00° 10 %

298 64 8
                                    

"Aku akan mengantarmu pulang" Hendery mengeratkan genggaman jemarinya diantara jemari milik Xiaojun. Andaikan dia tahu, bagaimana reaksi jantung Xiaojun yang tidak normal kali ini. Suaranya keras, dag-dig-dug, memukul dadanya kencang. Walaupun si Xiao masih terlihat diam, tapi dia tidak tenang. Untuk kesekian kalinya, reaksi tubuhnya terhadap Hendery adalah, berlebihan. Sementara si Wong, jangan tanya! jemarinya bahkan kaku dan tidak bisa digerakkan. Sehingga tautan mereka begitu erat, seakan sukar untuk dilepas. Keduanya kini berdiri di halte bus, berhimpitan sehingga tak ada yang memperhatikan kalau sebenarnya dua orang itu sedang bergandengan tangan.

Xiaojun ikut menatap langit, dia tidak menjawab apapun. Selang beberapa saat ketika bus berhenti di depan halte. Kiranya Xiaojun, Hendery akan menarik tangannya masuk kedalam bus tapi si Wong tidak sama sekali bergerak. Xiaojun terdiam bingung, sampai bus pergi Hendery masih diam di tempat.

"Aku tidak ingin kau naik bus, berdesak-desakan akan membuat lukamu semakin parah, jadi—–"

Tin!

Xiaojun tersentak kaget mendengar klakson mobil itu. Hendery juga sama terkejutnya bahkan sampai mengelus dada seraya bergumam. "Sial! astaga jantungku!"

Tak bisakah sopir itu mengerti!? sedari tadi dada Hendery berdegup kencang karena menggenggam tangan Xiaojun, malah di kejutkan dengan suara mobil. Seorang pria berpakaian rapi keluar dari mobil membungkuk hormat kepada Hendery, "Aku yang panggil supir," Menjawab kebingungan Xiaojun, keduanya kemudian masuk ke dalam mobil.

Selama beberapa saat keduanya diam di dalam mobil. Si supir juga bahkan mobil tidak bergerak sama sekali. Menyadari kecanggungan itu, Hendery menepuk jidatnya.

"Xiaojun, beritahu dimana letak rumahmu! jangan diam saja kapan kita jalan kalau begitu?"

Xiaojun terkikik geli, "Baik-baik." Xiaojun menjelaskan jalannya kepada supir dan untung saja si supir kaku itu sangat hafal setiap seluk beluk jalanan kota ini. Hendery menyandarkan kepalanya pada bantalan kursi mobil. Melihat jemarinya masih bertaut dengan milik Xiaojun. Jemari Xiaojun sangat nyaman ia genggam di sela sela jarinya. Seperti memang sudah di ciptakan untuk begitu. Namun, sekali lagi gelombang kebimbangan menerpa hatinya, sebenarnya apa sih perasaannya untuk Xiaojun ini?.

Terkadang Hendery ingin menjauh, dia tidak ingin berurusan dengan seseorang yang memiliki pandangan sebaik Xiaojun. Tapi tindakan yang selalu ia lakukan malah membuat dirinya selalu dekat dengan Xiaojun dan terus-menerus melihat pemuda itu. Saat Xiaojun dekat dengan si Kun itu, Hendery merasa tidak terima juga. Ia sungguh tahu betul itu berarti sebuah kecemburuan.

Kenapa sulit sekali mengakui perasaannya ini?.

Mobil mulai berjalan dan tak ada yang memulai percakapan apapun. Hendery dengan malu memilih untuk mengalihkan pandangannya kepada luar jendela. Sementara Xiaojun perlu mengistirahatkan tubuhnya yang cukup pegal dan sakit nyeri.

"Bagaimana seseorang bisa melukai wajahmu sampai seperti itu?" Hendery menatap Xiaojun, kepalanya bertumpu pada salah satu tangan yang diletakkan diatas paha. Xiaojun tersenyum kecil, dia terbiasa mendapatkan hal seperti ini dulu, sebelum Ayah dan Ibunya berpisah. Saat berpisahpun dia tetap mendapatkan hal seperti ini? miris sekali. Dengan pelan pemuda itu menyikap celana panjang yang menutup kakinya. Di pergelangan kakinya, terdapat tanda kebiruan di kedua kakinya itu. Itulah mengapa Xiaojun sangat kesakitan saat berlari tadi. Hendery ikut melihat, hanya mampu meringis.

Nampaknya aku terlalu melukai kakiku saat berusaha menendang pria keparat itu, sekarang kakiku juga ikut lebam, ini sakit sekali. Xiaojun merintih pelan, "Perlukah aku membawamu ke klinik?" Hendery bertanya. Xiaojun menggeleng, dirumahnya ada kotak pertolongan pertama, lagipula Xiaojun terbiasa diajarkan untuk merawat dirinya sendiri. Luka ini bukanlah masalah, hanya efek sakit dan nyeri saja yang membuat tidak nyaman.

Tidak perlu waktu lama, si supir menghentikan mobilnya tepat didepan rumah Xiaojun. Hendery segera turun, begitu juga Xiaojun dengan hati-hati. Si Wong tetap membawakan tas untuk Xiaojun, dan dia bersikeras melakukannya. Xiaojun tidak mau berdebat dengan Hendery oleh karena itu, dia mengajak Hendery masuk kedalam.

Rumah lantai dua itu tidak terlalu besar, tapi tetap saja cukup luas untuk di tinggali dua orang. Halaman depannya terkesan sunyi, dengan pagar hitam setinggi pinggang. Rumput yang cukup terawat serta beberapa pot bunga dan beberapa kaktus hias yang dibiarkan mengering. Hendery masuk melewati halaman depan yang tidak luas juga. Memasuki rumah dia cukup terkejut dengan suasana senyap yang menyambut. Xiaojun menyentuh saklar lampu, seketika cahaya lampu merebak kemana-mana. Namun, rumah itu tetap terasa dingin.

"Kau tinggal sendiri?" Hendery bertanya sembari melepas sepatu dan meletakkannya ke rak yang di sediakan. Xiaojun menggeleng, "Dengan Ibuku, tapi dia belum kembali dari bekerja." Xiaojun berjalan ke sofa dan merebahkan tubuhnya. Hendery beroh--mengikuti Xiaojun dari belakang.

"Biarkan aku mengambil sesuatu," Xiaojun segera pergi ke dapur. Hendery masih mengamati sekeliling, mencoba berhati-hati dengan beberapa pajangan pigura yang diletakkan diatas meja.

Xiaojun tak lama kembali dengan membawa sebuah kotak dengan tanda palang merah di tengah. Serta sesuatu untuk diminum, Hendery ikut duduk di sofa mengikuti Xiaojun. Perhatiannya tetap pada Xiaojun yang membuka kota itu, seluruh isinya adalah kebutuhan pertolongan pertama.

"Biarkan aku membantumu," Hendery meletakkan tas di atas karpet dibawah sofa. Namun tangannya langsung ditahan lembut oleh Xiaojun—-"Cuci tanganmu dulu."

Yap! aturan pertama dalam mengobati luka adalah memastikan tanganmu bersih. Hendery terkekeh, kemudian dia pergi untuk mencuci tangan. Sementara itu Xiaojun, melepas perban dan plester luka. Hendery kembali dengan cepat, menatap Xiaojun yang tengah berusaha hati-hati dengan wajahnya.

Pemuda Wong itu segera duduk dihadapan Xiaojun, "Akh!" Xiaojun merintih pelan ketika nyeri menyeruak. Dia benar-benar tidak nyaman dengan ini, "Hati-hati kau menariknya terlalu kuat, kulitmu belum sepenuhnya pulih dengan itu."

Xiaojun balik menatap Hendery, yang balas tatap langsung membuang tatapan ke arah lainnya dengan cepat. "Tolong..." Xiaojun akhirnya membiarkan Hendery melakukannya.

"Aku dulu juga sering melakukan ini."

Xiaojun meringis pelan, seluruh plester sudah selesai di lepas. Hendery melihat kedalam kotak obat, dan dia mengambil kapas serta cairan pembersih luka dengan botol ber-merk yang sering muncul di iklan televisi. "Maksudku adalah, aku dulu sering berkelahi dan berakhir babak belur dengan lebam dan luka seperti ini-- Ayahku marah, Ibuku bahkan ia larang untuk merawatku. Makanya, aku dulu sering mengobati lukaku sendiri."

Hendery mulai menekan luka Xiaojun dengan kapas antiseptik. Xiaojun mendekat, dia harus cukup dekat agar Hendery dapat mudah mengobatinya. "Maaf boleh aku seperti ini?" Xiaojun melingkarkan kakinya pada pinggang Hendery. Sehingga keduanya sangat dekat dan terlihat intim saat ini. Hendery membeku seketika, keduanya terlalu dekat—–kelewat dekat.

Bahkan samar, keduanya dapat merasakan nafas masing-masing menerpa. Hendery berusaha berkonsentrasi, dia tetap fokus untuk membersihkan luka pada wajah Xiaojun. Tapi tangannya mulai gemetar dan dadanya bergelora kacau.

Tidak berbeda jauh dengan Hendery, Xiaojun juga merasakan hal yang sama. Bedanya dia adalah seseorang dengan kepribadian tenang yang jelas. Sehingga sikapnya masih tenang-tenang saja. Melihat Hendery yang nampak tegang sendiri membuatnya cukup heran. Xiaojun akan menulis ini di notebook merahnya nanti.

Tidak ada percakapan apapun setelah itu, keduanya larut dalam diam mereka masing-masing.

"Xiao-jun.."

"Mn?"

"Tolong, kakimu"

Xiaojun terkejut segera meletakkan kakinya ke posisi aman.

"Oh maaf.."

sial,

#henxiao

Terimakasih sudah menjadi bagian dari ceritaku!

touch the star 🌟!

meant to be⟪✔⟫ [REVISION]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang