10. Kangen

497 114 8
                                    

Happy Reading

**

"Gue kagak pengen balik ke Jakarta ah, kayaknya gue mau cari cewek sini. Udah cantik, kalem, anggun, lemah lembut." Daffi menopang dagunya, matanya berkeliaran menatap sekumpulan perempuan berkebaya yang baru saja melewati restoran yang mereka singgahi.

"Awas kita tinggal balik lo mewek," timpal Daffa.

Daffi mengangguk kalem, "selain nangis, mungkin gue bakal di omelin Mama Anna karena mau jauh-jauh dari dia."

Stella mengerucutkan bibirnya kesal, matanya berkeliaran menatap sudut restoran, "Lintar kenapa lama banget sih."

"Buang hajad kali, kebanyakan makan sambel." Cetus Daffi sembarangan.

"Mulut lo, anjir. Gue lagi makan ah elah," protes Daffi, sendok yang berada di tangannya menggantung mendengar ucapan Daffi yang sangat mengganggunya.

"Ya maap, sini makan lagi. Apa mau gue suapin?"

"Ogah."

Stella mengambil tasnya diatas meja setelah memasukkan ponselnya dan ponsel Lintar beserta dompet, "Gue mau susulin Lintar."

Daffi menganga, kedua matanya menyipit. "Kalian jangan tinggalin kita berdua ya, ntar siapa yang mau bayar?"

"Bawel," ketus Stella kemudian bangkit dari duduknya untuk mencari keberadaan Lintar.

Stella sebenarnya takut karena nekad memasuki toilet laki-laki, tapi untungnya toilet dalam keadaan sepi. Dengan langkah ragu Stella menjelajahi setiap bilik, langkahnya terhenti saat melihat lelaki yang sangat di kenalnya sedang berada di depan wastafel.

Lintar menunduk, kedua tangannya bertumpu di sisi wastafel.

"Hey," sentuhan di pundak membuat Lintar tersentak kaget.

Lelaki itu tersenyum tipis, menggenggam tangan Stella dengan cukup kuat. Keningnya terlihat berkeringat, entah mengapa Stella merasa ada yang tidak beres dengan kekasihnya itu sekarang.

"Are you okay?"

"Yah," suaranya berat tetapi ada rasa sakit yang terlihat di kedua netra hitam itu.

Lintar benci terlihat lemah, tapi ia sadar saat ini sedang dengan siapa. Stella, dunianya sekarang. Stella, bahu kecil itu bisa membantunya bersandar.

Stella menangkup kedua pipi Lintar, meletakkan kepala lelaki itu di bahunya, wajahnya terbenam di lekukan leher gadis itu.

"Aku enggak tau kenapa dia ada sini, aku enggak pernah bayangin bisa ketemu secara mendadak sama orang itu. Kenapa dia ada disini? Kenapa harus mendadak kaya gini?" Racauan Lintar membuat tangan Stella yang sedang mengelus punggung lelaki itu berhenti sejenak.

"Dia siapa?" Stella bertanya pelan dan itu membuat pikiran Lintar semakin memberat.

Nafas tidak beraturan di lekuk lehernya, dan juga degup jantung yang terasa berdetak sangat kencang dari kekasihnya membuat dada Stella ikut sesak. Pasti ada sesuatu yang membuat Lintar seperti ini.

"Aku mau tonjok dia, mau liat darah keluar dari salah satu tubuhnya. Tapi..." suara Lintar hilang dalam sekejap, tubuhnya yang besar terkulai begitu saja hingga membuat mereka hampir terjatuh jika Stella tidak sigap menopang tubuhnya di dinding.

Lintar 2Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang