Kini dia memandang segalanya seperti rumah-rumah yang berdiri jaraknya ribuan kilometer jauhnya. Tiap rumah diselimuti oleh semacam plastik tembus pandang dan tak akan dengan mudah dimasuki orang lain kecuali hanya orang-orang paling penting. Dia memandang dari jauh sembari berpikir, tak akan ada satupun dari rumah itu yang akan mengizinkan orang sepertinya masuk.
Maksudnya-- orang aneh yang lebih suka menghabiskan waktu sendirian sembari merenung, seolah ada awan hitam di atas kepalanya yang tak pernah hilang, yang membanjiri tubuhnya dengan hujan sepanjang waktu. Dia tak pernah usai dengan benaknya, tak pernah usai dengan perasaannya. Orang aneh itu terus berputar-putar dalam lingkaran tanpa satupun orang yang memperhatikan atau peduli pada awan hitam di kepalanya.
"Kau tahu apa guna-ku?" Ia bertanya pada batu. Jelas ia tahu jawabannya.
Kemudian karena kesal, dia melemparkannya ke sungai dan muncul lah gelombang kecil di sekitarnya.
Ia berharap ranting menanyainya sesuatu, ia berharap hidup bersama pohon saja. Namun ia tak suka jadi pohon.
"Kalau kau tak suka, kenapa menimbunnya? Lepaskan saja." komentar rumput liar tentang perasaannya. Dia menyuruh rumput itu diam, rumput itu sama sekali tak tahu apa-apa tentangnya. Mereka hanya pandai berkomentar dan melakukan itu sepanjang waktu. Tanpa bosan, tanpa jeda, tanpa nada yang enak di dengar, tanpa peduli pada perasaan yang ditanyainya.
"Ini, banyak yang hilang, banyak yang terbakar." Dia mengatakannya pada rumput sembari mengelus sebuah batang pohon. Kita semua adalah tanah yang seharusnya menumbuhkan pohon kita sendiri, dan membantu pohon lain tumbuh.
![](https://img.wattpad.com/cover/246248498-288-k160409.jpg)