6. Tama dan Lintar

772 162 116
                                    

Happy Reading

**

Sagar tersenyum sinis saat tak ada jawaban dari gadis yang berada di sebelahnya itu. "Gue suka liat wajah sedih lo itu, Stella."

"Cantik, banget malah. Sering-sering sedih di depan gue ya, tunangan." Lanjutnya dengan rasa tidak bersalah.

Stella menggigit bibir bagian bawahnya, rasanya ia ingin berteriak sekencang mungkin.

Stella seorang wanita, walau dia terlihat kuat tetapi hatinya hancur. Walau ia terlihat sabar, tetapi batinnya terluka.

Apakah mencintai Lintar harus sekuat ini? Stella berterima kasih kepada Tuhan yang telah menjadikannya salah satu wanita yang tidak mudah menyerah.

Satu raga, tiga jiwa. Seistimewa itu seseorang yang namanya tersemat di relung hatinya. Sulit mendapatkannya dan juga sulit melepaskannya.

Stella memalingkan wajahnya menghadap jendela mobil. Kedua tangannya saling bertautan mencoba mengabaikan lelaki di sebelahnya yang sibuk menyetir.

Akhirnya mobil mewah milik cucu sulung keluarga Agusto itu memasuki halaman rumah megah milik Stella.

Sagar mematikan mesin mobil, tatapannya masih lurus kedepan. "Walau lo yang lebih dulu ada di hidup Lintar sebelum gue, tapi gue enggak bisa nerima keberadaan lo."

Tangan Stella yang ingin membuka pintu mobil ia urungkan. Telinganya mencoba mendengar setiap kata yang mungkin dapat melukai hatinya, lagi.

"Gue pernah bilang lo cuma hama, gue enggak pernah boong tentang itu." Sagar menaikkan sebelah alisnya melihat Stella hanya diam.

"Udah?" Tanya Stella pelan.

Sagar terkekeh, tangannya menyentuh bahu Stella dengan sentuhan ringan. "Udah, makasih udah mau denger semua kata-kata gue."

Stella tersenyum tipis, tangannya bergerak cepat membuka pintu mobil kemudian berlari memasuki rumahnya. Kakinya terasa tidak kuat untuk menaiki tangga menuju kamarnya, alhasil Stella menangis terisak di sofa ruang keluarga.

Di dalam mobil Sagar memegang erat stir kemudi, kepalanya ia benturkan pada stir kemudi hingga dahinya sedikit lecet. "Sorry."

Tidak, Sagar tidak merasa bersalah dengan kelakuannya terhadap Stella. Tapi merasa bersalah kepada pemilik tubuh yang ia singgahi itu, Lintar.

Sagar sudah berjanji untuk tidak menyakiti tunangan Lintar itu, baik secara fisik maupun secara batin. Tapi Sagar tetap Sagar, baginya Stella hanya hama yang membuat Lintar memiliki sisi kelemahan.

Sagar menyugar rambutnya, kemudian kakinya menginjak pedal gas hingga mobil melaju cukup kenjang. Bukan tanpa alasan Sagar menjemput Stella hingga menunggunya di parkiran, Sagar juga sedang menunggu seseorang.

Bukan hanya seseorang, bisa juga di sebut sebagai mainan barunya.

Sagar tersenyum miring saat rencanya berhasil karena mobil putih milik seseorang tersebut berada di pinggir jalan dengan sang pemilik yang sedang sibuk menelpon.

"Sagar memang berbakat," gumamnya membanggakan diri. Karena mobil itu bisa macet akibat ulahnya.

Sagar memarkirkan mobilnya tepat di belakang mobil putih itu, kemudian membunyikan klakson hingga sang pemilik menoleh.

"Seger banget mukanya pengen gue cabik-cabik."  Sagar keluar dari mobil kemudian berjalan mendekati gadis pemilik mobil putih tersebut.

Nindy, gadis itu menatap Sagar dengan mata terbelalak karena terkejut. "L-lintar?"

Lintar 2Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang