09 : Flower, Rain & Him

65 11 38
                                    

"Yuri-ssi, kau suka hujan bukan?"

"Dulu iya, sekarang tidak."

Alis Jimin terangkat sebelah, merasa bingung dengan perkataan kekasihnya itu. "Tapi kenapa?"

"Basah kuyup,"

"Hanya itu?"

Yuri menatap manik mata milik anak lelaki yang tengah berada di sampingnya, sekarang sedang hujan dan mereka tengah berada di bawah hujan dengan sebuah halte bus yang menjadi tempat berlindung keduanya. "Sekarang aku mudah demam jika terkena air hujan."

Iya, Yuri itu memang mudah sekali demam hanya karena terkena air hujan. Padahal dulunya ia sangat sering bermain di tengah-tengah rintiknya hujan.

"Dan apa sekarang kau membenci hujan karena perihal demam?"

"Tidak juga, sampai kapan pun aku akan tetap menyukai hujan. Jimin-ah, hujan itu anugerah Tuhan, dan tidak baik jika kita membenci anugerah dari Tuhan."

Jimin tersenyum mendengarnya, benar apa kata Yuri. Anugerah Tuhan tidak patut kita benci, sekalipun anugerah itu seringkali membuat orang-orang merasa ketakutan. Seperti hujan, ia ditakuti karena tak jarang mendatangkan guntur bersama dengannya, tapi di balik itu hujan juga membawa pelangi yang sangat indah.

There is always good after bad, dan hujan membuktikan itu semua dengan membawa pelangi setelah guntur pergi.

"Bagaimana denganmu, Jim? Kulihat selama ini sepertinya kau menyukainya hujan."

Pandangan mata Jimin dibawa untuk melihat setiap titisan air hujan yang jatuh ke aspal, menatapnya dengan penuh arti, "Aku tidak menyukai hujan, tapi aku juga tidak bisa membencinya."

"Kenapa?" Dan kini giliran Yuri lah yang dibuat kebingungan.

Waktu sudah menunjukkan pukul 6 sore dengan langit yang mulai berubah menjadi senja, seragam sekolah yang awalnya basah kini mulai mengering. Di luar prediksi jika memang ternyata hujan akan turun sore itu juga.

"Karena terkadang hujan yang membawaku bertemu kedua orangtuaku. Mereka datang saat hujan juga datang."

Wajah Yuri seketika menoleh ke arah samping, memperhatikan Jimin dari samping dengan segala isi pikirannya tentang hujan.

"Dan begitu juga dengan bunga, kau tahu bukan? Aku ini sebenarnya tidak suka bunga. Tapi dua orang wanita yang berharga bagiku sangat menyukai bunga. Aku tidak bisa membenci sesuatu yang sudah memberikan sebuah kebahagiaan kepada orang yang ku sayangi."

Kepala anak laki-laki itu di arahkan untuk melihat ke sampingnya dengan disertai sebuah senyuman manis, hingga pandangan dua sejoli tersebut saling bertemu.

Ya, Lee Yuri adalah salah satu wanita paling berharga bagi Jimin setelah Ibunya.

Faham dengan tatapan yang Jimin berikan membuat gadis itu ikut tersenyum. Tak lama kemudian ia menyenderkan kepalanya pada bahu Jimin, menatap derasnya air hujan sambil menghirup aroma khas dari hujan.

"Jimin-ah, jadilah matahari yang bersinar untukku, jangan jadi dandelion yang pergi setelah mekar."

---oOo---

Jalanan yang licin, di penuhi dengan genangan air seakan-akan tidak menjadi penghalang bagi Jungkook untuk tetap melajukan motornya membelah jalanan Seoul.

Selepas hujan reda, ia dengan cepat melesat menuju suatu tempat. Kecepatannya motornya diatas rata-rata, pikirannya kalang kabut, dan pandangannya kosong. Yang ia butuhkan saat ini hanyalah tempat mengadu.

My Sunshine EuphoriaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang