***
"Jadi, kalian harus bersyukur bisa menjadi bagian dari SMA Tunisia Global Tahuna. Karena perbandingan lolosnya tahun ini adalah 1 : 35. Berarti, kalian adalah 200 dari 7000 pendaftar yang terpilih dan beruntung untuk bisa menginjakkan kaki di sini. Ini adalah kesempatan kalian untuk bisa berprestasi dengan sepuas-puasnya, dengan semaksimal-maksimalnya. Karena apa? Karena kita memiliki tenaga pendidik yang mutunya sudah tidak perlu dipertanyakan lagi, serta fasilitas laboratorium, olahraga, seni, dan perpustakaan yang terlengkap di kota ini. Maka, manfaatkanlah! Jangan cuma fasilitas kantinnya aja yang dipake, oke?!"
"HAHAHAHAHAH!"
"Tepuk tangan yang meriah sekali lagi Bapak Kepala Sekolah kita, Pak Sunarno!"
Langit-langit auditorium pun penuh dengan suara tepuk tangan dari berbagai sudut. Para murid baru yang mendengarkan pidato Pak Sunarno barusan pun seketika merasa termotivasi untuk berprestasi. Sementara itu, di belakang panggung, anak-anak OSIS hanya bisa menghela napas bosan, karena mereka sudah mendengarkan pidato itu untuk yang kedua/ketiga kalinya. Pak Sunarno selalu menggunakan template yang sama ketika tiba waktunya untuk memberi sambutan kepada para murid baru.
"Yang beda cuma perbandingan lolosnya anjir, tahun lalu kata Pak Narno 1 : 34. Eh, iya, kan? 34 kan?" Celetuk Arka.
"Gatau, ketiduran aku pas itu," jawab Dhimas acuh tak acuh. "Btw si Riko ke mana, deh? Kok nggak nongol dari tadi?"
"Tadi sibuk ngangkut adkel yang mau pingsan pas upacara. Jielah palingan juga modus kan tuh si adkel. Tau aja bakal diangkut sama Febriko."
Dhimas hanya menganggukkan kepala sambil ber-Oooh ria. "Habis ini agendanya ngapain? Seminar sama sambutan-sambutan udah, terus? Langsung pembagian kelas?"
Arka mengecek rundown acara yang sejak tadi berada dalam genggaman tangannya, "Enggak, eh, iya. Tapi ada pengumuman dulu buat penerima beasiswa, nanti mereka bakal dikumpulin di ruang bendahara OSIS buat ngelengkapin data."
"Udah ada yang stand-by kan, di sana?" Dhimas melirik jam tangannya. Pukul 14:49. Kurang lebih 11 menit lagi seharusnya pengumuman sudah dimulai.
"Yaaa harusnya Febriko udah di sana, siapa lagi kalau bukan bendahara OSIS yang stand-by?"
***
Febriko berjalan meninggalkan ruang UKS Putri dengan santai, tanpa beban, tanpa perasaan apapun--terlebih kepada Trista dan pernyataan mengejutkannya. Cowok itu segera melenggang menuju ke ruang bendahara OSIS. Sebagai bendahara tunggal dalam struktur hierarti organisasi siswa terbesar se-SMA Tunisia Global Tahuna, ia harus bisa menangani berbagai keperluan perihal data-data keuangan para siswa; baik itu uang bayar LKS per kelas, uang studi wisata, uang duka, hingga uang beasiswa. Yah, mau bagaimana lagi, sejak pelantikan pengurus OSIS satu tahun silam, komite sekolah, berikut dengan bagian kesiswaan sekolah dan segenap rekan-rekannya sepakat menunjuk Febriko sebagai Bendahara Tunggal OSIS. Hal ini terjadi karena: 1) Kedua orangtuanya adalah ketua komite angkatan, 2) Febriko pernah menjabat sebagai bendahara OSIS juga ketika SMP, dan 3) Febriko jago matematika (walaupun ini terdengar aneh, tapi teman-temannya sepakat bahwa orang yang paling pintar matematika dalam kepengurusan OSIS ialah dia yang paling pantas menyandang menjabat sebagai bendahara).
Ruang bendahara OSIS lengang. Tempat berukuran 2x2 meter yang berbatasan langsung dengan basecamp pusat OSIS ini sering menjadi tempat Febriko melarikan diri ketika sedang jenuh atau ingin bolos kelas. Kalau ketahuan petugas ketertiban sekolah? Tinggal bilang dia sedang mengurusi berkas administrasi kesiswaan, selesai. Tidak ada yang sangsi kepadanya; karena dari tampangnya saja sudah seolah-olah berkata "jelas, kan, udah tampan, rupawan, dan berintegritas tinggi?" Yah, kalau kata orang-orang, dunia ini memang tidak adil: mereka yang good-looking, 50% masalah hidupnya sudah terselesaikan.
KAMU SEDANG MEMBACA
BEGIN
Teen FictionSemuanya bermula dari sini, dari belakang panggung MOS SMA Tunisia Global; "Kenapa? Pasti hepi banget ya, bisa jadi anak SMA?" Veronica menoleh dan terbelalak, sedetik kemudian ia mengutuk bibirnya sendiri atas senyumannya tadi, "Eh, anu. Iya kak, h...