AKHLAK

6.5K 934 41
                                    

"Bu Quinsha?" panggil seorang wanita muda dengan hijab modis berwarna navy.

Quinsha yang baru keluar dari kelas yang diajarnya itu mendadak berhenti dan menoleh. Ekspresinya tampak makin dingin begitu mendapati siapa yang berjalan mendekatinya itu.

"Mau apa lagi nih orang?" batinnya malas.

Segala sikap baiknya mendadak menguap dan kesabarannya selalu ada batas kalau berhadapan dengan wanita berparas ayu dengan kulit putih cerah itu.

Bukan rahasia lagi di kampus bahwa dua dosen muda bernama Quinsha dan Dara itu sering terlibat perang dingin dan selalu menjadi saingan dalam banyak hal. Secara kecerdasan, kecantikan, tingkat pendidikan, pengabdiannya dalam masyarakat sampai pasangan hidup.

Lucunya, dua orang itu pernah menjadi teman karib semasa di bangku SMA. Entah apa yang membuat hubungan keduanya retak.

Seperti biasa Dara melempar senyum palsu ke arah Quinsha. "Saya ingin menyampaikan selamat untuk pernikahan Anda. Maaf saya tidak sempat hadir, karena waktu itu harus memberikan kuliah umum di Brunei. Mas Arya juga memberikan seminar di luar kota. Jadi maaf, kami tidak sempat hadir."

Quinsha pun akhirnya ikut-ikutan menarik senyum palsu. "Tidak masalah. Terima kasih, Bu Dara."

Dara menyilangkan kedua tangannya di dada. "Saya dengar Anda menikah dengan pilihan orang tua Anda," tembaknya.

"Ya. Dan, pilihan saya juga," sambung Quinsha mantap. Tak ingin disudutkan.

Dara hanya mengangguk dengan ekspresi cuek. "Well, saya berpikir Anda akan menikah dengan kalangan akademisi yang bisa lebih nyambung diajak berdiskusi."

Tetttt tettttt tetttttttttttt

Quinsha seperti mendengar peringatan perang di telinganya. Terlihat dari ekspresinya yang mendadak berubah masam. Rasanya dia ingin menonjok mulut Dara yang tidak pernah naik kelas itu.

Suasana di sekitar sampai tegang. Beberapa mahasiswa yang melintas pun mencuri-curi pandang ke arah dua dosen yang sedang berbincang di koridor itu.

"Saya dan Mas Arya saja tak menyangka, tipe Anda bukan akademisi," lanjut Dara dengan nada sedikit merendahkan.

"Ekhem." Quinsha berdeham sebentar mendinginkan suhu hatinya yang mendadak naik 40 derajat celcius sebelum menampilkan senyum palsunya lagi. "Mungkin Anda dan Pak Arya salah paham, Bu Dara. Suami saya sangat terpelajar dan peraih Adhi Makayasa dari salah satu Akademi terbaik di Republik ini. Kapan-kapan Anda perlu bertemu dengannya untuk berdiskusi," ucapnya santai menekan kata 'berdiskusi'. "Saya permisi, ya."

Quinsha langsung berbalik dengan perasaan menang meninggalkan Dara yang menatap punggungnya dengan jengkel. Ekspresi wanita itu semakin masam.

***

Di sinilah mereka. Di dalam pesawat yang akan membawa mereka sekitar satu jam lima belas menit menuju Bandara Sultan Thaha Saifuddin, Jambi.

Adrian duduk di dekat jendela pesawat dan tampak membaca dengan santai. Tampilannya santai dengan t-shirt abu-abu dilapisi jaket kulit berwarna hitam dan celana panjang. Tak lupa headphone abu-abu yang dikalungkan di leher.

Tak lama Quinsha muncul dan mengambil tempat di sebelahnya. Gadis bergamis merah maroon dengan hijab senada itu masih berekspresi datar lantaran belum menerima kenyataan Adrian ikut serta.

"Berencana kabur dan disuruh kabur dengan orang yang menjadi sumber kabur," batinnya. Semangatnya mendadak hilang entah ke mana.

Tiba-tiba Adrian menoleh dengan senyum tipis. "Hey, Bu Dosen?"

Hello Bu Dosen (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang