2. Penderitaan

18.5K 610 6
                                    

Entah berapa lama Ilsa meringkuk di dalam penjara bawah tanah  kerajaan. Ruangan lembab yang gelap itu kosong. Tidak ada satupun orang  di dalam sel-sel yang biasanya pasti selalu penuh oleh tahanan ayahnya.  Nampaknya Samael melepaskan mereka semua, dan menyisakan satu ruangan  besar itu hanya untuk dirinya.

Dua orang prajurit berjaga di depan  selnya 24 jam dan hanya mengijinkan pelayan yang membawakan makanan  untuk masuk. Itu juga hanya untuk meletakkan dan mengambil baki yang  berisi makanan seadaanya. Bubur, roti, nasi. Tidak ada satupun dari  makanan yang dihidangkan padanya, biasa di makan oleh Ilsa.

Tapi  gadis itu menelan semuanya. Walaupun kedinginan dan ketakutan, ia tidak  akan menyerah dan yang pasti ia tidak ingin mati di tempat itu.

Dadanya  yang di cap oleh Samael meradang pada hari ke tiga. Mungkin karena  kotor atau tidak segera diobati, bekas lukanya mulai bernanah dan berbau  busuk. Bukan hanya itu, infeksi yang ditimbulkan oleh boroknya, membuat  Ilsa mengigil kedinginan walaupun tubuhnya terasa panas.

Prajurit  yang berjaga di depan penjara sepertinya melaporkan hal itu kepada  Samael karena tidak lama datang seorang tabib ke dalam selnya.

Seorang wanita dengan rambut memutih yang disanggul rapi kebelakang.

Wanita  itu menghampiri Ilsa yang meringkuk di lantai tanpa alas. Masih  mengenakan kain tipisnya yang compang-camping dan kini basah oleh peluh,  keadaan Ilsa tampak mengenaskan.

Magda menjulurkan tangannya  meraih lengan Ilsa yang memeluk dirinya sendiri. Gadis itu tersentak  bangun begitu merasakan sentuhan dari Magda.

Matanya yang tadinya  menutup langsung terbuka lebar, menatap kearah wanita yang berlutut di  depannya. Dengan nafas terengah, Ilsa bangkit dari tidurnya dan merayap  mundur.

"Aku bukan hendak menyakitimu. Aku kemari hendak mengobati  lukamu. Lihat!" Magda mengangkat wadah porselein di tangannya dan  melambaikannya di depan wajah Ilsa. "Aku membawa obat."

Ilsa  melirik wadah itu dan kembali melayangkan pandangannya yang terasa panas  ke Magda. Tidak yakin apa kah ia bisa mempercayai wanita itu atau  tidak.

Tapi bekas lukanya yang terus berdenyut membuatnya tidak punya pilihan. Ia pun akhirnya merangkak kembali mendekat.

Magda  meraih ujung gaun bagian depan Ilsa yang sobek dan melekat di boroknya.  Dengan hati-hati ia menariknya agar terlepas dari luka yang bernanah  itu.

Bisa dirasakannya tubuh Ilsa yang menegang, berusaha menahan rasa sakit setiap ia menarik kain dari boroknya yang basah.

Wajar saja, pikir Magda. Luka Ilsa sudah seharus nya mengering saat ini.

Samael  pasti menekan sekuat tenaga. Menyebabkan dalamnya luka yang diderita  Ilsa, yang mungkin menjadi salah satu sebab mengapa luka Ilsa bukannya  mengering tapi bertambah parah.

Magda mengoleskan ramuannya ke dada Ilsa dan bangkit berdiri.

"Aku akan kembali lagi besok mengecek luka mu dan membawakan beberapa obat lain. Istirahatlah," pamit Magda.

Ilsa  tidak menjawab. Lidahnya terlalu kelu setelah berusaha menahan rasa  sakit sekian lama. Tidak ada yang ingin dilakukannya sekarang selain  kembali membaringkan tubuhnya ke lantai dingin dan kembali tertidur.

Keesokan harinya sesuai dengan janji, Magda kembali datang. Membawa obat-obatan dan baju ganti untuk Ilsa.

"Buka kain kumalmu dan ganti dengan baju ini!" perintah Magda selesai mengobati luka Ilsa.

Wanita  itu melemparkan sebuah gaun lusuh di hadapan Ilsa. Bukan pakaian indah  seperti yang biasa dipakai Ilsa, tapi hanya baju sederhana dengan bahan  mirip karung kentang yang sering di lihatnya di pakai oleh bu-dak-  bu-dak ayahnya.

The King's SlaveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang