Setelah selesai menulis dengan rinci seluruh kejadian yang terjadi dalam mimpi, Juvelint segera kembali ke kasur dan memilih untuk tidur. Akan tetapi, Juvelint tidak pernah bisa mendapatkan tidur yang tenang walau itu hanya semalam saja. Setiap malam, Juvelint harus selalu mengatur kesadarannya agar dapat mengetahui pergerakan sedikit apapun di sekitar, bahkan jika itu hanyalah sebuah ranting yang terjatuh dari pohon. Lingkungan tempatnya tinggal menjadikan Juvelint seperti itu, seseorang yang wajib untuk selalu berwaspada bahkan di kamar sekalipun.
Keesokan paginya, Juvelint terbangun secara paksa karena seorang pelayan yang memukul betisnya dengan cukup kencang. "Bangun! Kamu tidak seharusnya tidur di waktu seperti ini!" Oceh pelayan wanita sembari memukul betis Juvelint tanpa henti.
Sementara itu, Juvelint hanya diam saja selagi pelayan yang tidak pernah sedikitpun memiliki rasa hormat kepadanya terus memukul. Juvelint membuka kedua mata secara terpaksa dan hanya menatap lurus ke arah depan, tak tertarik dengan pelayan kurang ajar tersebut.
"Hei anak kecil, cepat bersihkan kamarmu sendiri! Ambil sapu dan lap seluruh ruanganmu! Seharusnya kamu bisa melakukannya," Perintah pelayan tersebut dengan angkuh.
Juvelint tetap berdiam diri, tidak ingin merespon sedikitpun. Juvelint tidak sudi memberikan perhatian terhadap wanita itu. Tatapannya lurus dan tak menunjukan ekspresi apapun seperti layaknya bongkahan es.
Tindakannya justru membuat emosi si pelayan tersulut dan pelayan tersebut mendekati tubuh Juvelint sembari menatap dengan tatapan yang ia percayai sebagai tatapan menyeramkan. Walau kenyataanya sama sekali tidak, wanita itu hanya terlihat seperti seseorang yang berada dalam fase dimana ia merasa paling kuat diantara yang lain.
"Kamu akan menyesal jika tidak menuruti perintahku! Cepat bangun dan pergilah!" Lagi-lagi, Juvelint hanya diam saja sembari menatap si pelayan angkuh dengan datar.
Pelayan itu tersenyum. "Baiklah jika kamu tidak ingin menurut, kamu tidak akan mendapatkan sarapan dan makan siang!" Ancam pelayan itu yang sama sekali tak dipedulikan. Lagipula apa yang dapat dilakukan olehnya? Tentu saja pelayan kurang ajar itu tidak dapat membunuh Juvelint dengan tangannya.
Seorang pelayan yang membunuh tuannya akan dicap sebagai penjahat kelas tinggi. Terutama saat target pembunuhannya adalah seorang anak Vonstantine.
Dan Juvelint tahu persis apa yang akan ia lakukan. Menilai dari sifatnya yang licik, pelayan itu pasti akan berusaha menjebak Juvelint dengan jebakan murahan miliknya.
Pelayan tersebut mengangkat tangannya dan memukul pipinya sendiri dengan sangat kencang. Suara yang ditimbulkan dapat terdengar hingga luar kamar, menyebabkan si kepala pelayan yang bekerja di kastil kecil milik Juvelint yang terletak sangat jauh dari kastil lainnya datang menghampiri.
Si kepala pelayan yang tua dan sudah berkeriput itu masuk dengan wajah menyeramkan. "Ada apa dengan keributan di pagi hari?!" Teriaknya.
Andai saja kepala pelayan itu tahu bahwa dia sendiri yang menambah keributan. Berteriak-teriak seperti itu tidak akan merubah apapun. Ia mungkin bertindak seperti itu karena merasa memiliki kekuasaan tertinggi di kastil ini, ia juga memiliki memiliki wewenang untuk menghukum Juvelint apabila membuat kekacauan.
Kepala pelayan memerhatikan seluruh ruangan dan menemukan seorang pelayan terkapar di pojok ruangan dengan salah satu sisi pipi yang bengkak. Sementara pipi yang satunya mengeluarkan darah walau hanya sedikit.
Sally, si pelayan licik itu lagi-lagi bersandiwara seolah dialah yang paling tersakiti di kastil ini. Sebenarnya, jika dilihat lebih teliti, sandiwara yang dimainkan oleh Sally terlihat sangat buruk dibandingkan dengan seseorang lain yang Juvelint kenal dengan sangat baik.
KAMU SEDANG MEMBACA
Flower Of Underworld
FantasyJuvelint Asmodiel Razaviel, anak dari Xaberus Asmodiel de Razaviel, sang penguasa kerajaan Batieroz Sovian berusaha untuk bertahan di antara kerasnya kehidupan sebagai salah satu Anak Agung Razaviel. Kehidupan yang terlalu keras dan penuh tekanan m...