Sudut pandang penulis ...***
Shoko Nagisa, gadis berdarah Jepang yang bahasa pertamanya adalah Indonesia, gadis berusia dua tahun lebih muda dari Zen. Hidupnya tak pernah lepas dari obat, terapi dan rumah sakit. Segala upaya diusahakan pasangan Shoko agar anak perempuan mereka sembuh atau meminimalisir pembunuh-pembunuh kecil yang berkembang biak dalam imun dan kerja tubuhnya.
Nagisa sempat pasrah dan siap menyambut hari kematiannya dengan gembira. Bahkan dia melukis di atas peti atau memilih gaun yang akan dia pakai jika meninggal nanti.
Tetapi, ketika melihat pejuang muda satu rumah sakit dengannya sembuh, dia termotivasi untuk bisa seperti itu. Namun, kenyataan meleburkan dirinya bagai habis terkena ledakan bom. Dokternya bilang, tidak kurang dari dua persen dirinya bisa sembuh dan hidup normal seperti anak-anak lainnya.
Nagisa tidak merasa kecewa lagi. Dia mulai perjuangannya dan berani melepas obat-obat yang selama hidupnya harus dikonsumsi tiap hari. Nagisa mulai mencari kesenangan, dan dia ingin mendapat cinta di masa muda. Sebab dia sering sakit dan tak bisa sering hadir di sekolah, Nagisa berpikir bagaimana bisa dia menemukan lelaki sejati yang akan mencintainya selama dia menghirup udara?
Dia bertemu Zen. Sebab dia menerima Zen karena Zen memiliki kekurangan. Kekurangan yang bisa melengkapi rampung tubuh Nagisa yang perlahan terkikis oleh pembunuh-pembunuh kecil itu.
Tapi, seminggu setelah buncah merah mudanya di tengah acara amal sebuah panti asuhan itu, Tuhan sudah kangen dengan ciptaan-Nya satu ini. Nagisa meninggal dunia saat tengah menjalani terapi.
Mimpi yang dia rancang untuk ingin pergi ke Acropolis, melihat reruntuhan kuil dan mengais sejarah tentang masa hidup sang filosof Yunani, Socrates, atau Tibet dengan semua budayanya, dan mimpi menjadi daigakousei, minum sake dan menonton langsung atlet figure skating, Yuzuru Hanyu, saat Olimpiade atau kejuaraan seluncur es, harus pelan dia terima bahwa semua harapan dia tidak dipenuhi. Masa hidupnya hanya sampai 15 tahun. Waktu yang cukup singkat, tapi cukup untuknya yang menerima.
Pada malam ke delapan kematiannya, dia menembus 'batas' dan melakukan apa yang belum dia lakukan pada seorang lelaki bernama Zen.
***
Itulah tentang Shoko Nagisa.
KAMU SEDANG MEMBACA
Larik Terakhir [End] [Lengkap] ✅
RomanceDi bawah pohon ketapang itu, sebongkah tubuh menari dalam renungan. Payah tatkala mengeja elok atau rupa yang samar. Mengingat diri yang jatuh dalam belanga, kidung jingga melangit hingga menetaskan sebuah suara; wahai pemilik kasih, renungkanlah du...