0.6 ◍ Hyunjin Point of View

22 9 0
                                    

  Melihat Kak Lino yang diperlakukan seperti itu, membuatku teringat akan masa laluku. Aku takut, sangat takut.

  Aku takut jika akhirnya Kak Lino akan bernasib sama denganku, dibuang. Dan aku tak ingin kehilangannya, dan Adik-adik pun pasti tak rela 'tuk kehilangan Kakak.

  Di pagi hari yang cerah, Bunda tiba-tiba menyuruhku mengambil tas yang ada didalam lemari dikamarnya.

  Aku langsung menuruti perintahnya, dan ternyata tas itu berada di lemari bagian bawah, diatas tumpukan pakaian. Aku mengambilnya secara hati-hati agar semua pakaiannya tak berserakan.

"Berhasil!"

  Aku bergumam ketika tas itu berhasil kuraih tanpa mengacak-acak pakaian yang lain. Namun ternyata aku tak sengaja mendengar obrolan Ayahku di toilet yang ada dikamar orangtuaku.

"Moal mungkin kuring nyerahkeun perusahaan ka anak haram kos manéhna, kuring gé nyaho manéh téh butuh si Reno pisan." 

  Aku memang tak paham dengan bahasa yang digunakan Ayahku itu, namun pikiranku tau apa inti obrolan itu.

  Tubuhku seketika menegang ketika pintu kamar mandi perlahan terbuka. Dan tanpa berfikir panjang, aku langsung bersembunyi ke kolong kasur dan melupakan tas Bunda.

"Ngaranna gé anak haram, nya lahir ti luar nikah atuh, gara-gara manéhna kuring kawin jeung si Salsa."

  Aku tak sebodoh itu untuk memahami ucapan Ayah, jadi... Secara tidak langsung, Ayah membenci Kak Lino karena hal itu? Tidak, aku pasti salah mengartikannya.

...

  Lagi dan lagi, Ayah memarahi Kak Lino perihal perjodohan dan perusahaan. Aku, jauh dibelakang mereka hanya bisa memantau dan memerhatikan.

Kuharap, Kak Lino tidak menerima perjodohan itu dan terus membantah Ayah.

  Namun hari ini tak seperti biasanya, Ayah tak terlalu keras pada Kakak dan Raihan terlihat ikut bergabung dalam obrolan mereka, walau sedikit bercanda. Dan Kak Lino berani melawan Ayah.

  "Bisa gak, Ayah gak usah maksa? Lino punya kehidupan sendiri! Lino pengen nikah sama orang yang Lino suka!" sentak Kak Lino.

  "Hayang kawin win win win, hayang kawin, euy.." Aku sontak menahan tawa saat mendengar Raihan, atau Hanif yang menyanyikan lagu yang sempat kami dengarkan kemarin.

  "Tuh, Han pengen nikah katanya, yaudah Han aja yang dijodohin," cetus Kak Lino.

"Idih, ogah!"

  "Gak usah bercanda! Ayah gak mau ngulur waktu lagi, mulai besok kamu Ayah jodohin!" tegas Ayah yang langsung pergi selepas berbicara begitu.

"Oh, no!"

  Aku menghampiri Kak Lino dan Raihan sembari bergumam. Ekspresi kedua saudaraku tiba-tiba saja menjadi lesu.

  Aku langsung mengambil tempat duduk ditengah-tengah mereka, padahal Kak Lino dan Raihan duduk berdempet.

"Ade ih, sakit anjir!"

  Aku hanya terkekeh tanpa dosa lalu menyandarkan kepalaku pada bahu Kak Lino.

"Ciee yang mau nikah."

Unreasonable BrotherhoodTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang