"Apa pun yang terjadi, jangan pernah dekat-dekat dengan si bungsu keluarga Jeon. Aku menyayangimu, sebab itulah aku mengingatkanmu."
Jihwan masih mengingat dengan jelas kalimat yang pernah Seohee katakan sebelum berangkat ke London untuk melanjutkan S2 jalur beasiswa. Sebagai putri sulung keluarga Shin, Seohee memikul banyak beban dibanding Jihwan, si bungsu. Kendati berat membiarkan Seohee pergi ke London dan meninggalkan dirinya, Jihwan tidak dapat berbuat banyak karena tahu Seohee merupakan harapan keluarga mereka di masa depan.
Baginya, menjalani hari-hari tanpa Seohee sama seperti memaksa masuk makanan yang terasa hambar ke dalam mulut. Tanpa Seohee, Jihwan merasa terasing. Ayah dan Ibu mereka menghabiskan hampir sepanjang waktu di toko daging―usaha keluarga yang telah berlangsung puluhan tahun, dari generasi ke generasi. Keduanya tidak pernah membiarkan Jihwan memberikan bantuan dengan dalih bahwa Jihwan perlu belajar lebih giat untuk menyelesaikan kuliahnya. Jihwan tidak secerdas Seohee. Nilai-nilai mata kuliahnya termasuk kategori standar. Jihwan memiliki jauh lebih banyak kekurangan dibanding sang kakak. Jihwan juga tidak aktif dalam aktivitas sosial karena sifat pemalu dan pendiam.
Beberapa tetangga sekitar yang mengenal keluarga Shin bilang, senyum Jihwan terlalu mahal untuk dipamerkan. Jihwan lebih suka bersembunyi di sudut ruang ketika kedatangan tamu atau keluarga yang berkunjung dari kota lain.
Kemudian hari itu terjadi. Hari di mana dirinya merasa dijebak oleh rasa penasarannya sendiri. Ketukan menuntut pukul sepuluh malam. Jihwan tidak berpikir apa pun selain membuka pintu secepat kilat, berpikir bahwa identitas pengetuk pintu adalah ayah atau ibunya yang pulang dari toko (hal yang sama sekali terbilang jarang), sebab kedua orang tuanya lebih suka menetap di tempat mereka bekerja daripada pulang.
Pandangannya seketika meletik ke arah sosok di hadapannya dan dalam hitungan detik membelalak mendapati wajah babak belur seorang pria. Jihwan hampir berteriak hingga salah satu tangan pria itu terulur membungkam mulutnya, sementara tangan lainnya meraih tengkuk dan menahan kuat-kuat agar Jihwan tak berkesempatan menghindar. Kondisinya sangat mencekam waktu itu. Jihwan tidak pernah dekat atau memiliki kenalan dengan pria mana pun. Tapi dia jelas mengenali wajah pria itu hanya dalam sekali lihat dengan bantuan cahaya lampu yang memancar dari ruang utama.
"Bisa tolong aku? Aku butuh obat-obatan, kapas dan lain-lainnya untuk membersihkan lukaku."
Jihwan merasakan kedua lututnya lemas. Tangan Jeon Jungkook masih membungkam mulutnya dengan dorongan kuat, tapi tak lama kemudian pria itu tersadar dan menyampaikan permintaan maaf dengan suara gemetaran. Apakah pria itu kedinginan atau merasa sakit? Udara musim gugur dan angin kencang membuat Jihwan menggigil. Jihwan mengamati sekali lagi untuk memastikan bahwa dugaannya tidak meleset. Sambil merapatkan mantel, Jihwan memikirkan kata-kata Seohee. Dia seharusnya tidak boleh membiarkan orang asing masuk ke rumahnya. Tapi di luar terlalu dingin dan kondisi Jungkook benar-benar buruk. Jihwan lebih suka jika pria itu pergi ke rumah sakit sebab pertolongan dokter rasanya lebih dibutuhkan.
"Me-menurutku kau butuh dokter," katanya gugup. Jihwan menarik napas saat merasakan pergelangan tangannya diraih, dicengkeram erat. Tatapan tajam yang menusuk matanya di keremangan malam begitu mengerikan. Tatapan itu seakan melayangkan ancaman.
"Tidak. Jangan dokter. Aku hanya butuh P3K."
"Kau butuh dokter! Luka-luka itu bisa infeksi."
"Aku tidak mau pergi ke rumah sakit. Kakakku ada di sana. Jika dia tahu―" Jungkook ragu meneruskan kalimat kemudian menghela napas. "Aku butuh sedikit bantuanmu. Hanya dengan P3K."
"Dari semua tetangga, mengapa kau memilih datang kemari?" tanya Jihwan sambil memeluk kedua lengan, berjuang menepis rasa dingin yang memeluk erat.
"Aku tidak tahu. Kurasa hanya kau yang paling aman dan tak akan bilang apa-apa pada orang tuaku. Selain itu kau juga tinggal sendirian." Suara Jungkook yang gemetaran membuat Jihwan merasa iba dan semakin sulit menolak untuk memberi bantuan. Alasan pria itu memilih datang ke rumahnya daripada orang lain terasa masuk akal. Jihwan pendiam dan lebih suka tak ikut campur masalah orang lain. Jika Jungkook memilih tetangga lain atau pulang ke rumahnya sendiri, orang tuanya akan dengan mudah mengetahui kondisi pria itu.

KAMU SEDANG MEMBACA
Honey Lemon
FanfictionIt tastes sweet like honey and sour like lemon. [box of jj couple's short story]