asmaraloka

485 53 14
                                    

Didorong tubuh itu menjauh, ditatap sayu binar yang basah karna air mata. Diusap ujung-ujung netra itu, menyisakan jejak lembab di pipi yang pucat.

"Apa yang harus ku maafkan? kamu tidak melakukan kesalahan."

Hendery menghentikan deru sendunya, menatap Xiaojun yang begitu tenang dihadapannya. "T-tapi aku membuatmu..."

"Aku pasti membuatmu menangis 'kan? aku pasti membuatmu terluka. Aku pasti membuatmu menunggu."

Sudut bibir Xiaojun berkedut, tak dapat dipungkiri. Seluruh pernyataan itu jelas adanya. Tapi itu cukup, lebih dari cukup untuk memberikan Xiaojun waktu belajar mencintai seseorang. Perasaan mereka singkat, cikal relasi mereka juga amat sederhana. "Kita punya kesamaan, sama-sama pernah merasakan derita dari lingkungan masa kecil dan keluarga. Aku tahu, yang kamu lakukan adalah upaya untuk mengahadapi kesakitan itu..."

Pandangannya tajam ke depan, meraih-raih kenangan biru itu semua.

"Kamu melakukan hal benar, kamu menghadapi Ayahmu. Kamu menyelesaikan masalahmu sendiri, kamu hebat Hendery. Tidak perlu minta maaf—– malahan karena ada hal ini, aku belajar banyak untuk mencintai dirimu lebih dalam."

"Jun..."

"Aku belajar memahami bahwa rasa sakit, akan menjadi bentuk kekuatan untuk menghadapi segalanya kedepan."

Diakhir ucapan itu, Xiaojun tidak mampu berkata-kata lagi. Ia hanya melempar seulas senyum tipis yang tertahan malu. Rona wajahnya semula dingin dan kaku, mendadak manis begitu cerah. Hendery berdebar, nuraninya bergema hebat dalam rongga dada. Itu persis sama seperti ketika ia pertama kali melihat Xiaojun di halte bus pagi hari menuju sekolah di cuaca cerah. Ketika tanpa sengaja netra keduanya bertemu pandang untuk satu detik di jagat raya. Jantungnya pertama kali berdetak kencang untuk seseorang.

Xiaojun perlahan merasakan hembusan nafas hangat itu mendekat. Jalan akhirnya adalah, pertemuan kembali. Hasilnya adalah kesepakatan, untuk kesempatan kedua. Tajuknya bukan runtuh karena perpisahan. Melainkan merenung sejenak untuk bermimpi dan mewujudkannya. Tidak sebatas angan-angan rindu semata, entitasnya sudah jelas tergambar nyata.

Kenangan tak cukup berakhir di sana, ketika Hendery memiringkan kepalanya, merengkuh tengkuk yang kini tunduk dihadapannya. Air mata yang mengalir bukti pengorbanan emosi selama ini, skenario terbaik yang mereka impikan.

Ia ‘Sang terbaik dan teladan’ bersanding hati dengan seorang ‘Raja bandel’ mengikhlaskan bibir lembut itu menyapu miliknya. Menyesap pelan-pelan sesuai tempo pemainnya.

Kelopak mata yang dulu hanya tergambar kosong, kini terasa bewarna. Bukan monokrom, bukan juga apatis. Melainkan afeksi setinggi hasrat dewa-dewi menyatukan kedua insani ini. Terpejam erat, terjalin kuat, saling bertaut.

Paru-paru yang diabaikan, oksigen yang tidak dibagi tempat. Mengisi udara dengan decak, erangan samar.

Maka Xiaojun kira ini bukanlah akhir dari studinya mencari makna cinta. Ini permulaan baru, ini bab baru yang harus ia pelajari kembali. Tapi ia harap, sampai waktunya ia fasih dalam percintaan. Ia masih bersama Hendery, ia ingin terus mencintai bersama Hendery. Sosok ini saja sudah cukup, sosok ini saja sudah membuat hatinya puas.

Hendery melepasnya, membiarkan keduanya bernafas teratur. Kemudian pemuda itu tergagap tiba-tiba, lantas membungkuk meminta maaf. "Ah! maaf aku tidak bermaksud lancang, menciummu tanpa ijin."

"Maaf..."

Xiaojun hampir tertawa, tapi kemudian ia tahan ketika melihat kenampakan raut wajah Hendery yang setengah mati memerah padam.

"Kita pacaran 'kan?"

Ia bercelentuk polos, membuat si Wong mundur beberapa langkah menenangkan jantungnya yang berdetak tak karuan. "K-kalau begitu ayo kita berkencan! aku 'kan sudah janji padamu!" Hendery meraih jemari Xiaojun digenggam erat sampai matanya berlinang terang. Begitu gemetar dengan rona wajah memerah.

meant to be⟪✔⟫ [REVISION]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang