two; yah maaf, Mark...

105 22 0
                                    

"Mama!"

"Hei, hei, berat kamu. Jangan kenceng-kenceng meluknya."

Mark mengabaikan gerutuan ibunya dan malah menghirup dalam-dalam aroma tubuh wanita yang sudah melahirkannya lebih dari tiga dekade silam itu. Ibunya yang bertubuh mungil dan hanya setinggi dadanya, namun Mark merasa aman serta terlindungi hanya dengan memeluknya.

"Kangen~"

Bukan dibalas dengan perlakuan yang sama manisnya, ibu Mark malah memukul punggung anak lelakinya itu. "Omong kosong. Kalau kangen ya harusnya jemput Mama, kenapa malah Koeun?"

Mark mengurai pelukannya ketika menyadari ibunya kepayahan terus berada dalam dekapannya. Ia menggaruk belakang kepalanya, "Kesiangan, Ma, hehe..."

Ibunya mendengus. "Mama yakin yang beresin apartemen kamu juga Koeun kan? Pasti sebenernya kalian nggak ada janjian apa-apa, Koeun juga yang inisiatif jemput Mama?"

Tawa garing Mark makin panjang, seiring dengan dengusan dan tinjuan ringan yang bersarang di perutnya. "Lagian Mama pasti lebih kangen sama anak perempuan Mama itu kan? Mark tuh baik lho, ngalah, ngasih kesempatan ke Mama sama Koeun."

"Halah, alasan," sergah ibunya sambil mendorong tubuh Mark. "Mama capek, pengin istirahat."

Mark langsung menghampiri ibunya sambil menyeret koper wanita itu. "Oke, ayo Mark anter ke kamar."

"Nggak tidur sama kamu kan? Mama nggak mau, kamu ngorok tidurnya."

"Ih padahal Mark pengen kelon."

"Sadar umur, Nak," gerutu ibunya yang membuat Mark tertawa lagi. Mungkin memang hanya ibunya yang suka bersikap sok cool seperti ini di hadapan putranya sendiri.

"Nggak kok, Koeun udah nyiapin kamar tamu buat Mama," ajak Mark, menggiring ibunya ke kamar yang terletak di sebelah ruang tidur utama.

"Koeun lagi, Koeun lagi. Kamu bisa apa kalo nggak ada Koeun, Mark? Astaga, malu-maluin."

"Ya nggak bisa apa-apa emang, untung Koeun baik banget sama Mark," sahut Mark tidak tahu malu. "Omong-omong, ini Koeun ke mana, Ma? Kok Mama sendirian?"

"Koeun masih ada urusan katanya. Oh iya ini tadi kunci mobil kamu dititipin ke Mama," jawab ibu Mark sambil merogoh tas tangannya.

Mark menerima dengan kening berkerut, "Terus dia naik apa?"

"Katanya mau naik subway."

"Kok nggak Mama paksa naik mobil Mark aja?" Mark langsung melihat jam dinding. Memang masih siang, tapi bukankah lebih efisien untuk membawa mobilnya saja sekalian daripada seperti ini?

"Koeun mana mau nurut sama Mama?" Ibu Mark segera mendudukkan diri di ranjang yang ada di kamar itu. "Nanti kamu jemput aja, ajak sekalian makan di sini, Mama masak."

"Kita makan di luar aja Ma, gimana? Mama pasti capek, masaknya besok-besok aja. Mama kan juga masih lama di sini."

"Ya terserah. Yang penting jemput putri Mama."

"Tuh kan, Mama emang lebih sayang sama Koeun."

"Ya soalnya Koeun lebih sayang sama Mama, buktinya tadi siapa yang jemput?" sindir ibu Mark. "Udah, Mama mau istirahat dulu bentar. Capek."

Mark tersenyum lalu menghampiri ibunya untuk memeluk dan mencium pipi wanita paruh baya tersebut. "Okay, selamat istirahat, Ma. Mark di luar kalo perlu apa-apa."

Mark berlalu dari kamar setelah melihat ibunya mulai berberes. Ia langsung menuju ruang tengah, tempatnya terakhir meninggalkan ponsel.

"Halo?"

"Kok mobilku nggak dibawa?"

"Males, enakan naik subway."

"Ya tapi kan nggak praktis, Koeun. Kan bisa sekalian naik mobil aja, kok ribet."

"Ya suka-suka aku lah," potong Koeun. "Kenapa nelpon?"

"Nanti pulang jam berapa? Share loc sekalian, aku jemput." Mark bisa membayangkan Koeun di seberang sana siap menjawab dengan segala bentuk penolakan sehingga ia buru-buru menyela, "Mama ngajak makan di luar sekalian, jadi nggak bisa ditolak."

"Yah, maaf, Mark."

Kening Mark seketika berkerut. Maaf?

"Aku nanti skip dulu ya, besok-besok aja deh kita makan malam bareng, aku yang masak nggak apa-apa."

Kerutan kening Mark makin dalam, "Kok tumben? Lembur?"

"Kamu tahu sendiri kerjaan aku nggak ada istilah lembur."

Ya memang benar. Sebagai editor, Koeun memang bekerja dengan jam yang lebih fleksibel. Walau sepertinya menyenangkan, namun nyatanya lebih terasa seperti lembur setiap hari.

"Terus?"

Hening sejenak, membuat Mark sempat mengira sambungan teleponnya terputus kalau ia tidak mendengar deru napas pelan Koeun di seberang sana. Mark memanggil kembali nama Koeun, memancing gadis itu untuk akhirnya bersuara.

"Aku ada janji kencan buta nanti, nggak enak kalo dibatalin."

to be continued

BESIDE || Markoeun FanfictionTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang