(1)
Tak ada satupun yang tak berjalan di balik punggung waktu. Ia tidak diciptakan untuk mengulurkan tangan atau menoleh kepada apapun. Begitupun raung kemacetan di jalanan. Mesin-mesin kokoh terus berjalan. Membawa manusia meninggalkan segala yang tidak tahu: tentang redup lampu—di taman kota yang terus tumbuh sebagai penyintas hidrokarbon.(2)
Ketika langit masih anak-anak, ia bermimpi memimpikan dunia seperti sebuah mainan di dalam keranjang. Ia ingin berlari dan sesekali membawanya tergulung hingga jauh ke barat. Jatuh dan runtuh di atas atap-atap rumah. Di dalamnya seorang gadis kecil sedang menandai kalender. Lalu (bulan) April membuka mata; tersenyum padanya—melalui hari-hari libur.(3)
Kyla menari—menganggap diri satu-satunya matahari. Cahaya adalah ibu dan malam adalah sebatang lilin yang baru saja dimatikan. Banyak hal yang ia ingin mengerti tentang sesuatu yang bukan dirinya. Tentang gelap yang tak punya waktu tidur; tentang senja yang hanya berbicara melalui larik puisi orang dewasa.(4)
Sampai saatnya Kyla bertemu dengan waktu dan langit secara bersamaan. Sebuah pertanyaan menjadi pakaiannya di hari itu. Apakah manusia benar-benar bisa memaafkan? Sedangkan di dalam kepala mereka, kesedihan datang seperti lautan. Dan hidup hanya punya kapal kecil yang terbuat dari air mata.
