Hasil: Kembali

67 8 48
                                    

Seorang pria tengah kelimpungan. Sesekali ia berdiri, kemudian duduk. Matanya berulang kali menengok ponsel yang tidak juga menunjukkan apa yang semenjak tadi dinantinya. Ia kembali duduk di sebuah bangku taman dan menyandarkan dirinya pada pohon besar di belakangnya. Matanya terpejam sampai sebuah suara menyapa rungunya.

"Maaf."

Mata pria tersebut terbuka dengan malas. Ia mengembuskan napas panjang. Suara yang sangat dirindunya baru saja menyapa telinga, tetapi ia lebih dulu merasa muak.

Seorang wanita tampak terengah-engah. Tasnya diselempangkan sembarang dengan tangan kanan mengapit sebuah jaket. Rambutnya masih tergerai, sedangkan tangan kirinya memegang ikat rambut. Ia terlihat menyesal karena membuat pria di hadapannya menunggu lebih dari satu jam. "Maaf ... barusan aku ketidur ...."

"Begadang lagi?" tanya si pria dengan tatapan datarnya. "Chat-an sama katingmu itu?"

Si wanita tertegun mendengar nada kekasihnya yang tidak ramah sama sekali. Matanya bergetar. Ia menyesal sekaligus takut akan ada perseteruan entah ke berapa kalinya.

"Dalam sebulan cuma ketemu sekali aja susah banget dan kamu lebih peduli sama katingmu itu." Ia tersenyum sinis. "Makasih udah susah payah datang. Aku pergi, tugas kuliahku juga masih numpuk." Setelah mengatakannya, pria tersebut berbalik dengan perasaan kesal.

"Maaf," ucap si wanita membuat prianya menghentikan langkah. "Sebagai gantinya, aku akan nungguin juga. Kerjain tugasmu cepat-cepat, ya. Aku nunggu di sini. Cepat balik, Tri!"

Perkataan wanita itu seperti angin lalu. Prianya tetap pergi dan menjauh darinya.

**

Satu jam telah berlalu dan si wanita masih menunggu. Kini rambutnya telah diikat sempurna. Jaket yang sebelumnya hanya tersampir sekarang sudah sepenuhnya ia pakai. Siang ini tidak hujan, tetapi terasa dingin. Meskipun jam sudah menunjukkan pukul sebelas siang, matahari masih belum menghangatkan si wanita.

Purnama Putri, wanita itu merenggangkan badannya. Mulutnya menganga lebar. Ia sudah kelelahan sekaligus mengantuk. "Ha!" Ia berteriak, tidak peduli dengan beberapa pasang mata yang langsung melihatnya. "Apa menunggu emang senyebelin ini? Sebenarnya udah berapa kali aku membuat dia menunggu sampai-sampai dia tega kayak gini?"

Ia menggerutu sendiri. Namun, tiba-tiba saja otaknya memutar semua kesalahannya akhir-akhir ini. Tiga bulan yang lalu, ia membatalkan janji karena sedang sibuk dengan komunitasnya hingga tidak bisa bertemu. Bulan berikutnya, mereka berulang kali mengubah jadwal bertemu sampai akhirnya tidak terlaksana karena libur akhir semester keburu tiba. Hari ini, lagi-lagi ia mengecewakan karena datang terlambat. Sudah lama sekali keduanya tidak berjumpa dan nyaris semua kegagalan rencana tersebut digagalkan oleh si wanita.

Bibir wanita itu melengkung ke bawah, badannya merosot, ia mulai mengeluarkan erangan aneh yang membuat orang di sekitarnya menjauh. "Ternyata emang aku yang salah. Tapi ... tapi tetap saja gimana bisa dia tega tidak menengokku sekali pun? Argh, bodoh! Bodoh!" Ia meniup poninya kasar. "Baiklah, baiklah. Karena dari awal memang salahku, maka aku akan menunggu lebih lama. Ya, asalkan tidak sampai setahun," pasrahnya.

"Purnama? Kamu ngapain?"

Purnama segera menegakkan duduknya. Ia menatap canggung ke arah seorang pria yang baru saja menghampirinya. "Enggak, Kak. Kakak sendiri?"

Pria itu tersenyum manis, kemudian tanpa perlu izin mendudukkan dirinya di samping Purnama. "Aku beli perlengkapan yang kurang buat pertunjukan besok. Oh, iya, kemarin kamu tidur nyenyak? Maaf, karena harus nyelesaiin tugas, aku jadi nge-chat kamu terus-terusan."

Journal..: When Leaves Fall [Songfic]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang