Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Pernahkah kau bermimpi buruk di tengah malam saat tak ada seorang pun di sisimu? Ketika kau berusaha untuk terjaga, mimpi itu seakan mencekalmu untuk terus larut dalam ketakutan. Dulu sekali, aku sering merasakan hal itu. Menjadi dewasa membuatku harus tampak berani lantas memilih untuk tak minta ditemani tidur lagi oleh mama. Tapi sekarang, situasi telah berbeda. Setiap kali mendapat mimpi buruk, ada seseorang di sisiku yang akan dengan cepat membangunkanku, memelukku, mengudarakan kalimat-kalimat menenangkan kemudian mengecup puncak kepalaku dan memberikan segelas air agar rasa lelah juga takutku terobati.
Aku baru saja bermimpi buruk beberapa saat lalu. Saat aku menceritakan mimpiku bahwa 'Jihwan kecil dikejar dan diserang hantu' suamiku tertawa pelan lalu menyurukkan kepalaku menuju dadanya. "Kau sedang banyak pikiran ya, Sayang?"
"Tidak, Jun. Aku malah sedang bahagia sekali akhir-akhir ini. Aneh rasanya aku mimpi buruk begitu. Apalagi ini soal hantu."
"Sekarang hantunya sudah pergi. Ada suamimu di sini. Jadi jangan takut lagi."
Jun membimbingku untuk kembali berbaring setelah aku menenggak setengah gelas air. Kami berpandangan sejenak dalam cahaya yang remang-remang, masih dengan perasaan mengantuk dan lelah. "Maaf sudah membangunkanmu. Padahal besok kau harus meeting," kataku menyesal. Kepanikanku beberapa saat lalu pasti sudah mengejutkan Jun dalam tidurnya. Aku benar-benar payah dalam mengontrol diri jika sedang bermimpi buruk. Jun tampaknya tidak mempermasalahkan itu. Dia malah tersenyum kemudian mengelus pipiku.
"Sayangku, inilah gunanya hidup bersama-sama. Kebahagiaan dan kesedihan dibagi bersama, bukan salah satu pihak saja. Kalau tadi aku tidak terbangun untukmu dan kau hanya ketakutan sendiri di sisi ranjang yang lain, untuk apa kita menikah?"
Senyumku merekah lebar usai mendengar penuturan tersebut. Dia bicara manis sekali dan meluluhkanku.
"Sekarang tidur lagi. Besok kita harus bangun pagi. Kasihan baby-nya, pasti terkejut saat mama tiba-tiba bangun karena ketakutan."
"Ya." Kelopak mataku memejam perlahan saat Jun menarikku ke dalam dekapannya, begitu nyaman dan hangat sampai aku terlena. Tangannya mengusap punggungku, lalu bernapas tenang. Sampai akhirnya kenyamanan yang dia hadirkan membuatku lekas terlelap kembali dengan lebih nyenyak.
....
Kehamilanku sudah menginjak usia empat bulan sekarang dan perutku agak sedikit membuncit. Aku semakin suka makan buah-buahan dan sayur, padahal sebelumnya aku tak begitu menyukai makanan sehat seperti ini. Jun bilang, untuk sementara aku tidak boleh melakukan kegiatan yang terlalu berat dan menguras pikiran. Tentu saja aku menuruti permintaannya demi menjaga kesehatan antara aku dan janin di dalam perutku.
Sebulan lagi naskah novelku akan dirilis dan hal tersebut membuatku bersyukur karena aku bisa menyelesaikannya lebih cepat sebelum perutku bertambah besar. Sementara menunggu waktu rilis novel terbaruku, aku bisa memanjakan diri sejenak dengan bersantai di rumah. Aku teringat beberapa hari lalu Jun sempat mengatakan bahwa kami mungkin membutuhkan asisten rumah tangga selama aku hamil. Tapi aku belum memberikan tanggapan karena merasa tidak siap harus menerima orang lain di rumah ini.