Prolog

37 6 9
                                    


"Bertemu denganmu adalah ketidaksengajaan yang indah ..."

***

Di bawah pohon ketapang itu, sebongkah tubuh menari dalam renungan. Payah tatkala mengeja elok atau rupa yang samar. Mengingat diri yang jatuh dalam belanga, kidung jingga melangit hingga menetaskan sebuah suara; wahai pemilik kasih, renungkanlah dua sebab pasal dirimu yang tenggelam dalam kekal dan selamanya. Mengapa sekian waktu, misteri berputar macam komedi putar. Aku tak mampu berbicara, dan di bawah pohon ketapang itu, dirimu berkilau, agung lukisan di antara dua dunia; kau tak lagi di sini.

***

"Jangan menghilangkan identitasmu lagi, ya." Pesan ibu padaku yang hendak pergi mengunjungi acara amal di sebuah panti asuhan. Aku mengangguk, akhirnya pergi dari rumah persis saat langit perlahan berubah.

Namaku Zen. Aku penyandang tunawicara. Sebab bahasa isyarat tidak terlalu dimengerti sebagian teman-teman maupun orang-orang yang dimintai tolong olehku, aku selalu membawa kartu identitas, buku catatan kecil dan permen kacang. Biasanya, aku akan memberikan itu pada yang segan memberitahuku.

Aku menaiki bus kota, duduk di samping seorang gadis muda tengah tertunduk pada buku. Sekilas aku lihat dia memejamkan mata, bibirnya terbuka sedikit dan ketika bus melewati jalan berlubang, dia terbangun dan menatap ke arahku.

Walaupun begitu, dia mengusik sesuatu yang lama teredam dalam hati. Sesuatu yang patut dirayakan sebagai hari pertemuan pertama; di mana aku baru saja membangunkan emosi merah mudaku. Siapakah dia? Aku bertanya. Tetapi, dia kembali tertunduk pada buku yang terbuka.

Sungguh menggelikan mendengar tiap orang membicarakan cinta yang berjuta rasanya. Kini, tak sadar aku tengah berdiri di garis pertama untuk mengarungi kisah itu. Hahahaha, bagaimana ceritanya?

Rasa penasaranku terbayar ketika aku tahu identitas gadis itu. Namanya Nagisa, relawan yang juga akan membacakan dongeng untuk anak-anak di panti. Ketika aku mencoba untuk mendekat padanya, dia tersenyum dan meninggalkan sekelompok anak yang sedang menanam tulip. Tangan dia menarikku ke gudang, dia menyuruh aku untuk membawa dus berisi buku cerita.

Sambil berjalan, dia sempat menanyakan namaku dan berceloteh kalau dia memang suka tidur tak sengaja dalam bus. Dia juga sadar kalau aku duduk di sebelahnya.

"Lo belum jawab siapa nama lo." Katanya, lalu aku sadar sesuatu. Aku menunjukkan kartu identitasku.

Zen Archie Tanaya

"Kenapa nggak pake bibir aja?"

Saya tunawicara.

Dia terdiam, lalu melebarkan senyum, mengajakku lagi untuk ikut menyusun kursi tamu.

Benar-benar pertemuan tidak sengaja yang elok, aku mampu melihat ke dalam, bahwa setiap manusia memiliki rasa cinta, mereka akan keluar ketika menemukan seseorang yang tepat.

***

I'll back to bring a new story. The story between Zen and Nagisa, will be my second work.

Hope you enjoy!

Larik Terakhir [End] [Lengkap] ✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang