15

440 74 13
                                    

Mahes mengernyit ketika ia sudah berjarak beberapa meter dari meja makan. Pemandangan langka ia bisa melihat Gana yang terlihat segar di pagi hari.

Mahes yakin 1000% Gana sudah mandi, tampak dari rambutnya yang masih basah.

"Ayah, lihat Aga, dia sudah bisa bangun pagi." Avin tampak antusias mengabarkan kemajuan Gana. Matanya berbinar ceria, juga sedikit sombong.

Mahes tersenyum masam memgingat ia selalu menjadikan Gana contoh yang buruk soal bangun dan mandi di pagi hari ketika menasehati puteranya. Kalau ia tak salah ingat, memang itu pertama kalinya Gana duduk di meja makan untuk sarapan dalam keadaan wangi.

Biasanya ia turun untuk sarapan dengan rambut acak-acakan dan mata belum terbuka sepenuhnya.

"Mau kemana kamu? Tidak biasanya kamu mandi sepagi ini," sapa Mahes pada Gana.

Bibi yang menyiapkan sarapan di piring Mahes ikut tersenyum mendengar kalimat Mahes 6lyang terkesan meledek.

"Tidak kemana-mana, Om. Hanya ingin hidup sehat jadi aku mengurangi resiko menularkan penyakit pada Avin," sahut Gana santai.

Sebelah alis Mahes meninggi.

"Tiba-tiba? Saya sering mengomeli kamu soal mandi sebelum sarapan, tapi tidak kamu dengarkan."

"Ya begitulah, Om. Tiba-tiba ingin hidup sehat." Gana terlihat malas menanggapi. Sebal dengan reaksi Mahes yang tidak sesuai prediksinya.

Ia membayangkan usahanya untuk bangun setelah mendengar alarm di ponselnya akan mendapat apresiasi seperti acungan jempol atau pujian. Tapi sebaliknya, Mahes malah meledeknya, dan si kecil yang memuji lebih-lebih bangga.

"Ayah tidak boleh mengomel lagi ya, Aga sudah jadi anak penurut." Avin menimpali.

"Baiklah, kita lihat berapa lama Aga-mu ini bisa terus mempertahankan kebiasaan baik. Ayah tidak yakin dia bisa terus bangun dan mandi di pagi hari lebih dari seminggu."

Entah darimana asalnya, Mahes jadi bersemangat mengusili Gana yang mulai berkerut keningnya, dengan mata melirik sebal ke arahnya.

"Bisa, Om. Memangnya aku sejorok itu?" Sahut Gana kesal.

"Tidak akan bisa." Bantah Mahes.

"Bisa!"

"Tidak bisa. Kebiasaan tidak bisa berubah dalam satu malam."

"Bisa!"

"Tidak bisa, tidak akan bisa."

"Kalo aku bisa sampai sebulan ke depan, om harus berikan mobil merah di garasi kepadaku. Bagaimana?" Tantang Gana.

"Itu mobil bekas, mau kamu apakan?" Tanya Mahes heran.

Pasalnya, mobil itu diberikan seseorang yang tidak mampu melunasi hutang dan Mahes sama sekali belum mengecek kondisi mobil itu.

"Mau kujual. Nanti uangnya aku tabung untuk modal usaha, Om."

"Kamu tidak ingin kembali kuliah? Saya bisa membiayaimu sampai lulus." Tawar Mahes.

Gana menggeleng.

"Aku malas mengulang. Lagipula namaku sudah jelek gara-gara di DO kemarin."

"Saya bisa urus itu. Asal kamu berminat dan bersungguh-sungguh." Mahes gigih menawari Gana.

Gana mengedik. Ia tidak terlalu berminat soal pendidikannya, ia lebih suka memikirkan bagaimana menghasilkan uang agar tidak terus menumpang di rumah Mahes daripada kembali berjibaku dengan soal-soal ujian.

Yah, meskipun tantangannya pada Mahes tidak masuk akal, kalau ia bisa menghasilkan uang hanya dengan bangun pagi dan duduk untuk sarapan setelah mandi, kenapa tidak?

GANA GUNTARA Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang