Analisis Perkataan

40 7 43
                                    

"Terima kasih, semuanya. Hati-hati di jalan." Ungkapan terima kasih dan perpisahan bergiliran diucapkan para panitia acara. Gladi bersih sudah selesai dilaksanakan, satu per satu orang mulai menjauh dari panggung yang akan digunakan besok.

Purnama sebagai salah satu panitia acara turut membereskan sisa-sisa latihan. Setelah semuanya bersih dan siap digunakan esok hari, para panitia saling menyemangati sebelum akhirnya memutuskan pulang ke rumah masing-masing.

Jam sudah menunjukkan pukul delapan malam, untung saja malam ini bulan bersinar terang. Tanpa awan atau mendung, bulan sempurna bulat membuat Purnama tersenyum cerah. "Apa aku lahir kembali?"

"Wah, Purnama di bawah purnama." Seseorang muncul dari balik dinding membuat Purnama terkejut.

"Kamu masih di sini?" tanyanya heran melihat sang kekasih belum pulang juga setelah gladi bersih. Treesna, pria itu merupakan anggota band yang kebetulan diundang untuk mengisi acara di kampus Purnama.

"Aku lagi bingung ...." Ia menggantung kalimatnya dan mulai berjalan bersisian dengan Purnama. "Bukankah sinar purnama sangat terang? Tapi kenapa cahaya di sampingku lebih silau?"

Keduanya tertawa, tetapi diakhiri begitu saja oleh si wanita. "Usaha yang bagus, Tri."

"Aku bawa motor. Ayo, aku antar pulang!" Saat Treesna mendahului menuju parkiran, Purnama menarik bajunya dengan senyuman memohon.

**

"Bukankah sayang kalau melewatkan bulan purnama?" ujar seorang wanita dengan mulut penuh daging kambing.

Di bawah bulan purnama, dua insan sedang menikmati sate kambing. Seperti biasa, keduanya berada di taman. Si wanita tampak begitu bahagia. Semua lelahnya serasa hilang begitu saja setelah bertemu dengan kekasihnya. Namun, prianya justru memperlihatkan sorot mata berbeda yang sayangnya tidak disadari purnama.

"Ah ... apa kita harus pesan satu kodi lagi?" tanya Purnama setelah piringnya benar-benar bersih.

Treesna tertawa. "Cewek mana yang makannya begini? Nanti enggak ada cowok yang mau, loh." Tangannya tergerak mengelap pipi Purnama yang terkena saus kacang. "Bang, satu kodi lagi, ya."

Purnama segera mengabaikan gugup yang sempat menghinggapinya. Ia segera kembali ke dirinya seperti biasa. Dengan percaya dirinya, ia memajukan dagu untuk menunjuk ke arah Treesna. "Kamu mau." Setelahnya ia tertawa geli sendiri.

Abang-abang tukang sate membawakan sepiring sate ke hadapan keduanya. Purnama menghidu aroma sedap yang langsung menyapa penciuman. "Tri, aku menyukaimu," ucapnya sebelum mengambil satu per satu sate dan memasukkan ke dalam mulut.

"Apa kamu melantur?" kekeh Treesna mendengar pengakuan tidak terduga tersebut.

"Kamu sudah ketemu sendiri, 'kan, sama Kak Sadewa? Dia benar-benar cuma katingku, tidak lebih. Lagian kalau diingat-ingat ... aku emang belum pernah mengatakannya dengan benar." Wanita itu menelan sisa makanan di mulut dan cepat-cepat mengelap bibirnya. Duduknya menjadi tegak dan rapi. "Aku ... mencintaimu, Tri."

Treesna jutru tertawa dibuatnya. Ia saja tidak pernah berkata demikian, tetapi kini ia merasa tengah dilamar seorang wanita. "Kamu benar-benar sedang melantur? Apa lebih baik pulang sekarang?"

Si wanita menggeleng mantap. "Kita harus habiskan dulu, setelah itu aku mau kita ke suatu tempat. Bisa dibilang ini keinginanku sejak lama. Oh, iya, aku benar-benar mencintaimu, Tri. Ingat baik-baik!"

"Apa kamu lagi mengancamku? Kayaknya gara-gara sinar purnama kamu jadi lebih tidak waras dari biasanya." Pria itu menggeleng-geleng tidak percaya.

"Baiklah, aku memang tidak waras. Tapi entahlah. Aku merasa ... sangat bahagia? Wah, kayaknya aku benar-benar jatuh cinta padamu, Tri. Lagi. Aku ...." Sedang asyik-asyiknya mengungkapkan perasaan cinta, ponselnya berdering tidak henti. "Ah, kenapa juga dia terus meneleponku? Sebentar, ya, aku akan melanjutkannya nanti."

Journal..: When Leaves Fall [Songfic]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang