The End of The Story

1.9K 211 17
                                    

Pastinya ada banyak orang yang berpikir bahwa mati kedinginan adalah hal paling konyol. Itulah yang terus Jihwan pikirkan sepanjang setengah jam ini―di lingkup udara yang dingin menggigit―di bawah butir salju yang terus berjatuhan seakan tak kenal lelah dan dia bersama dengan Jeon Jungkook―sialan, mantan kekasihnya. Pikirannya terasa mulai kosong karena tak kuat menahan dingin.

Dalam kepala bertanya-tanya, kapan mereka akan sampai di pondok yang Jungkook janjikan? Semakin jauh perjalanan, semakin Jihwan tidak bisa memercayai lelaki itu sebab mereka belum sampai juga sejak setengah jam lamanya. Bahkan rasanya tungkai Jihwan sudah tak mampu digerakkan, keras; seperti sudah membatu. Dia bisa membayangkan bagaimana mudahnya menghancurkan kaki yang membeku dengan hanya menghantamkan sebuah batu. Sungguh mengerikan. Mendadak membuat Jihwan merasakan nyeri dan juga takut.

Saat menghela napas begitu dalam, paru-parunya berbunyi―kehabisan udara stabil dan hanya terisi udara dingin yang mengerikan. "Seberapa jauh lagi? Kenapa perkebunan ini luas sekali? Aku mau mati," rutuknya yang langsung membuat Jungkook menatap dengan tangan menyusup di dalam saku celana. Serius, ini sangat dingin―Jungkook nyaris tidak mampu berkonsentrasi dan hanya berpikir soal menyelamatkan diri. Dan tiba-tiba Jungkook merapatkan tubuhnya pada Jihwan hingga membuat gadis itu terkesiap, melayangkan tatapan seperti sinar laser. "Heh, berengsek. Jangan dekat-dekat denganku. Ingat, kita tidak punya hubungan apa-apa lagi."

Jungkook jengkel setengah mati. Padahal ia hanya ingin memeluk gadis itu dan memberikan kehangatan. Ya―walau sebenarnya berharap juga mendapat kehangatan dari Jihwan. "Aku kedinginan, Noona. Sudah tidak kuat lagi. Rasanya mau mati saja," ungkap Jungkook putus asa.

"Ya sudah. Mati saja. Aku tidak akan kesusahan mengubur mayatmu. Biar saja terkubur tumpukan salju."

Mendengar itu Jungkook langsung mendesis dengan lirikan malas, bergegas menjaga jarak. Tapi astaga, otaknya mulai membeku, pasti. "Ini juga salahmu, Noona. Kenapa harus lari memasuki perkebunan saat melihatku. Memangnya aku setan?" heran dibuatnya―meski begitu Jungkook mengerti bahwa gadis itu tengah menghindarinya.

Baru seminggu berlalu sejak mereka putus, Jihwan yang memutuskan untuk mengembalikan barang-barang yang diberikan Jungkook malah berakhir tersesat di perkebunan kelewat luas dan lebar milik keluarga Jungkook. Padahal kalau mereka sampai menikah waktu itu―kehidupan Jihwan di masa depan sudah pasti terjamin; didukung oleh kekayaan keluarga Jeon yang melimpah ruah.

Bibir Jihwan mengerucut sejemang. "Iya, kau setan. Bangsat," gumamnya nyaris tak terdengar tapi kemudian Jungkook menoleh sambil mendengus. Tuhan, kalau mencium Jihwan bisa membuatnya merasa hangat, maka Jungkook berani menyambar gadis itu sekarang juga sampai ke sesi bercinta. O―sialan.

Jaga otakmu, tolol! Kalau kau tidak punya malu, Jihwan pasti akan menginjakmu seperti menginjak serangga.

"Lelaki yang suka selingkuh itu pantas disebut setan. Haus hasrat. Sana-sini oke. Pikirmu aku tidak jijik? Cukup jijik untuk berdiri di samping setan sepertimu."

"Mulutmu, Noona. Kasar sekali."

"Sudah ciri khasku kalau sedang kesal. Apalagi teringat kau main seks sana-sini. Dasar player," cibirnya tambah parah hingga membuat kepala Jungkook panas, namun menyadari bahwa semua itu―penyebab hubungan mereka kandas adalah kesalahan Jungkook sendiri. Lagi pula Jungkook tidak punya kesempatan lagi. Sekarang Jihwan sedang dekat dengan Taehyung; seorang lelaki hebat, menjabat sebagai seorang CEO tapi punya otak bagus untuk memperlakukan gadis yang dicintainya dengan sangat baik. Jungkook sudah pasti kalah bersaing.

Masa bodoh, sih. Jungkook bisa mencari yang lain, walau sebenarnya masih mencintai Shin Jihwan. Dan, meski baru berpacaran kurang lebih setahun lamanya, Jungkook merasa amat bahagia karena Jihwan adalah gadis yang perhatian. Mengenai permasalahan di mana ia selingkuh, dasar otaknya saja yang sakit. Kurang puas melihat satu gadis saja. Matanya sering lapar dan ingin yang lebih dari Jihwan. Padahal Jihwan sangat, sangat sempurna untuk seorang Jeon Jungkook. Kalau Jihwan bukan tipikal yang penyabar―meski kalau sudah terlanjur mengamuk tampak sangat menyeramkan―pasti gadis itu sudah mendorong Jungkook ke jurang agar lekas mati dan mempertanggungjawabkan dosa-dosanya di neraka.

Jungkook menggigit bibir bawah selagi suasana kembali hening. "Noona tidak mau kembali sungguhan? Aku tidak punya pacar lagi sekarang. Kalau Noona mau kembali―"

"Taehyung melamarku kemarin, karena itu aku ingin mengembalikan semua barang-barang yang kau berikan. Daripada menjalani hubungan yang tidak jelas lalu disakiti lagi, aku lebih memilih seseorang yang jelas mengulurkan tangan padaku saja. Terlebih, Taehyung sudah sangat yakin. Kami akan segera menikah akhir bulan ini."

Seketika Jungkook pun membeku di atas pijakan, merasakan nyeri tepat di hatinya. Dan Jihwan berada di depan sana melanjutkan langkah, berharap segera menemukan pondok yang Jungkook maksud agar selamat dari udara yang semakin terasa dingin. "Noona, kalau kau menikah lalu bagaimana denganku?"

"Apa?"

"Aku masih mencintaimu. Apakah ungkapan itu tidak cukup untuk menggoyahkan keyakinanmu?"

Refleks Jihwan pun menyulam satu senyuman paling manis untuknya, membalikkan badan. "Sayangnya aku sudah menentukan pilihan. Lelaki yang tampak jelas di depan mataku, kuyakini sebagai takdir yang berhak mendapatkan cintaku, Jungkook. Dan Taehyung adalah lelaki itu. Dia dewasa dan mampu merangkulku. Karena itu aku merasa kagum padanya. Kita sudah berakhir―aku bukan tipikal yang gampang memberi kesempatan kedua setelah dikecewakan."

Honey LemonTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang