Kepingan Cemburu

9 1 0
                                    



Tawa yang menjadi ciri khasnya kini semakin melalang buwana dalam kotak ingatanku. Aku tak pernah cukup dengan kehidupan yang ku jalani, namun berkat engkau aku harus bersikap cukup dan bersyukur. Sebab senyum dan tawamu aku bisa bahagia meski diiringi luka yang menganga.

***

"Aku dan Rick sudah berbahagia meski masih ada kemelut jelaga dalam hatinya." sambil ku mainkan handphone ku berbincang dengan Anne.

"Apa dia masih dekat dengan masa lalunya?" tukasnya sembari penasaran.

"Tidak hanya dekat. Ia nyaris tenggelam lagi. Bahkan... "

"Dia masih cinta dengannya?" sela Anne memotong pembicaraanku.

"Ya. Mungkin demikian."

"Sebentar, Zing. Kalau Rick masih terikat dengan masa lalunya. Kau dijadikan apa olehnya? Pelampiasankah?" Elden menjejal dengan pertanyaan.

"Sudahlah kalian pergi sana mencari kunang-kunang di pemakaman! Aku tak mau membahas Rick jika akan merajut luka." tuturku sambil meletakkan handphone dan menutupi wajahku dengan bantal.

Aku tahu kedua sahabat 'imajinasi' ku itu sangat peduli denganku. Perihal aku dan perasaan pada orang yang ku damba.

Anne, Elden...

Andai kalian berwujud nyata kan ku peluk dan ku hamburkan tangis yang menyesakkan dada. Tapi, sayang untuk kali ini dan esok harus ku dekap bantal dan membanjirinya.

Semenjak Zing Rick bersatu segala rasa tercurahkan. Lambat laun aku memahami bahwa Rick masih menaruh hati pada seseorang di masa lalunya. Mau tak mau hanya merekam saja dalam memori tak bisa ku ledakkan segala ego secara nyata. Mungkin banyak orang bilang aku pengecut! Tapi mereka tak tahu bahwa ada rahasia kecut yang harus dilalui.

Suatu saat aku melihat buku harian Rick. Di sana ia jadikan bilik penyimpan kenangan. Ia menggoreskan dengan pena emas nama seseorang yang didamba. Lalu disertai gambaran mawar merah di sana. Aku tak mampu menyebut nama gadis itu. Sebab hanya membaca dalam hati saja rasanya sudah tergerus. Apalagi menyebut dengan suara, bisa rusak pita suaraku. Tercekat saat itu. Tercengang. Bahkan bulir nyaris luruh.

Semakin ku membuka lembarannya semakin aku merajam ulu hati sendiri. Ada tulisan yang paling ku ingat dari Rick untuk dia. Kurang lebih seperti ini,

Waktu memang berliku tapi senyummu yang mampu menguatkanku. Perihal siapapun bunga yang indah hanya kau yang paling indah menurutku. Kau mau menjadi mawarku sepanjang masa? Kan ku sirami dengan lebat penuh cinta--selalu.

Yang tersayang,

Rick

Jantungku berhenti berdetak. Desiran darah mengalir tak karuan. Bahkan napas tak berhembus dengan nyaman. Airmataku pun jua tak nyaris luruh. Malah aku tertawa dalam sendu. Perih memang menggenggam bara api.

"Kau membaca apa?" Rick merebut buku hariannya dariku.

"Hmm. Enggak... "jawabku dengan suara parau.

"Kau tak perlu mengetahui yang ku simpan!" sedikit membentak ia berbicara menatapku.

Entah mengapa saat itu aku tak bisa meluruhkan segala tirta dalam mata. Rasanya tak berdaya. Ku tahu Rick masih dengan masa lalunya.

Sampai sekarang. Sampai saat ini. Mengingat buku harian Rick sama halnya merobek hati dan membuangnya ke sungai. Tak sampai hati memang perjalanan sepasang kekasih, yang satu masih mengingat benar kenangannya bersama dia--yang katanya didamba.

Rick dan Buku Harian ZinkTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang