada ragu, "Bukan, saya hanya teman belajarnya."
Hendery mengelus tengkuk lehernya karena merasa gugup. Entah mengapa, wanita ini seperti tidak suka kehadiran Hendery di sini.
"Kalau begitu sebaiknya kau pulang, ini sudah larut" tungkas wanita itu seraya melepas jas putih yang ia kenakan kemudian menggantungnya pada lengan tangannya. "Ma, biarkan dia makan malam bersama kita."
"Tsk, Xiaojun, Mama belum masak makan ma—–."
"Pesanannya!" suara dari luar membuat ketiganya menoleh secara bersamaan. Dapat terlihat sosok tukang antar makanan yang berdiri di pintu seraya menenteng kantung plastik berisi pesanan. Hendery tersenyum kecil, "Uhm, Bibi tidak perlu repot, kami baru saja pesan makanan."
Wanita itu sedikit tercengang melihat Hendery terburu-buru membuka pintu. Bercakap dengan pria yang mengenakan jaket berlogo perusahaan aplikasi pesan-antar. Setelah menyelesaikan transaksi, Hendery terkekeh kecil. Xiaojun menatap ke arah Ibunya, yang hanya dapat mengalah dan membiarkan Hendery bergabung dengan mereka di meja makan malam itu.
Dalam hati, Hendery bersorak kegirangan. Momen ini akan ia gunakan untuk menarik sisi kehidupan Xiaojun. Anggap saja Hendery sebenarnya berusaha menenangkan tempat dalam rumah itu.
"Makan makanan cepat saji itu tidak baik untuk kesehatan, sebaiknya kau jangan terlalu banyak makan seperti ini anak muda." Hendery kini percaya bahwa wanita itu seorang dokter, dan juga percaya kalau dia adalah Ibu dari Xiaojun. Mereka memiliki nada bicara yang sama—–kebanyakan tidak menunjukkan ekspresi apapun hanya datar dan tenang. Hendery melirik ke arah Xiaojun yang makan dengan tenang, terkesan lahap. Mungkin dia tengah lapar, sementara itu Hendery hanya mengangguk patuh menanggapi ucapan Ibu dari si Xiao itu.
"Siapa namamu?"
Baru bertanya? Hendery menelan makanan di dalam mulut dengan cepat menjawab, "Hendery, Hendery Wong, Bibi."
"Wong? kau adalah putra pemilik yayasan sekolah itu?" wanita itu awalnya sedang minum dengan anggun. Langsung meletakkan gelasnya di meja dengan sedikit keras, hingga Hendery tersentak kaget.
Hendery enggan bersuara hanya mengangguk pelan lagi.
"Ayahmu adalah orang hebat, tapi aku lihat sendiri bagaimana kau berperilaku di sekolah layaknya berandalan. Ah makannya, aku begitu tidak asing dengan wajahmu."
Hendery mengepalkan tangannya, walau masih memegangi sumpit ia tak tahan lagi. Bagaimana wanita ini memiliki mulut yang begitu pedas dan panas untuk didengar?. Tapi di pikir-pikir, Hendery mengakui secara diam kalau dia memang begitu adanya. Terlepas bagaimana status Ayahnya yang begitu gemilang bak piala emas—–Hendery tidak pernah ingin menjadi sepertinya.
Maniak pekerjaan.
"Ma, berhenti bicara omong kosong dan biarkan Hendery makan dengan tenang," itu Xiaojun sembari menyapu ujung bibirnya dengan tissue kemudian membuangnya ke tempat sampah. Wanita itu tidak membalas, kemudian dia memilih pergi dari meja makan tanpa bicara sama sekali kemudian. Hendery menghela nafas sejenak, kemudian melanjutkan makan tanpa terganggu.
"Ibuku memang seperti itu," Xiaojun bercelentuk, membereskan meja. Sementara Hendery menegak segelas air dengan sedikit terburu-buru. "Bisa dimengerti."
Setelah selesai Hendery memilih untuk pamit pulang. Xiaojun mengantarnya sampai depan rumah. Mengucapkan terimakasih kepada Hendery atas bantuannya hari ini.
"Sama-sama, senang bisa membantumu, lain kali aku akan menepati janjiku tunggu ya!" Hendery tersenyum lebar. Xiaojun masih berdiri tenang menatap dalam kepada Hendery. "Mn, Hendery...?"
Si Wong menengadah ke arah Xiaojun. "Hati-hati."
Lembut sekali, hati Hendery berbunga-bunga mendengar hal itu. Ia seperti di buai dalam perhatian Xiaojun kali ini. Saking gemasnya tangannya dengan lancang mengusap surai coklat milik si Xiao. "Eh—- tentu saja, terimakasih juga, salam untuk Ibumu." Hendery meruntuki apa yang barusan ia lakukan, sungguh tangannya seperti bergerak sendiri tanpa berpikir dua kali.
Xiaojun nampak tersipu, hanya mengangguk pelan. Hendery mendengar mobil sopirnya sudan datang. Dengan segera ia melambai dan masuk ke dalam mobil yang melesat meninggalkan rumah sederhana Xiaojun. Hendery tersenyum lebar, "Sial, jantungku..."
– henxiao.
Terimakasih sudah mampir kemari!
KAMU SEDANG MEMBACA
meant to be⟪✔⟫ [REVISION]
Fanfiction[➡️📚‼️]🔚 (🖇️) Xiaojun hanya penasaran akan sebuah perasaan namun takdir membawanya untuk jatuh hati kepada Hendery Wong. Berandal sekolah yang paling terkenal, hanya karena latar belakang keluarganya. Kisah mereka yang sederhana seolah bertemu ko...