Penulis : Jamilah Jaamiilah
Happy reading. 💐
.
.
.Kathryn's POV
“Bisakah kamu tidak mengetuk pintu dan membuatku terganggu?”
Aku menghela napas panjang.
“Tentunya beserta ajuan untuk berhenti mengeluh dengan helaan nafasmu yang berisik.”
Aku menggigit bibirku kesal dengan seminimal mungkin tanpa ada suara. Aku tahu belakangan ini di luar menara sangatlah kacau. Gagal panen hanya teratasi sedikit, pencemaran tetap menjalar melalui akar dan udara. Para penduduk mendesak pihak istana untuk memberikan kemurahan hati mereka melalui penyisihan uang pajak demi sesuap nasi setiap harinya untuk mereka.
Karena jarak kerajaan hingga ke menara ini sedikit jauh, suara gaduh atau pun demonstrasi tidak pernah terdengar. Aku hanya mendapatkan informasi itu dari Travis ketika bertemu di waktu yang tidak menentu. Tentunya ini mempengaruhi kestabilan emosi tuan Arzaz. Meski hampir tidak terlihat bedanya jika tidak mengamatinya setiap hari.
Aku meletakkan piring dan mangkuk masakan hari ini dengan hati-hati setelah berkali-kali mendengarkan amukannya yang berkarakter itu.
“Hah, tidak bisakah kamu mengotori dirimu sendiri lebih dari ini?”
Aku melihat gaun sederhanaku. Bentuknya lumayan rapi meski bekas saus tomat, kulit apel, dan serbuk rempah-rempah sedikit terlihat. Hanya berada di delapan titik. “Baiklah, akan aku ajarkan beberapa mantra sehingga aku tidak perlu kesal setiap melihatmu.”
Aku tersenyum tanpa mengeluarkan kata maaf. Aku yakin, tanpa keraguan sedikit pun bahwa kata maaf hanya akan membuatnya semakin kesal karena sikap cerobohku tentunya tidak akan mudah hilang.
Dia mengisyaratkan supaya aku mendekat ke arahnya yang sedang duduk dengan gaya memikatnya. Aku berjalan pelan khawatir menabrak sesuatu. Karena sepertinya terlalu pelan, ia bangkit dan berjalan ke arahku. Meraih kedua tanganku dan mengarahkan mereka untuk masing-masing mengayun bebas tanpa terkekang. Perlahan aku merasakan semilir sejuk, telingaku mendengar gesekan dedaunan, dan semua buyar ketika dia berkata, “Odetellem!”
Panas itu menjalar, membuatku waspada. Badanku seakan menolak untuk menerima, tetapi mulut mendesakku untuk melakukan sesuatu. Seakan anggota tubuhku menginginkan panas itu untuk terus membara di dalam.
“Kathryn, aku memahami ketakutan. Tapi aku benci sifat pengecut.”
Aku mengucapkannya. Perasaan itu hinggap lagi. Panas, sejuk, dedaunan, merambat seperti sulur. Seperti akar yang menyelimuti para peri. Seperti asing, seperti dekat. Aku mengucapkannya sekali lagi bersama tuan Arzaz, “Odetellem”
Aku membuka mata ketika aku penasaran dengan sesuatu yang menyentuh kulit kakiku. Benang-benang yang terpintal cepat, gelombang indah itu terus mengelilingiku. Hingga semerbak aroma bunga dan pakaian cantik telah membalut diriku.
Aku tidak sadar bahwa tuan Arzaz sudah tidak memegang tanganku. Sekarang ia sedang sibuk menulis sesuatu.
“Sepertinya hanya aku yang sedang menikmati dunia ini.”
Tidak ada sahutan apa pun dari orang yang sengaja aku ajak bicara. Aku hanya berdiri. Hendak bertanya tetapi aku sedang sehat dan menyayangi nyawaku.
“Kamu cukup ahli untuk seorang pemula.”Aku yang tidak begitu paham hanya mengangguk dengan ekspresi yang kubuat bangga.
Ia melempar alat tulis asal, tintanya dituang ke lantai, buku-buku kesayangannya dengan sampul bersih itu juga dilempar asal. Aku mundur perlahan. Sepertinya aku tidak boleh melewati batas kali ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
Weast × East
FantasíaMengalahkan, merusak, menyalahkan, dan berpihak. Rangkaian dilema yang berkepanjangan dalam kerajaan. Dimana munculnya kepercayaan 'penyihir menara dan gadis asuhannya' bahwa menundukkan kehebatan hutan tak perlu menyiapkan sederet pasukan dan peran...