Kayau

18 0 0
                                    

    Kalimantan di tahun-tahun yang jauh adalah ketika kakekmu bercerita tentang kakek kakeknya di masa lampau. Tentang sungai yang menjadi nadi kehidupan, tentang hutan yang jadi rumah dengan atap dedaunan. Kulit kayu jadi baju, air sungai yang langsung bisa diminum, ikan berenang di air yang jernih pula alam yang masih menjadi sahabat terbaik manusia dan kehidupan.

   Kalimantan kuna adalah tanah para ksatria, ketika darah ditumpah untuk harga diri, dan kebanggaan suku bangsa.

  Kayau atau ngayau adalah salah satu jalan yang ditempuh dulu para ksatria di tanah ini, seperti samurai di negeri matahari terbit sana. Memenggal kepala lawan untuk mencapai kemenangan perang, atau mencapai derajat dan status sosial yang lebih tinggi, lalu kayau adat untuk prosesi tiwah yang dimana jiwa dari kepala musuh yang kena ngayau akan menjadi  budak di alam nirwana sana.

  Upacara Tiwah adalah upacara pengangkatan tulang belulang mayat yang sudah lama meninggal dan bertujuan untuk menyempurnakan perjalanan orang yang telah meninggal itu ke alam nirwana ketujuh atau disebut juga dengan Lewu tatau habaras bulau habusung hintan hakarang lamiang. Maka musuh yang menjadi korban ngayau kelak akan menjadi pembantu si mayat di nirwana.

   Kematian hanyalah sebuah awal perjalanan, momen yang ditakuti semua orang itu hanyalah sebuah gerbang pembuka menuju dunia kekal abadi. Suatu tempat yang dituju roh  untuk mencapai titik kesempurnaanya.

***

Keheningan itu pecah, namun suara itu hanya menimbulkan rasa ngeri.

"Andika, menurut Mahapatih Aria Tranggana kita bertiga diharapkan untuk segera berkumpul", sambung Kai Jujuluk Langit dengan tampilan yang lebih mirip arca dibanding manusia. Jauh di dalam hatinya Janaka sudah menduga, pembunuhan Mahisa Grimba akan mengusik pikiran sang orang kepercayaan Raja.

      Pembunuhan Mahisa Grimba yang ditemukan dalan kondisi tanpa kepala menghebohkan kotaraja. Penemuan kepala yang terpotong dan tergantung di dahan pohon oleh pencari ikan di tepi Sungai Amandit telah membuat kotaraja yang tenang menjadi penuh bisik-bisik. Maharaja Sari Kaburangan sosok pemegang tampuk kekuasaan tertinggi Negara Daha yang awalnya nampak tak acuh pun akhirnya diam-diam mengambil sikap.

   Sengaja kabar yang tersiar di telinga para penduduk adalah Mahisa Grimba menjadi korban ngayau. Apakah pembunuhan Mahisa Grimba ini bisa dikategorikan sebagai perampokan pun masih jauh panggang dari api, tidak ada bukti kuat yang mendukung pendapat itu kecuali hilangnya barang selundupannya.

   Kelompok singanegara dikumpulkan untuk menyelidiki kasus pembunuhan tersebut secara diam-diam, bahkan tanpa diketahui oleh pasukan kerajaan. Kelompok yang berada langsung di bawah perintah Mahapatih Arya Tranggana sebagai penerus Mahapatih Lembu Mangkurat atau Lambung Mangkurat tersebut bergerak dalam bayang-bayang.

  Di pucuk malam, di langit sana berkerlipan bintang gemintang. Sementara Janaka dan Kai Jujuluk Langit berdiri bersisian, tidak ada suara, tidak ada kerlingan mata atau penanda, tiba-tiba saja mereka berdua melesat untuk saling beradu cepat, siapa yang memiliki olah kanuragan terbaikb dan ilmu meringankan tubuh yang mana yang lebih utama.

      Angin yang semilir, desau dedaunan, serta sinar rembulan sabit redup menyelimuti kotaraja. Heningnya hutan tiba-tiba dipecah oleh dua sosok yang melesat begitu cepat, melintasi hutan yang rimbun, menginjak ranting pohon tanpa mematahkannya. Dua sosok yang saling mengejar, seakan saling memburu dengan hela nafas yang masih teratur.

  Hewan malam yang bertengger di dahan-dahan pun tak sempat untuk terkejut ketika dahan pohon tempat mereka bertahta tiba-tiba terderak seakan diterpa angin. Lalu sekumpulan barisan ilalang yang tetiba tersibak pun mengakibatkan hilangnya mangsa yang menjadi target hewan melata di  kelamnya malam di hutan.

Amuk di CandiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang