The Other Man

959 120 24
                                        

Sudah enam tahun lamanya Jihwan menikmati kesediriannya. Setelah memutuskan untuk bercerai dari suaminya enam tahun lalu, kini Jihwan menjalani hidup bersama putranya⸺Kim Dante. Jihwan memiliki pekerjaan tetap, tempat tinggal layak, dan penghasilan yang cukup selama membesarkan putranya seorang diri. Meskipun setelah bercerai suaminya melepas tanggung jawab bahkan tak lagi mengunjunginya dan juga Dante, Jihwan membuktikan bahwa dirinya sanggup menjadi seorang ibu yang baik bagi putra semata wayangnya tersebut.

Sempat beberapa kali seorang pria single⸺belum menikah atau pun seorang duda berniat untuk mengubah nasibnya dengan cara memperistri, namun sayangnya Jihwan belum siap membuka hati kembali setelah dikhianati oleh sang suami enam tahun lalu. Dia merasa masih perlu menata dan membenahi hatinya yang dihancurkan dengan kelewat kejam.

Jihwan mengusap pipi merah Dante dengan lembut saat tahu putranya itu telah terlelap nyenyak sambil memeluk robot kesayangannya. Perlahan, Jihwan memindahkan tangan gemuk Dante dan mengambil robot tersebut untuk diletakkan di atas nakas. Bibirnya membentuk kurva kecil lalu berujung mengecup kening Dante dengan cukup lama seraya memejamkan mata. Ketenteramannya terletak pada putranya itu. Hidup matinya ada pada pria kecil itu pula. Kesayangannya, hartanya, yang berharga lebih dari apa pun. Jihwan berjuang keras mendapatkan hak asuh Kim Dante enam tahun lalu dan ia ingat betapa hebat tangis serta rasa syukurnya tatkala hakim menyatakan bahwa ia pantas merawat sekaligus membesarkan putranya.

Memandang Dante dengan lekat, Jihwan kemudian mengulas senyum getir karena paras bocah itu sangat menyerupai ayahnya. Kim Namgyu versi kecil, pikir Jihwan. Dia tak pernah lagi melihat batang hidung pria itu. Jihwan juga tidak tahu apakah kehidupan mantan suaminya itu telah jauh lebih baik atau sebaliknya. Namgyu hanya seorang berandalan, seorang yang tidak bertanggung jawab, dan terlalu jauh dari ekspektasi Jihwan sebelum menikahi pria itu.

Jihwan mengeluskan ibu jarinya pada salah satu alis sang putra lantas berakhir menarik selimut sampai di bawah dagu si kecil dengan perlahan. Saat Dante beringsut tak nyaman disertai isakan, tangan kanannya bergerak ke dada bocah itu dan memberikan tepukan pelan sekaligus desisan keibuan yang menenangkan.

Selang beberapa menit kemudian, Jihwan memadamkan lampu utama dan menyisakan cahaya dari lampu duduk di nakas sebelum menyusul berbaring di samping putranya. Dalam keremangan, matanya menyorot langit-langit kamar sambil memikirkan rincian rencana aktivitas esok pagi. Bangun pagi, bersih-bersih, membuat sarapan, membangunkan Dante, mengantarnya ke sekolah, lalu bekerja. Jihwan menangkupkan kedua tangannya di wajah, lalu menarik napas dalam-dalam, mengembuskannya untuk meraih ketenangan. Setelah berhasil membuat dirinya nyaman, Jihwan berbaring miring untuk memeluk putranya lantas memejamkan mata.

....

Jihwan turun dari mobil dan mengambil langkah berputar ke sisi lain untuk membuka pintu, membantu putranya turun kemudian menggandeng tangan bocah itu, sementara tangan lainnya menenteng tas makan siang. Dante terlihat sangat bersemangat seperti biasanya, bersama ransel hitam dan botol minum yang digantungkan pada lehernya, bocah itu selalu mengawali hari-harinya dengan iringan senyum dan kata-kata terima kasih pada sang ibu. Jihwan masih menatap ke arah Dante sambil mengajak bocah itu berbincang selagi keduanya melangkah ke arah gerbang sekolah dan begitu pandangannya bergerak lurus ke bibir gerbang, mata Jihwan sejenak menyipit karena mendapati eksistensi seorang pria yang tak biasanya berada di sana⸺tengah menyambut dan menyapa kedatangan murid-murid lainnya dengan senyum ramah.

"Dan, apa itu guru baru?" tanya Jihwan penasaran.

"Iya, Mom. Itu guru Dan yang baru. Dia mengajar di kelas Dan, guru Bahasa Inggris. Kami diminta memanggilnya Sir Jun, begitu. Orangnya lucu sekali dan sering membuat Dan juga teman-teman tertawa," cerita Dante sambil mendongak ke arah sang ibu, menampilkan deretan gigi putihnya yang rapi seperti biji timun, juga mata bulatnya yang persis dengan milik Jihwan. Manik cokelat Dante menorehkan semesta paling indah yang pernah Jihwan lihat. Dengan senyuman, wanita itu mengantarkan Dante menuju guru barunya yang telah menyorot ke arah mereka dengan iringan senyum, sejenak membenarkan kacamata lantas berjongkok begitu Dante sampai di hadapannya.

Honey LemonTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang