CADC DUA

87 39 15
                                    

Di tengah-tengah ujian hijrah yang menghantamku begitu deras, Aku baru sadar, bahwa yang selalu bersama ku di dalam suka ataupun duka hanyalah Allah Azza Wa Jalla.

Aku menghijrahkan diri lantaran merasa tak pantas bersanding dengan sesosok hambaNya yang begitu taat kepadaNya. Termotivasi, satu kata yang bisa ku jelaskan bagaimana Aku bisa memendam sebuah perasaan padanya.

Entah dengan kalimat apa aku menjelaskan lebih detailnya lagi, tentang bagaimana bisa Aku termotivasi olehnya, mungkin, Aku hanya bisa sedikit menjelaskan pada paragraf ke dua hehe.

•••

Shalat eTahajud.
Saat pertama kali Aku hijrah, ibadah itulah yang menarik bagiku, Aku yang entah dengan keberanian apa menyebutkan nama Putra di seper tiga malamku, Akupun berdoa, "Ya Allah, Jika dia baik untukku, maka dekatkanlah, Namun, jika dia tidak baik untukku maka buatlah suatu peristiwa yang membuatku membencinya hingga melupakannya, karena Aku sudah terlanjur mencintainya." Aku heran, bagaimana bisa Aku membuat kata-kata yang saat ini jika aku ingat-ingat, aku merasa aneh. Kenapa tidak berdoa seperti ini saja.

"Ya Allah, jika dia baik untukku, maka dekatkanlah, jika dia tidak baik untukku, maka hapuslah perasaanku padanya."

Bukankah lebih baik begitu? Hm, mungkin beda situasi kondisi, makanya kenapa Aku bisa mengucapkan itu di sepertiga malam ku, Mungkin juga, saat ini aku telah merasakan betapa ... Nanti saja Aku melanjutkannya, Ikuti alur kisahku dahulu ya:)

Tidak hanya Putra yang aku sebutkan dalam sepertiga malam ku, saat itu aku tidak mempunyai benda pipih yang saat ini kugunakan untuk menulis kisahku, Aku berdoa meminta ponsel di sepertiga malam, yang dimana ponsel sudah menjadi kebutuhan setiap pelajar kala pembelajaran jarak jauh, di tambah dengan aku membaca surah Al-waqiah di setiap harinya.

Beberapa hari kemudian setelah Aku merutinkan shalat tahajud, Qadarullah, Alhamdulillah, Aku bisa mendapatkan sebuah ponsel, dan setelah lima bulan lebih Aku hanya menunggu takdir yang membawa ku bertemu dengan Putra.

Di saat doaku di kabulkan oleh Allah, jujur lama kelamaan ibadahku pun luntur, lama kelamaan semangat ibadahku hilang entah kemana, Aku hanya sibuk dengan ponsel baruku, shalat lima waktu pun selalu aku kerjakan tidak tepat waktu, bahkan terkadang aku tidak sengaja meninggalkannya karena terlalu sibuk bermain handphone, Aku menyesal melakukan semuanya, Aku melupakan Allah dengan rezeki yang Ia berikan kepada ku, Bodoh memang, tapi ini semua akan menjadi pelajaran yang In Syaa Allah tidak akan pernah ku ulangi kembali.

Mengapa aku bisa mengatakan bahwa aku takkan pernah mengulanginya kembali? Hal itu disebabkan karena pada saat itu juga Allah bisa mengambil semuanya, Ya. Allah ambil kembali benda pipih itu, Aku merasakan seakan-akan Allah menghukum ku, bagaimana tidak? sekitar delapan bulan aku tidak memegang benda pipih tersebut.

Ditambah lagi dengan aku yang merasa bersalah saat aku kembali membaca surah Al-waqiah, Salah satu ayat di surat tersebut seakan-akan ditujukan padaku, karena secara tiba-tiba mataku seperti lepas kendali, sangat tiba-tiba mataku tertuju pada sebuah ayat yang berarti 'Dan kamu menjadikan rezeki yang kamu terima (dari Allah) justru untuk mendustakan(-Nya).' 56:82.

Aku berhenti melantunkan ayatullah, Butiran-butiran Air mata menetes di pipi ku, Aku menangis merenungi apa yang telah aku lakukan padaNya, dosa-dosa ku begitu banyak, Apakah pantas aku kembali mensucikan diri?

Setelah itu Allah yang maha pengasih lagi maha penyayang, memberikanku kesempatan untuk ku kembali berubah menuju jalan yang haq, dan Allah yang sangat baik kembali menjawab doa-doaku.

Tiba-tiba Allah menunjukkan rencanaNya yang sangat indah, karena memang pada saat itu entah mengapa Aku selalu bertanya-tanya apa jawaban dari doa-doaku untuk Putra.

Cinta Allah Dan Cintaku [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang