Chapter 10

15 0 0
                                    

Ari menatap ngeri Ratu yang meneguk kembali alkoholnya. Entah sudah gelas keberapa, tetapi yang pasti sudah lebih dari lima botol kosong yang ada di atas meja mereka.

Di samping Ratu sudah ada Hening yang ikut-ikutan mabuk juga. Memang sih sejak dulu Hening memang sangat suka minum alkohol walaupun wanita itu tidak tahan alkohol.

Ari berdecak kesal lalu menatap malas kedua sahabatnya yang sudah berteriak tak jelas. "Ini dua manusia nyusahin banget. Udah tadi gak jemput gue, sekarang malah ngerepotin!"

"HERI SIALAN!" teriak Ratu yang sudah kehilangan kesadarannya. "Seenaknya aja dia diem pas gue cium dia! Dasar gak tahu diri! Itu first kiss gue, bajingan!" lanjutnya berteriak.

"What?! Your first kiss udah koit?!" teriak Ari syok.

"PAPA NYUSAHIN!" Kini Hening malah ikut-ikutan berteriak. "Seenaknya aja dia nyuruh gue nikah dan ngasi cucu! Dikira gue pabrik cucu kali!" Ari sudah benar-benar frustasi melihat tingkah mereka berdua.

"Anjirr... Lo mau kawin?!"

Satu fakta, ketika mabuk, kadar kewarasan Hening benar benar mencapai angka Nol. Artinya sudah tidak waras mulai dari cara berbicara saja bisa bar-bar melebihi Ari.

Ari beralih menatap Ratu yang kini sudah berdiri di atas sofa yang mereka sewa secara privat di club' ini.

"Heh, Heri! Liat gue, bego! Lo kira gue gak capek apa berjuang buat Lo, hah?! Bangsat!" Wanita dengan gelar dokter itu langsung melempar  gelas kacanya ke lantai.

'pyarr'

Tolong Ari ya tuhan!!! Ini Ratu benar-benar sudah tidak waras!

Sedangkan Hening sekarang malah makin gila dengan ketawa-ketawa tidak jelas. Entah apa yang dibicarakannya Ari sudah tidak tahu lagi.

"Heh, kamu!" kata Ratu sambil menunjuk ke depannya, seolah tengah menunjuk seseorang yang padahal tak ada siapa-siapa. "Pastiin kalau kita yang akan memenangkan tender Minggu depan! Hehehe..." Sudah mabuk saja masih mikirin kerjaan.

"Pastiin. Kalau Minggu depan kita harus menang! Supaya papa saya bisa yakin, kalau saya... yang akan gantiin posisi tua Bangka itu!" Racau Hening lagi sambil terkekeh pelan, lalu setelahnya wanita dua puluh enam tahun itu malah menelungkupkan wajahnya di atas meja. Sepertinya Hening tertidur.

"Alhamdulillah yang satu udah tidur." gumam Ari seakan lupa kalau dia Kristen.

Setelahnya, Ari mengambil ponsel Hening yang ada di dalam tas wanita itu. Mencari nomor sekretaris Hening.

"Woi, dapur!" Semprot Ari ketika David menjawab panggilannya.

"Maaf siapa ya?"

"Ini gue Aria Nayanika, selebgram paling seleb di Indonesia!"

"Ngapain Lo megang hape bos gue, Yani?! Nyuri ye Lo!" tuduh David. Walupun Ari adalah sahabat Hening, tetapi jika bertemu David keduanya memang selalu bertengkar.

"Sembarangan Lo! Bos Lo mabuk nih! Jemput sekarang!"

"Seriusan Lo?"

"Iyalah!"

"Waduh.. gue lagi di rumah sakit nih, mama gue lagi demam tinggi jadi gak bisa ditinggal."

"Lah terus gimana dong?"

"Ya.. ya gimana ya?" David bingung sendiri menjawabnya. "Telfon siapa kek gitu, Yan. Lo telfon adek si bos kek, siapa kek.. gue bener-bener lagi gak bisa ninggalin mama gue."

Ari menggaruk kepalanya yang tak gatal. Mau marah ke David, tapi alasan lelaki itu sangat masuk akal apalagi ini bersangkutan dengan mamanya.

"Y-yaudah deh." Putus Ari. "Gue tutup, baii!!!" sambungnya lalu memutuskan panggilan itu.

"Heh!" teriak Ratu yang mengalihkan perhatian Ari yang awalnya sedang mensroll kontak Hening.

"Anjay nelpon siapa tu anak?" pekik Ari frustasi langsung berlari ke arah Ratu yang sekarang sedang menelpon seseorang.

"Bajingan!" maki Ratu kepada orang yang sedang ia telfon. "Dasar cowok gagal move on! Cupu Lo!" sambungnya memaki lagi hingga membuat orang itu menyerit bingung.

Ari hendak merebut ponsel Ratu, tetapi wanita yang sedang mabuk itu malah memberontak. "Siniii!!!!"

"Heh Bocah pokemon, diem Lo!" Kata Ratu kepada Ari yang memang sedang menggunakan piyama pokemon.

Salahkan Ratu dan Hening yang menyeretnya kesini padahal dia sedang bersiap untuk tidur karena jetlag yang belum hilang. Namun Ari malah harus mengurusi dua bocah mabuk ini.

"Heh gue pake ginian juga gara-gara elo, Dayang!" sahut Ari tak terima dan masih berusaha merebut ponsel Ratu.

Sementara di ujung sana, Heri yang dihubungi Ratu menyeritkan alisnya bingung.

"Lah ini kenapa?" gumamanya bingung.

Dilihatnya jam yang ada di handphonenya sudah menunjukkan pukul setengah dua belas lewat, namun kenapa Ratu menelponnya tengah malah begini?

"Siniin gak hape Lo!" Suara asing menyerbu telinga Heri. Di seberang sana terdengar seperti gaduh sekali.

"Rat? Ratu?!" panggilnya namun masih tak diindahkan Ratu. Sekarang malah  terdengar suara kresek-kresek dari ponselnya.

"Rat, Lo dengar gue gak si?!" sebal Heri hingga membuat Tampan yang sedang fokus pada PS nya menoleh.

"Kenapa?" tanya Tampan tanpa suara. 

Hari ini Tampan memang menginap di rumah Heri, alasannya sih karena ingin main PS bareng. Ingat umur, bang!

"Gak tau, ni anak numben gak jelas banget!" jawab Heri tanpa memelankan suaranya.

Sementara Ari yang sedang berjuang melawan Ratu yang sudah tak waras akhirnya berhasil merebut handphone dokter itu.

"Ini dokter satu bisanya nyusahin aja!" omelnya sebelum menempelkan ponsel Ratu ke telinganya.

"Halo?" sapa Ari sok sopan dan melembutkan suaranya.

"Ini bukan Ratu?" tanya Heri yang merasa bahwa suara wanita ini terlalu asing.

"Iya, bukan. Maaf ini siapa ya?"

"Saya Heri. Emm- teman Ratu."

"O.. tem-. Eh bentar? Heri si mahkluk bajingan itu?" pekik Ari spontan.

"Ba-jingan?" ulang Heri tak percaya.

"Iya! bajingan!" Ari menganggukkan kepalanya, padahal pergerakannya pasti tak akan diketahui oleh lawan bicaranya di sana.

"Lo yang udah buat gue dalam situasi mengerikan ini! Lo buat gue harus mengurus dua mahluk gak tahu diri yang sialnya sahabat gue ini!" sambung Ari. Entah protes, unek-unek, atau curhatan.

"Tanggung jawab Lo!"  pekik lantang Ari.

"Ha?"

"Ke Cabana Night sekarang juga! Kalo bisa ajak temen Lo, karna disini ada dua mahluk lupa daratan."

"Ngapain ke club' malam-malam?"

"Ya kalo siang perginya ke mesjid. Itu pengajian!" Nah kan, jiwa julid Ari meronta-ronta. "Cepetan sini jemput si Dayang yang udah kobam! Hening juga ikutan Kobam!" 

"Hm," deham Heri pelan lalu mematikan telfon mereka.

"Sok ganteng banget ni laki, pake bilang hm segala." gerutu Ari dengan bibir maju-maju, kebiasannya kalau lagi julid.

"LAKIK!" Pekik Ari ala-ala tiktok sambil melihat ke handphone Ratu. Sementara sang pemilik handphone sudah benar-benar tumbang di atas meja. Mungkin tepar.

Lagi dan lagi Ari menoleh memandang nanar dua anak manusia yang Kobam itu.

"Nasib.. nasib.. masih jetlag harus ngurusin orang mabok. Mana gue laper lagi..." gumamnya mengelus perutnya. Ari jadi prihatin kepada dirinya sendiri.

Date: 26Juli 2021





Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jul 27, 2021 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Do Re MineTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang