Snow berlari mengejarnya dari pintu belakang. Wendy menoleh, menggeleng-geleng sambil tersenyum. Ia pikir berjalan berjinjit tanpa suara melewati teras belakang tidak akan membangunkan anak itu, tetapi Snow selalu menemukan cara. Samoyed itu berdiri di samping Wendy, matanya cerah dan berbinar-binar. Dia menggapai-gapai tangan Wendy dengan kedua kaki depannya, berusaha meraih apa yang ada di tangan Wendy, nyaris menjungkirkan keranjang di tangannya.
"Ini cuma beri. Nih." Wendy menurunkan telapak tangannya, membiarkan Snow mengendus buah itu, kemudian melepaskannya. Mendadak tidak tertarik. Snow pun berlari menjauh, menuju pepohonan di depan sana. Mencakar bagian akar pohon, kemudian berpindah ke pohon lainnya saat dia melihat seekor kupu-kupu menukik turun dari dahan-dahan.
Wendy merasa cukup, ia pun berhenti memetik beri. Ia bersiul untuk memanggil Snow, tetapi Snow cuma menoleh, menjulurkan lidah, lalu kembali asyik mengejar kupu-kupu di sela-sela pepohonan.
Perempuan itu menuju meja kecil di dekat teras, menaruh keranjangnya di sana. Ia mengeluarkan ponselnya dan berlari kecil ke arah Snow, merekam perilaku anjing tersebut sambil tersenyum-senyum.
Sebuah notifikasi muncul dari atas layar, tetapi hanya dengan melihat namanya, Wendy langsung menyembunyikan pemberitahuan tersebut, dan kembali merekam Snow.
#
Daging itu membuat suara desisan di atas penggorengan. Wendy, sementara menunggu daging tersebut, mengambil buah-buahan dari lemari es dan mengeluarkan sebuah mangkuk. Ia memotong-motong buah apel, pir, dan melon sambil sesekali mengurus daging di penggorengan. Sembari pula ia menjumput potongan-potongan itu dan memasukkan ke mulutnya selain ke mangkuk.
Setelah membereskan masakan itu, Wendy duduk di kursi makan untuk menikmati buah-buahannya dulu, yang telah ia tambahi yogurt dan sedikit madu. Ia baru mengingat sesuatu; seingatnya ia belum membalas salah satu pesan dari ibunya. Ia pun menjangkau ponselnya di sudut lain meja, membuka aplikasi dan memilah-milah.
Keningnya berkerut. Rupanya ia telah membalas pesan ibunya. Ibunya bilang bahwa ia akan berangkat ke Ottawa besok, dan minta maaf karena tidak jadi ke North Hatley seperti janjinya beberapa waktu yang lalu. Ia sudah membalas dengan, nggak apa-apa, kalau lowong aku yang nanti ke rumah Mama awal bulan depan.
Ada satu pesan lain yang belum terbaca di bawahnya, dan Wendy tertegun. Itu pesan yang tadi pagi ia abaikan, tinggalkan saja tanpa dibaca.
Halo, apa kabar?
Wendy menghela napas, kemudian menutup aplikasi. Mengabaikan pesan itu lagi.
#
Setiap akhir pekan Wendy selalu menyempatkan diri untuk pergi ke Montreal. Menyetir satu jam lebih sendiri bukan masalah besar, sebaliknya ia malah sangat menikmati perjalanan tersebut.
Stafnya (rekan-rekannya, ia bilang, ia selalu menganggap mereka teman walaupun kebanyakan dari mereka segan pada Wendy), menyambutnya seperti menerima seorang juri Michelin. Pun hari ini, ketika ia datang lebih cepat dari biasanya (pukul empat sore, biasanya ia datang pukul lima atau setengah enam). Stafnya langsung kelabakan, minta maaf karena mereka belum menyiapkan makanan kesukaan Wendy.
"It's okay," Wendy tertawa kecil sambil melepaskan kardigannya, menyampirkannya ke pundak dan mengikat lengannya di depan. "Aku sudah makan di rumah. Boleh aku bantu-bantu di dapur?"
"Boleh, Miss. Omong-omong, hari ini permintaan blueberry cake dari resep Miss Shon yang waktu itu meningkat. Sepertinya ada influencer yang datang dan bikin review. Kami sempat kehabisan tadi, permintaan sampai dua kali lipat stok biasa."
"Wah, begitu? Bisa cari-cari tahu, nggak, siapa influencer-nya? Kita bisa undang dia lagi ke sini buat kerja sama, atau kasih hadiah."
"Akan saya lakukan, Miss. Miss mau masak apa? Jika ada bahan-bahan yang kurang, nanti saya suruh James untuk ambil stok di toko."
"Aku mau memanggang kue saja, deh. Nanti berikan pada pelanggan yang beli lebih dari dua item sebagai bonus. How?"
"Ide yang menarik, Miss."
Wendy, selain 'bermain-main' di dapur kafenya sendiri, ia juga senang sekali mengisi sesi musik live di kafenya. Setahun belakangan dia senang sekali dengan genre jazz, dan tampaknya pelanggan juga stafnya sangat menyukainya.
Hari ini adalah hari Ella Fitzgerald untuknya.
Oh, it's been such a long, long time,
look like I'd get you off of my mindBut I can't
Just the thought of you (just the thought of you)
Turns my whole world misty blue (misty blue)#
Wendy berhenti sebentar di area pertokoan Montreal sebelum kembali ke North Hatley.
Masih pukul delapan malam, jalan masih ramai dan sedikit sibuk. Wendy menyinggahi sebuah toserba, membeli bahan-bahan untuk memasak, tetapi ia tidak bisa menahan godaan untuk berhenti juga di sebuah toko baju, di seberang toko tersebut. Etalasenya memajang baju-baju denim yang senada. Begitu menggodanya, ia sudah lama tidak mengisi lemarinya dengan model denim.
Wendy berdiri di depan etalasenya, mengamati model-model desain yang dipajang di manekin. Sebuah jaket pria dari denim biru muda menarik perhatiannya.
Wendy termenung. Ia pun mengeluarkan ponselnya, membuka lagi aplikasi pesan dan menuju satu ruang chat yang belum ia balas sama sekali. Ia mengklik pada foto si pengirim.
Dia memakai jaket yang sama seperti yang di hadapannya.
#
Ada hal-hal yang tidak bisa kembali, ada yang kembali dengan caranya sendiri.
Wendy sudah belajar banyak hal dalam hidup. Perjalanan karir, pertemanan, kisah cinta di masa lalu, keluarga, mereka mengajarkan hal-hal yang berbeda tetapj pada intinya, tak jauh berbeda: teruslah berjalan ke depan. Apakah hal-hal di belakang pernah melukaimu, pernah memberimu kenangan terindah, waktu tidak bisa diulang. Terkadang beberapa hal tertinggal di masa lalu, terkadang mereka berjalan bersama kita sampai ke ujung jalan kelak.
Wendy membersihkan lemari pajangan di ruang tengahnya malam itu. Menyedot debu dari sela-sela foto-foto yang dipajang, di bagian bawah lemari, dan mengelap foto-foto tersebut. Foto orangtuanya, kakaknya, fotonya saat di Seoul dan Kanada berderet dan disusun dengan cara yang selalu Wendy ubah setiap beberapa bulan sekali. Kadang ia ganti dengan foto lain yang tersimpan di laci. Keberadaan foto fisik tidak tergantikan meski foto digital menawarkan penyimpanan nyaris tanpa batas. Selalu ada perasaan tersendiri setiap kali memandangi foto-foto yang secara fisik hadir di sekitar.
Di balik figura-figura yang tersimpan rapi di dalam laci, Wendy menemukan selembar foto di dasar.
Lagi-lagi ia tertegun. Hari ini begitu aneh, orang ini seakan-akan datang perlahan dalam rangkaian kejadian tak terduga. Merayap seperti kejadian dejavu yang bocor dari kendi memori. Dimulai dari pesan hingga sekarang foto yang ditemukan saat bersih-bersih, Wendy meyakini bahwa ini artinya sesuatu.
Foto itu diambil di Victoria. Kali pertama Wendy mengajaknya ke Kanada setelah pernikahan mereka. Setelah mereka jalan-jalan ke Jembatan Victoria, mereka berfoto di tepi Sungai St. Lawrence. Mereka menginap tiga hari di Ottawa waktu itu, dan terpaksa kembali lebih cepat ke Seoul karena pekerjaan.
Wendy meletakkan lagi foto tersebut ke dasar laci, dan menutupnya. Ia tidak jadi mengganti foto apapun.
Bunyi bel mengagetkannya. Ia pikir ibunya tidak jadi datang?
Namun mungkin saja itu salah satu tetangganya. Richard, kakek di rumah sebelah yang sering sekali ia titipi Snow setiap kali ia bepergian jauh suka sekali memasak dan mencoba berbagai resep. Dia sering mengantarkan makanan olahannya pada Wendy.
Wendy membukakan pintu, dan yang berdiri di depan bukanlah tetangga yang ia kira.
"Halo."
"Chanyeol?"

KAMU SEDANG MEMBACA
none too good
Fiksi PenggemarNorth Hatley menjadi rumah yang sangat nyaman untuk Wendy. Bolak-balik menyetir ke Montreal untuk menjalani hobinya adalah kesenangan setiap akhir minggu. Bersama Snow, samoyed yang ia adopsi beberapa bulan lalu, ia merasa baik-baik saja. Namun apak...