four; mungkin Mark juga suka kamu...

86 19 0
                                    

Koeun tidak pernah bilang Mark soal tekanan yang diterimanya, baik dari ibunya sendiri maupun ibu pemuda itu. Koeun tahu kok, kedua wanita paruh baya yang bertetangga itu berharap Koeun dan Mark bisa bersama.

Kalau Koeun boleh jujur sih, dia juga berharap.

Koeun lupa kapan mulai merasakan jantungnya berdegup lebih kencang untuk Mark. Yang pasti, meski kini usianya sudah lewat 30 tahun, Koeun tetap beberapa kali merasakan jantungnya bertalu-talu kalau berada di sekitar Mark.

Tidak separah ketika ia masih berusia belasan atau awal 20-an dulu memang. Namun tetap saja ada momen ketika ia deg-degan sendiri saat bersama Mark.

Yang paling Koeun ingat tentu saat Mark tiba-tiba menelepon dan mengabari kalau sudah di depan kantor tempatnya bekerja. Tak banyak kata yang terucap, hanya lelaki itu yang meminta Koeun untuk pulang bersamanya dengan suara berat yang sarat keseriusan.

Kalau sudah begitu, Koeun memilih untuk menurut dan langsung beres-beres pulang ketika sudah bebas dari jam kerjanya. Lebih baik ia menyelesaikan pekerjaannya di apartemen.

Dan ketika sampai di lobi, Koeun bisa melihat Mark duduk di salah satu sofa yang tersedia. Mark akan dengan sedikit tergesa menghampiri Koeun, lalu meraih pergelangan tangan sang gadis, menggenggamnya erat untuk digandeng sampai ke mobil.

Sesampainya di tempat yang Mark tuju, lelaki itu akan setengah menarik Koeun, lagi, hingga akhirnya mendudukkannya di kursi di belakang alat tempurnya. Mark hanya menyalakan penerangan seadanya, mengaturnya agar lebih remang-remang, lalu jemarinya mulai bergerak mencipta melodi.

Ya, Mark akan membawa Koeun ke studionya. Lalu pemuda itu akan memainkan alunan nada yang tidak pernah Koeun dengarkan sebelumnya, kadang sudah dengan lirik yang jelas namun lebih sering hanya ditemani gumaman.

"Gimana? Bagus nggak?"

Koeun akan melihat kilat semangat di sepasang netra Mark. Lelaki itu tampak gugup, namun juga serius menunggu apapun komentar yang siap disuarakan Koeun, yang sejujurnya membuat Koeun mulai ikut berdebar.

Lalu biasanya Mark akan memanggil namanya sekali lagi, membuat Koeun mengerjap dan mulai memberi masukan atas demo yang Mark perdengarkan. Koeun memang secara tidak langsung selalu menjadi beta-listener untuk semua lagu yang Mark buat. Mau lagu ballad romantis hingga rap berisik yang kadang Koeun juga tidak terlalu menikmati, Mark selalu meminta pendapat Koeun.

Dan sesudahnya, Mark akan mengembangkan senyum yang membuat lemak pipi di dekat sepasang matanya menyembul. Begitu manis, meski kontras dengan tirus pipinya.

Mark memang selalu percaya dengan apapun pendapat Koeun. Meski beberapa kali ia heran dengan Koeun yang sedikit tidak fokus setelah mendengar demo komposisinya, namun penilaian Koeun adalah salah satu yang paling objektif juga penting bagi Mark.

Dan mereka kemudian berdiskusi lebih panjang. Mark akan meminta masukan dari Koeun, dan walau gadis itu tak punya latar belakang pendidikan musik seperti Mark, Koeun bisa memberikan satu-dua pendapat yang berguna untuknya.

Sayangnya sosok penuh semangat Mark yang ingin menyempurnakan karyanya itulah yang menjadi kelemahan Koeun. Jantung Koeun akan makin berdebar melihat Mark dan semangatnya, dan makin gila-gilaan degupannya kala sang pemuda meraih tubuhnya dalam dekapan hangat.

Awalnya hanya ucapan terimakasih atas bantuan Koeun. Namun kadang Mark juga akan menjahilinya dengan ucapan, "Thank you, Babe."

Koeun sempat salah tingkah juga dipanggil semanis itu oleh Mark. Namun lama-kelamaan dia juga jadi mengimbangi dengan balas memanggil "Baby", kebiasaan yang lama-lama membuat orang di sekitar mereka curiga kalau Koeun dan Mark berpacaran.

Yang sayangnya tidak.

Intinya, Koeun suka sama Mark, tapi Mark tidak ada tanda-tanda akan membalasnya. Dan intinya lagi, ibu Koeun dan Mark berharap putra-putri mereka bersatu, sementara Mark-nya tidak tahu apa-apa.

Karena itulah ibu Koeun akhir-akhir ini makin gencar menyuruh putrinya untuk kencan buta. Mungkin ibunya juga sudah kasihan melihat Koeun yang sepenuh hati mencintai Mark, namun pemuda itu malah tetap asyik menekuni kariernya sebagai penulis dan produser lagu.

Karena itu juga, ibu Koeun tidak pernah absen menelepon setelah putrinya menjalani kencan buta. Sekadar menanyakan, "Gimana kemarin kencannya?"

Koeun mendesah sembari merebahkan tubuhnya di ranjang. "Ya gitu, Bunda."

Ibu Koeun berdecak, "Gitu itu gimana? Bunda kan nggak bisa nebak."

"Ya lancar. Ya seperti biasa lah."

Bukan jawaban yang memuaskan.

"Ganteng?"

Koeun menimbang, mengingat lelaki partner kencan buta terakhirnya beberapa waktu lalu, kemudian bergumam mengiyakan. "Ganteng, putih banget ada dimple-nya, manis."

Dan ibu Koeun yang berjiwa muda itu akan memekik senang di seberang sana, yang langsung dibalas dengan dengusan sang ayah yang bisa Koeun dengar samar-samar. "Namanya siapa sih? Bunda lupa."

"Jaehyun."

"Ah iya, Jaehyun," ujar ibunya. "Terus kamu cocok?"

"Ya cocok-cocok aja. Obrolannya nyambung."

"Asyik! Bisa diterusin dong?"

Selalu begini muaranya dan Koeun pasti bingung bagaimana menjawabnya. Beberapa kali ia memang menemukan partner kencan buta yang berpotensi, setidaknya untuk dilanjutkan ke sesi berikutnya, namun hati kecil Koeun selalu menolak.

Alasan utamanya karena dia merasa khawatir bagaimana kelanjutan kencan mereka, pasalnya Koeun tergolong minim interaksi sosial. Namun selain itu, karena secara tiba-tiba sosok Mark akan terlintas di kepalanya.

"Koeun?"

Lagi-lagi ia mendesah, "Ya kemarin Kak Jaehyun memang ngajak ketemu lagi, tapi nanti aja ah, aku masih banyak deadline."

"Halah bohong."

"Yang ini serius, Bundaaaaa. Ada naskah yang harus cepet naik cetak soalnya."

Untung ibunya bisa menangkap keseriusan dalam suara Koeun. "Berarti kalo udah nggak sibuk, bisa lanjut ya? Bunda punya firasat baik sama Jaehyun-Jaehyun ini."

Koeun tertawa. Selalu begitu cara ibunya promosi agar Koeun berkenan melanjutkan sesi kencannya.

"Ya lihat nanti ya, Bun." Dan selalu Koeun yang tidak tega menolak mentah-mentah keinginan ibunya.

Jawaban yang kurang memuaskan, namun ibu Koeun memilih berhenti mendesak. Koeun bisa mendengar ibunya seperti mengubah posisi duduk.

"Mama Mark nelpon Bunda," tutur ibunya tiba-tiba.

"Terus?"

"Minta maaf karena anaknya nggak peka."

Koeun rasanya mau terbahak. Sepertinya baru kali ini ia menemukan kisah friendzone bertahun-tahun yang ikut melibatkan orangtua masing-masing.

"Terus Bunda jawab apa?"

"Bunda nggak jawab. Mau maafin tapi kok udah sering banget dan kelamaan," gerutu ibunya penuh emosi. "Koeun-nya Bunda harus nunggu berapa lama lagi sampe anak itu kebuka matanya. Heran deh, mata Mark tuh lebar tapi kok nggak bisa lihat anak cantik Bunda."

Koeun tak kuasa menahan tawanya. "Mark emang kaku canggung banget, Bun."

"Belain aja terus pujaan hatinya~"

"Koeun ngomong fakta ini," sergah Koeun. "Mark baru semangat banget tuh kalo bahas lagu, musik, pokoknya yang dia sukai."

"Dia juga semangat kalo cerita masa kecil kalian. Mungkin Mark juga suka kamu."

Koeun mendengus, ibunya ini sebenarnya ingin membuatnya lupa dengan perasaan searah Koeun ke Mark nggak sih?! "Itu sih Mark aja yang hobi ceritain aib Koeun, Bundaaaaa..."

Ibunya pun tertawa dan pembahasan soal Mark menguap begitu saja. Apalagi karena ayah Koeun kemudian ikut bergabung dalam telepon malam itu.

to be continued

BESIDE || Markoeun FanfictionTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang