04 : He Is Sick?

79 13 34
                                    

"Jimin-ah, dada mu masih sering sakit?"

Setelah membeli Lego dan juga beanie, kini Jimin dan Taehyung tengah berada di sebuah cafe. Katanya Taehyung haus, jadi mereka memutuskan untuk singgah ke cafe sejenak.

"Ya... Begitulah." Jawab Jimin seadanya. Ia juga tidak bisa berbohong tentang penyakitnya ini pada Taehyung, karena setiap kali Jimin merasakan sakit, Taehyung pasti mengetahuinya.

"Apa tidak ada cara lain untuk menyembuhkannya? Aku tidak mau terus-menerus melihatmu kesakitan."

Hal yang tidak banyak diketahui orang ramai adalah sikap peduli Taehyung yang begitu besar pada sahabatnya. Walaupun Taehyung itu menyebalkan, walaupun dia menjengkelkan, walau Taehyung aneh. Tapi tetap, Taehyung masih memiliki rasa simpati. Terlebih jika itu menyangkut Jimin dan orang-orang terdekatnya.

Gelengan kepala diberikan oleh Jimin, wajahnya berusaha menampilkan senyuman yang sebenarnya tidak ingin ia tampilkan. "Penyakit ku sudah parah, lagipula ini bawaan lahir, kalaupun aku ingin sembuh itu tidak mudah.

"Mencari pendonor bukanlah hal yang mudah, Taehyung." Sambungnya.

"Jimin-ah, apa boleh aku menjadi pendonor bagimu?"

Mata Jimin membulat, terkejut mendengar perkataan yang keluar dari mulut sahabatnya membuat Jimin menggelengkan kepalanya dengan cepat. "Tidak-tidak! Untuk apa kau melakukan itu?"

"Aku ingin kau sembuh, Jim. Lagipula aku ingin menolongmu, sama seperti kau yang selalu menolongku."

"Tae, jantung itu sesuatu yang sangat penting bagi manusia. Dan kau jangan merelakan jantungmu begitu saja, biarkan aku berjuang sendiri, aku ingin melihat sampai kapan Tuhan akan memberikan rasa sakit ini untukku."

Tentunya Taehyung tidak tinggal diam, mendengar hal itu membuatnya memukul pelan lengan Jimin. "Yak! Jangan bicara seperti itu..."

Jimin tersenyum tipis, mungkin takdir yang Tuhan gariskan untuknya adalah seperti ini. Ia harus merasakan sakit sejak dulu hingga kini usianya menginjak 17 tahun. Usia yang bisa dibilang mulai bisa menahan rasa sakit yang menyerangnya, kalau dulu ia hanya bocah dibawah umur 15 tahun, yang tidak bisa menyembunyikan sakitnya itu. Sehingga Taehyung dan semua orang terdekatnya harus tahu tentang penyakitnya.

Jantung, hanya jantung yang saat ini Jimin butuhkan. Setelah divonis menderita penyakit jantung bawaan, dari semenjak lahir sampai sekarang pun Jimin harus tetap mengkonsumsi obat. Bahkan saat ini di dalam jantungnya terdapat alat pacu jantung yang membantu dirinya mengontrol detak jantungnya.

Semakin hari keadaan jantung Jimin semakin melemah, itulah kenapa Jimin sangat membutuhkan jantung seseorang. Sudah hampir satu tahun ia diam-diam meminta bantuan pada dokter pribadinya untuk mencarikan donor jantung untuknya, tapi sampai sekarang ia bahkan belum menerima kabar gembira soal itu.

"Taehyung-ah, kau ingin menolongku ku bukan?" Pertanyaan yang Jimin lontarkan berhasil mendapatkan anggukan kepala dari Taehyung.

"Tentu saja! Aku akan membantumu apapun itu selama aku bisa."

"Kalau begitu tolong aku agar merahasiakan soal donor jantung itu dari Jihoon, Yuri bahkan Seokjin Hyung dan yang lainnya. Aku tidak ingin mereka tahu, sudah cukup kau saja yang tahu. Tidak boleh ada orang yang tahu soal ini, selain kau."

Taehyung terdiam sejenak mendengar perkataan Jimin, untuk kali ini ia ragu.

"Apa kau bisa melakukan itu untukku?" Jimin kembali berucap, membuat Taehyung semakin ragu dibuatnya.

---oOo---

Pohon-pohon musim semi yang semula ditumbuhi berbagai macam bunga yang hanya mekar saat musim semi tiba, kini mulai tidak lagi terlihat, hanya terlihat pohon musim semi yang menampilkan kerangkanya saja.  Membuat jalanan di sekitar yang awalnya nampak indah dengan warna-warni dari bunga, kini juga mulai kehilangan keindahannya.

Keindahan memang datang dalam waktu yang begitu singkat.

"Jimin-ah, liburan akhir pekan nanti aku akan pergi mengunjungi kakek dan nenekku di Daegu. Bagaimana menurutmu?"

"Bagaimana apanya? Pergilah, bukannya kau sangat suka merengek pada Ayah dan Ibumu hanya untuk yang satu itu? Lagipula liburan semester kemarin kau juga tidak pergi liburan."

Taehyung menyenggol lengan Jimin yang sekarang ini tengah berjalan di sebelahnya, untuk hari ini mereka berangkat ke sekolah bersama.

"Ah kau... Masih ingat saja tentang aku yang sering merengek." Kata Taehyung sedikit malu.

"Tentu saja sialan, pertama kali aku bertemu denganmu juga itu karena melihatmu yang tengah merengek. Agaknya kau memang hobi sekali merengek."

Mereka berdua memang seumuran, tapi Taehyung akui Jimin itu sedikit lebih dewasa darinya. Dan hal yang paling sangat terlihat dari Park Jimin ini adalah, ia bukanlah seperti Taehyung. Jimin tidak aneh dan menyebalkan, ia berbeda jauh dengan anak lelaki yang tengah berada di sampingnya saat ini.

Taehyung menggaruk kepalanya yang tidak gatal, "Ah iya... Sepertinya karena ini pengaruh aku adalah anak terakhir di keluargaku." Jimin mendengus mendengar ucapan Taehyung, apa hubungannya antara sering merengek dengan anak terakhir?

"Omong-omong, kak Taeyon juga ikut ke Daegu?"

Anggukan kepala diberikan oleh Taehyung, "Iya, Noona bilang dia, suaminya dan Taemin juga akan ikut." Jawab Taehyung.

Taeyon adalah kakak perempuan dari Taehyung, usia mereka hanya berbeda 13 tahun. Taeyon bahkan sudah menikah dan di karuniai satu orang anak laki-laki, namanya Taemin. Karena Taeyon sudah menikah, membuat Taehyung dan Taeyon harus terpisah rumah. Menyebabkan keduanya jarang sekali bertemu.

"Taehyung-ah, nanti bawakan aku buah tangan dari Daegu ya."

"Oh tidak bisa, uang bulanan ku sudah menipis."

Wajah Jimin menampilkan ekspresi cemberut, sementara Taehyung seolah-olah tidak memperdulikan ekspresi yang keluar dari wajah Jimin.

"Aku kasihan pada Taemin, kalau saja ia tahu Pamannya ini pelit. Entah apa reaksinya nanti." Sindiran secara jelas diberikan Jimin pada Taehyung, ia ingin Taehyung menuruti permintaannya itu. Karena jarang sekali ia meminta buah tangan dari Daegu padanya.

"Haish, baiklah. Kau mau ku bawakan apa?" Benar-benar rasanya tidak sia-sia Jimin berucap menyindir pada Taehyung. Nyatanya dengan mudahnya Taehyung menanyakan padanya apa hal yang diinginkannya.

"Bawakan aku beanie dan apapun itu terserah mu, ku dengar beanie disana juga tak kalah bagus jadi aku ingin merasakan memakainya."

Taehyung mengangguk faham, sahabatnya yang satu ini permintaannya pasti tidak jauh dari sebuah beanie. Entah mungkin sudah berapa banyak beanie yang Jimin punya.

"Baiklah, akan ku bawakan itu untukmu."

"Benarkah? Ah kau baik sekali Taehyung-ah, terimakasih." Ucap Jimin yang kemudian pergi lebih dahulu meninggalkan Taehyung, dengan sesekali berlompat menandakan Jimin sangat senang saat mendengar bahwa sahabatnya itu akan membawakan sebuah beanie untuknya nanti.

Senyuman lebar memenuhi wajah tampan Taehyung, pandangan matanya tidak lepas dari Jimin yang tengah berjalan kearah halte bus dengan perasaan senangnya. Walaupun Jimin bersikap dewasa tapi ia melihat Jimin seakan-akan melihat bocah berusia 5 tahun.

Untuk sekarang Taehyung bersyukur, setidaknya ia masih bisa melihat senyuman yang terukir di bibir milik Jimin. Senyuman yang selalu ingin ia lihat dalam waktu yang lama.

"Tuhan, apa bisa aku melihat senyuman Jimin dalam waktu yang lebih lama lagi?"

---oOo---

To be continued...

My Sunshine EuphoriaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang