Larik Terakhir [End]

36 3 1
                                    


Telah satu tahun terlewat.

Aku memandang kembali kemerahan langit dan kenangan yang membekas di sana. Tentang Nagisa dan perjalanan menuju nirwana tempat dia seharusnya berada. Saling kirim surat menyurat lewat perantara adiknya adalah hal lain yang membuat hidupku lebih berwarna. Terserah itu halusinasiku yang mencium Nagisa di bawah pohon ketapang, atau tarian dia yang aku simpan rapat dalam memori.

Nagisa, apa kamu telah bertemu dengan tiga filosof besar itu di sana?

Aku membuka laci meja belajarku. Mengambil kembali amplop berisi surat-surat darimu yang aku susun dan dijepit menggunakan cincin penjepit kertas. Aku buka halaman terakhir;

Larik Terakhir

Ini mungkin yang terakhir dari segalanya. Zen, aku telah lega dan akan pergi di malam 26. Aku selama ini selalu menemanimu dalam bentuk kabut, berharap aku akan mendengar suaramu suatu waktu. Tapi, tak apa. Suaramu dalam surat-surat yang kau kirim untukku, akan aku ingat sampai aku di sana. Jadi, biarkanlah pena ini mengalirkan tentang isi hatiku.

Dua bola mata pekat menenggelamkamku dalam sunyi hidup di tengah kalut perkotaan
Bisa saja haru ini adalah gambaran hati seorang gadis muda yang sendirian di dalam tanah
Lalu, jiwanya terbang dan menembus 'batas'. Menemui kembali dan memanfaatkan kesempatan yang diberi
Menghidupkan impian lama tentang cinta pertamanya.
Dia mendambakan hidup untuk tumbuh menjadi gadis berguna dan bahagia bersama lelaki pilihan
Lebih-lebih, dia ingin setidaknya mengenakan seragam SMA.
Tapi, Tuhan terlalu kangen padanya. Dia dipanggil untuk segera menikmati kekal dan arti sebuah tempat pasti
Namun, dalam waktunya yang singkat untuk menebus piutang, dia telah menautkan diri
Pada lelaki yang ditemuinya dalam bus. Tepatnya, saat langit dibakar kemerahan.
Hari-harinya sangat bahagia! Dia bertukar surat dan mengetahui ilmu-ilmu baru.
Dia juga bisa memperlihatkan pada lelaki itu bakat menarinya
Dia tunjukkan itu di bawah pohon ketapang!
Wahai lelaki bernama Zen, Nagisa adalah orang yang tak patut kamu lupakan.

Shoko Nagisa.

***

Setelah membaca itu untuk yang kesekian, aku masih menitikkan air mata. Tulisan tangan Nagisa aku raba, aku usap dan muncul seulas senyum tipis di wajahku. Aku alihkan pandangan pada luar jendela. Terlihat seperti lukisan realis yang dibingkai dan memanjakan mata.

Aku beranjak keluar kamar, pergi kepada sebuah alamat yang tertulis pada sebuah secarik kertas. Kini aku bisa membaurkan diri, ibu juga sudah tidak khawatir memasukkanku ke sekolah umum lagi. Lebih-lebih, aku telah menjadi mahasiswa.  Mereka menerimaku yang memiliki kekurangan ini, berita bahagianya, mereka mulai mencoba belajar bahasa isyarat.

Aku berada dalam bus, berdampingan dengan seorang gadis tertidur sambil mengenakan earphone. Sebuah deja vu yang muskil rasanya akan terulang sebagai ulangan kisahku dengan Nagisa dulu. Sebab, gadis itu mungkin akan merasa malu dengan orang berkekurangan sepertiku.

Aku turun di halte selanjutnya. Bermodalkan alamat yang diberi Haruka, aku sampai pada tempat pemakaman orang-orang yang meninggal dengan cara dikremasi. Aku mendekat pada kotak kaca, melihat ke dalam pada sebuah guci dan bingkai foto, benda favorit dan beragam benda berkaitan dengan almarhum, terpajang di sana. Aku menempelkan setengkai mawar putih di kaca itu, lalu menatap ke dalam. Tubuh itu telah menjadi abu, disimpan di dalam guci. Telah tenang bersama hal yang dia sukai.

Kini telah berakhir, Nagisa benar-benar telah pergi.

Aku berbalik sambil menunduk, samar aroma beri tercampur darah menusuk hidungku.

"Zen aku beragama kristen. Tapi, aku akan menuruti permintaan kakek nenekku jika aku meninggal, aku akan dikremasi ..."

Selesai ....

***

Wahahhhhh, cerita Wattpad pertamaku yang tamat!

Gimana?

Tulis di komentar ya!

Sal.

End at Friday 30 July 2021. 12:21 WIB.

Larik Terakhir [End] [Lengkap] ✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang