Minggu pagi, hari cerah dan indah dengan udara sejuk dan angin semilir. Ah.. sungguh suasana yang sangat pas untuk molor sampai siang. Setidaknya itulah rencana Popi sampai akhirnya ibunya jerit-jerit memanggilnya.
"Pop! Bangun Pop! Cepetan! tuh si calon mantu emak udah nungguin di teras noh!!"
Sambil setengah ngelindur dan menggeram, Popi dengan setengah hati berusaha membuka mata, "Haaa.. apaan sih mak?"
Karena tak sabar melihat anak gadisnya yang klemar klemer alias lemot, si emak pun akhirnya melabrak kamar Popi dan menyiram gadis itu dengan air mujarab yang dibawanya dari kamar mandi langsung di TKP.
"Astagfirullah! Anak gadis jam segini belom bangun! Mandi kagak lo!! Noh si Damar udah nungguin di ruang tamu!"
Popi yang menyadari bahwa dirinya telah disiram oleh emaknya pun akhirnya kaget, sembari mengumpulkan kesadarannya, dia turun dari kasur, kemudian jingkrak-jingkrak dan meraung, "Ih!! Apaan sih mak!"
"Mandi sono! Cepetan!! Si Damar tuh udah nungguin dari abis subuh tadi!"
Tak kuasa melawan emaknya lebih jauh karena takut uang jajan di potong dan mengingat dirinya yang saat ini masih nganggur, akhirnya dengan lesu, Popi menuruti perintah emaknya meski sambil ngedumel sendiri.
Setelah beberapa jam dengan sengaja Popi mandi lama-lama, dan setelah sempat membuat sambelan terasi untuk bapaknya atas perintah emaknya, dia pun akhirnya menemui Damar yang saat ini lagi cengar-cengir di depannya. Popi berusaha menyapa teman masa kecilnya itu dengan sebaik-baiknya, meski sebenarnya dia masih sedikit kesal karena waktu tidurnya diganggu, "Ngapain lo? Cengar-cengir sendiri. Sehat?"
"Haloo Pop mie ku yang cantik, marah-marah aja nih pagi-pagi. Sehat kok, Abang sehat~"
Mendengar kata terakhir yang diucapkan cowok itu membuat Popi bergidik ngeri bercampur jijik.
"Idihh, geli banget gue dengernya."
Damar tertawa lepas karena berhasil membuat Popi kesal. Disisi lain dia gemas sendiri melihat wajah Popi lengkap beserta sisa belek di matanya. Sangat mencerminkan wajah orang baru bangun tidur.
"Udah lama lo nunggu?" Tanya Popi terlalu basi.
"Enggak kok, baru 4 jam yang lalu, hehe.." Jawaban Damar lebih basi lagi.
"Dih. Ngapain sih lo kesini pagi-pagi? Tau gak, gue tuh mau berduaan sama kasur sampek siang."
Hari ini rencananya Damar akan mengajak teman masa kecilnya yang agak pemalas itu untuk jogging, tapi sepertinya agak kesiangan karena nungguin Popi bangun dulu, jadi Damar pikir mungkin mereka bisa jalan-jalan santai aja di sekitar komplek.
"Daripada berduaan sama kasur, mending juga berduaan sama gue Pop."
Mendengar pernyataan itu, entah kenapa pipi Popi nge-blush sendiri tanpa bisa dikendalikan. Dia memang merasa kalau akhir-akhir ini hubungan diantara mereka berdua sepertinya agak dibumbui dengan genre romance. Padahal biasanya cuma genre komedi atau gak thriller kalau Popi lagi ngamuk sambil mencak-mencak. Disaat itu Damar sok-sokan berperan sebagai air yang berusaha memadamkan lahar. Atau kalau gak gitu nyoba jadi badut Ancol pas Popi lagi sedih, katanya biar sedihnya gak lama-lama dan air matanya gak keluar banyak, jadi bisa berhemat. Selain itu juga biar satu RT gak kebanjiran karena Popi kalau lagi broken heart jadi punya hobi nyeleneh nyalain semua keran air warga.
"Buset dah, sok-sokan romantis lo?"
"Emang romantis kali, Pop." Pernyataan itu plus tambahan senyuman dan ekstra lesung pipi damar membuat Popi makin salah tingkah. Gawat, bisa-bisa dia jerit-jerit kalau gak ditahan. Untungnya, kepalanya masih bisa berfungsi dengan normal dan pemikiran logisnya masih agak jalan, jadi dia bisa meredam tingkahnya sendiri.
"Jalan-jalan yuk sama gue? Keliling komplek."
Popi sangat terkejut seperti mendengar kabar kalau akhirnya ada gajah nikah sama monyet, bahwa dia dibangunkan dari ritual tidur cantik ala putri kukangnya cuma untuk diajak keliling komplek!
"HAH, lo gak ada tujuan lain apa? Ngapain gue bersusah payah bangun dari tidur cantik gue cuma buat keliling komplek?? Kalau keliling komplek, mah, gue udah terlalu sering!"
Seperti sudah bisa menebak reaksi yang akan diberikan si Pop mie-nya, Damar pun sudah menyiapkan jawaban yang diyakininya sangat manjur.
"Eits, tapi kali ini keliling kompleknya beda, Pop."
"Apaan emang?"
"Kemaren gue denger ada pasar kaget depan komplek, banyak orang jualan street food - street food gitu lah. Lo yakin gamau kesana?"
Merasa sedikit tersinggung karena harga dirinya seolah bisa dibeli hanya dengan jajanan street food, akhirnya Popi menimpali dengan galak, "Lo pikir harga diri gue setingkat jajanan?! Yah tapi, kalo ada pasar kaget yang banyak jualan makanan mah ayok aja gue mah." Dia pun melenggang keluar rumahnya lebih dulu diikuti Damar di belakangnya, terus pamit sama emak dan bapak yang lagi santai-santai di kursi teras.
"Jalan nih, lo berdua? Mau kemana?" Tanya bapak.
"Tauk nih si Damar Kurung random amat ngajakin keliling komplek." Sahut Popi menyindir Damar.
"Hehe, mau jalan santai keliling komplek terus ke pasar kaget di depan, Pak. Jangan khawatir, nanti Damar bawain martabak manis ya." Damar cengar-cengir sambil mencium tangan bapak.
"Aduh, gausah repot-repot nak Damar, tapi kalau misal disana juga ada kayak makanan Korea gitu boleh juga bawain kalau mau ya." Emak Popi menimpali sambil tersenyum sumringah.
"Emak ih!!" Teriak Popi mendengar pesanan emaknya.
"Bercanda doang kok, aduh marah-marah aja nih bocah. Udah gak usah repot-repot ya nak Damar. Jagain Popi aja biar dia gak mencak-mencak dijalan, ntar malah ngerepotin warga."
"Ih emak!!" Lagi-lagi Popi sebal mendengar ocehan emaknya. Mereka berdua pun akhirnya melenggang pergi, menikmati suasana komplek yang begitu-begitu aja tapi kali ini udaranya terasa lebih segar dan sejuk. Beberapa saat kemudian mereka tiba di depan komplek, tempat pasar kaget berdiri. Orang-orang juga jadi kaget karena mendadak ada pasar di depan komplek mereka."Mau beli apa, Pop?"
Popi yang sejak tadi fokusnya sudah teralihkan pada penjual ayam gunting krispi pun jadi mendadak sedikit linglung.
"G-gue mau kesana bentar ya! Mau beli ayam!" Popi segera berlari ke kang ayam krispi tanpa basa-basi. Fokusnya pada dunia nyata memang mudah teralihkan kalau sudah menyangkut makanan. Melihat Popi yang mendadak berlari, Damar pun tegopoh-gopoh mengikuti dibelakangnya.
"Bang, gue mau nyoba gunting ayamnya, boleh?"
Abang ayam krispi yang tangannya pegal karena sedari tadi menggunting ayam tanpa henti sangat senang mendengar tawaran bantuan gratis dari Popi.
"Wohh, boleh-boleh, Neng. Sok, mangga atuh." Abang penjual ayam pun menyerahkan gunting itu kepada Popi, dan gadis itu menerima gunting itu selayaknya menerima benda keramat.
Popi pun menggunting dengan sepenuh hati, perasaannya tercurah pada setiap ayam krispi yang ia potong sambil membayangkan betapa nikmatnya saat nanti ia akhirnya bisa menikmati potongan ayam krispinya itu. Tapi tiba-tiba, tanpa sengaja salah satu jari Popi sedikit tersayat gunting yang ia gunakan dengan kecepatan penuh itu. Disaat itulah Damar, sebagai pahlawan yang kesiangan banget dengan sigap berusaha untuk menolong dan menenangkan Popi yang saat ini sudah jerit-jerit gak karuan. Darah yang mengalir perlahan dari luka di jarinya diusap perlahan dengan tangan Damar yang membuat Popi makin jerit-jerit. Akhirnya, setelah sempat membayar satu porsi ayam gunting krispi yang tadi sempat Popi potong, Damar pun membawanya agak jauh dari hiruk pikuk pasar kaget.
"Duh, makanya kalo motong tuh hati-hati, dasar Pop mie. Gini kan kalo gak hati-hati, kesian orang-orang udah kaget liat pasar kaget, tambah kaget liat lo jerit-jerit."
Popi yang kesal karena merasa dimarahi oleh Damar pun memarahi cowok itu balik.
"Lo tuh ya! Bukannya bantuin malah marah-marah!"
"Enggak marah-marah, aku khawatir aja." Kata Damar lembut sambil menempelkan jari-jari Popi ke bibirnya."
Melihat hal itu, Popi nge-blush gak karuan. Salah tingkahnya sudah tidak bisa dikendalikan lagi.
Tepat sebelum tamparan keras mendarat di pipi Damar, cowok itu dengan santai mengucapkan, "Hmm... Bau terasi."