"APA YANG KAU TUNGGU, KUTU BUSUK?!? CEPAT KELUAR!"
Tanpa menunggu bentakan berikutnya, Ilsa bergegas keluar dan berjalan menuju ke dapur yang berada di gedung yang berbeda dengan istana.
Untuk mencapai dapur, Ilsa harus berjalan melewati lapangan dimana terlihat para pelayan istana sedang bekerja. Beberapa wanita terlihat menjemur pakaian dan sprei milik anggota kerajaan sementara sebagian lagi duduk berjajar mencuci kain-kain. Mereka mengenakan gaun panjang berwarna kelabu yang dihiasi dengan celemek putih di bagian depan. Rambut-rambut mereka tampak tertutup, masuk ke dalam topi bulat serupa yang dipakai semua pelayan.
Ilsa mengenali beberapa dari mereka sebagai orang yang tadinya bekerja kepada keluarganya ketika kedua orang tuanya masih hidup.
Samael rupanya tetap memperkerjakan orang yang sama dengan yang dulu melayani keluarganya, pikir Ilsa.
Sambil berjalan melintas, ia bisa merasakan tatapan tajam dari beberapa pelayan itu, diikuti dengan bisikan-bisikan sumbang yang pasti tertuju padanya.
"Lihat!" bisik salah satu suara.
"Putri Raja!" timpal yang lain.
"Mengenaskan sekali! Seorang bu-dak," terdengar desisan itu.
"Sepadan dengan apa yang di lakukan keluarganya!" decih yang lain.
"Rasakan!" umpat salah satunya keras seakan memang agar terdengar oleh Ilsa ketika ia lewat.
Ilsa berusaha untuk mengacuhkan suara-suara sumbang itu.
Walau kepalanya menjerit, memintanya agar bersembunyi atau menangis, ia tetap memaksa kakinya untuk melanjutkan langkahnya menuju dapur yang untungnya sudah ada di depan matanya.
Ini adalah pertama kalinya Ilsa menginjak dapur istana yang rupanya sangat luas. Ada beberapa tungku api yang dipakai untuk memasak di dalam ruangan, sebagian sedang menyala membuat udara di dalamnya lebih panas dari di luar.
Hanya nampak beberapa pelayan di dalamnya, mengenakan pakaian sama dengan yang di pakai dengan pelayan di depan, dan semuanya menoleh begitu Ilsa masuk ke dalam.
Ilsa menghampiri seorang wanita yang sedang berdiri di dekat tungku. Wajahnya yang bulat nampak berkeringat oleh panasnya suhu di dalam ruangan. Badannya yang gemuk terlihat seperti seekor beruang yang menjulang di depan tubuh Ilsa yang kurus.
"Uhm... Nona Lolerei ingin mandi. Bisakah aku meminta air panas?" tanya Ilsa.
Wanita itu menyilangkan tangannya, didepan tubuhnya, memeluk perutnya yang gemuk. Da-da nya yang besar, membuat wanita itu terlihat seolah sedang menimang payuda-ranya sendiri.
"Oh... lihat siapa ini yang hadir di dapur," balas wanita itu mencibir. "Hei Greta! Lihat... Tuan Putri ingin air panas katanya," ejek wanita yang bernama Helga itu sambil menoleh ke arah temannya.
Keduanya kini tertawa terbahak.
Pelayan memiliki derajat diatas bu-dak. Mereka adalah orang bebas yang bekerja pada kerajaan. Dan walaupun Ilsa tidak pernah melakukan apapun kepada Helga, Greta atau pelayan yang lain, tapi mereka adalah orang-orang yang sering mendapatkan amukan dari majikan nya, yaitu kedua orang tua Ilsa. Dan itu cukup untuk membuat mereka membenci seluruh keluarga kerajaan.
"Tentu saja, Tuan Putri. Saya akan sediakan air panas untuk anda," timpal Helga sambil menarik ujung gaunnya ke atas dan menunduk, memberi hormat ala kerajaan.
Ia meraih ember berisi air yang belum di masaknya dan tanpa segan-segan langsung mengguyurkannya ke arah Ilsa.
Ilsa menjerit kaget, sementara seisi ruangan tertawa melihat apa yang di lakukan oleh wanita gemuk itu. Gelak tawa para pelayan itu terdengar bagaikan gemuruh di siang hari. Menggema di dalam ruangan dapur yang sepi.
KAMU SEDANG MEMBACA
The King's Slave
Ficción históricaWARNING! 21+ BUKAN BACAAN BOCAH! "Lucuti pakaiannya!" Suara Samael menggeram pelan. Memberikan perintah kepada kedua prajuritnya untuk menanggalkan gaun yang di pakai Ilsa. "Mulai hari ini kau bukan lagi seorang Tuan Putri, melainkan tahanan ku. Ka...