0.9 ◍ Fitnah or Fakta?

22 9 0
                                    

Minho berjalan mengendap-endap menuju ruang kerja Chan. Setelah memastikan semua anggota keluarganya telah tidur, Minho membuka pintu secara perlahan dan menatap Chan yang tertidur di meja kerjanya.

"Chandra, Chandra, lo jadi Ayah kok bego, ya?"

Minho menggelengkan kepalanya heran, ia mengelus rambut sang Ayah. Mengelusnya perlahan, hingga akhirnya ia menjambaknya dan membuat Chan terbangun.

"Apa yang lo lakuin, Lino?!"

Minho mengangkat bahu dan mundur perlahan, "J-jangan marahin Lino, Lino takut... Hahaha!"

Chan menggeram marah mendengar ucapan Minho yang terdengar meledeknya. Ia berdiri dan berjalan ke arah Minho yang semakin menantangnya.

"Wow, Ayah kesel ya?"

"Anak gak tau diuntung! Masih mending Ayah masih kasih makan sama kasih uang!" sentak Chan.

"Kata siapa? Orang Lino nyari uang buat makan Lino sendiri, sejak kapan Ayah mau ngasih Lino uang?" Chan menghela nafasnya lalu menatap Minho tajam.

"Lo bajingan! Ayah macem apa lo? Kalo mau bales dendam langsung ke kuburan bokap lo sana! Ngapain nyiksa gue, bangsat! Gue gak mau lahir kalo bukan lo yang ngelakuin!"

Tubuh Chan tersentak hingga terpaku ditempatnya. Ia terlalu terkejut dengan ucapan Minho, baru pertama kali ia mendengar Minho yang berani melawan dan mengucapkan kata kasar.

"Lo terlalu bego buat jadi manusia, lo bahkan bakal jadi yang paling bego walau lo diciptain jadi hewan sekalipun."

"... Bahkan ANJING-pun lebih pinter daripada lo, manusia yang dikasih akal sehat, dikasih kepintaran!" Chan masih belum bergeming, dan hal itu membuat Minho lebih leluasa membentaknya.

"Lo kalo gak mau lahir, mending bunuh diri sana! Gak usah jadi beban keluarga! Jadi anak sulung ngecewain Kakek, jadi Ayah ngecewain kita semua. Apa gunanya lo hidup?" Tubuh Chan bergetar, dadanya terlalu sesak mendengar ucapan Minho yang bagai duri yang menancap pada tubuhnya.

"K-kenapa kamu ngelakuin ini, Lino?"

"Kenapa? Lo masih nanya kenapa? Ya semuanya karena lo! Kalo lo gak jadi cowok bajingan yang demen ngehamilin cewek sana-sini, gue gak bakal lahir dan lo siksa seumur hidup gini!" Chan meneguk ludahnya susah payah, entah sejak kapan tubuhnya mulai berkeringat.

Kakinya enggan pergi, telinganya masih setia mendengar semua kata-kata menusuk dari anak sulungnya.

"Pisau ini siap menancap di jantungmu, Chandra Achiel... Silahkan siapkan mentalmu untuk berjaga-jaga di alam Barzah nanti," ucap Minho perlahan.

"J-jangan, jangan Lino! Ayah mohon, jangan!"

Minho mengarahkan pisau yang dipegangnya tepat ke arah dada Chan, ia menghampiri Chan yang mundur dan menghindarinya.

"Kok mundur? Mending lo atau gue duluan yang mati? Hm, mending lo aja kali ya? Biar dunia gak keberatan nampung semua dosa-dosa lo, hihihi."

"Ardelino!"

"J-jangan bentak Lino, Yah... Maafin Lino, hihihi! Kocak banget lo, sumpah!" Chan tak peduli dengan ejekan Minho, ia terlalu takut karena pisau yang dipegang Minho sudah berada di depan dadanya.

"Reno, Ayah mohon, jangan!"

"Kau terlambat, Chandra---"

"Akh!"

Unreasonable BrotherhoodTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang