3

570 91 19
                                    

Sepanjang jalan antara pintu pagar rumah hingga sofa coklat tua yang mengisi ruang tamunya, Mahes seperti tidak menjejak tanah.

Ia berjalan di belakang pemuda yang memperkenalkan dirinya sebagai Gana, adik kandung almarhum suaminya, seperti orang linglung. Terlalu terkejut dengan kemunculan manusia yang mengingatkan Mahes pada Galvannya.

"Jadi... Kak Galvan mana?" Tanya Gana setelah ia duduk di pangkuan sofa empuk itu.

Mahes sadar dari linglungnya. Ia sudah beberapa kali mencubit tangannya sendiri untuk meyakinkan bahwa ia tidak sedang tidur dan bermimpi.

"Kamu benar adiknya Galvan? Setahuku dia tidak punya saudara kandung." Mahes malah balik bertanya.

"Om tidak tahu ya kalau kak Galvan itu dibawa ayah dan aku dibawa ibu setelah bercerai. Ya kami memang tidak pernah bertemu setelah ayah ibu bercerai." Jawab Gana.

Om?

"Ngomong-ngomong, kak galvan menikah dengan siapa? Anak Om? Apa adik Om?" Tanya Gana lagi.

Mahes menjawab pertanyaan Gana dengan mengarahkan telunjuknya pada foto besar yang tergantung di belakang Gana. Foto pernikahannya dengan Galvan.

"Hah? Kak Galvan homo?" Kalimat itu spontan meluncur dari mulut Gana setelah melihat objek yang ditunjuk Mahes.

Di balik kata-kata tidak sopannya, ia terpukau dengan gambar pria dengan jas rapi itu. Wajahnya sama persis seperti dirinya. Ia sampai bergidik membayangkan dirinyalah yang sedang pria satunya peluk.

Mahes terkejut. Secara fisik, pria di hadapannya memang menjiplak Galvan bahkan sampai warna matanya. Yang berbeda hanya awalnya rambut Galvan sedikit ikal kecoklatan, sedangkan Gana punya rambut lurus dan hitam. Tapi Mahes berani bertaruh bahwa pria bernama Gana itu tidak sesopan dan selembut suaminya.

Entah dari mana asalnya, ada benih harapan yang tumbuh dalam diri Mahes, ada rindu yang sedikit terobati, dan ada rasa ingin memeluk seerat mungkin yang Mahes tahan habis-habisan, yang semuanya harus Mahes akhiri setelah menyadarkan dirinya bahwa Gana bukanlah Galvan.

"Bagaimana bisa saudara  bahkan tidak tahu kalau kakaknya sudah meninggal 7 tahun yang lalu?" Sarkas Mahes. Ia kesal dengan nada suara Gana yang seakan menghina hubungannya dengan Galvan.

"Mati? Secepat itu?" Gana belum selesai keterkejutannya.

"Jaga sopan santunmu anak muda. Yang kamu bicarakan itu suamiku," Mahes mulai meninggi.

"Om apakan kak Galvan sampai mati muda begitu?"

"Saya bilang jaga sopan santunmu!" Sergah Mahes dingin.

Melihat wajah Mahes yang ramah berubah sedikit seram, Gana memutuskan untuk mengalah.

"Maaf om, keceplosan." Sahut Gana santai.

Mahes Mendengus kasar. Ia duduk di seberang Gana sambil melipat tangannya di dada.

"Apa tujuanmu datang kemari?" Tanya Mahes kemudian.

Gana tertegun.

Di luar dugaan, kakaknya sudah meninggal. Artinya sia-sia dia datang ke tempat itu.

Gana ingat perjuangannya untuk datang ke rumah besar itu. Ia hanya minum air dan makan biskuit selama dua hari untuk menghemat agar ia punya ongkos untuk membayar kereta dan angkot. Ketika alamat rumah itu sudah ia temukan dan datangi, bagaimana bisa ia harus keluar lagi dan puasa dua harinya tidak ada hasilnya?

Muncul ide cemerlang yang timbul secara buru-buru, tanpa pertimbangan dalam otak tak terasahnya.

"Mencari kak Galvan, Menagih hutang yang belum dia bayar padaku," jawab Gana.

GANA GUNTARA Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang