Selir Hati

2.7K 213 0
                                    

Wei Wuxian belum pernah seyakin ini dalam hidupnya. Biarpun dia konyol, bodoh dan sedikit gila, tapi, dia yakin dan percaya kalau mencium dosen galaknya itu benar-benar keterlaluan. Apalagi kalau dosennya itu sudah punya istri. Dan juga anak.

Lan Wangji, sang dosen, yang kini menatapnya- ralat, menatapnya garang, tidak dipedulikan oleh Wei Wuxian. Pemuda itu tetap menautkan bibirnya pada bibir tipis dosennya itu. Mata kelabunya menatap balik mata amber Lan Wangji. Menatapnya seakan menantangnya.

Duk!

Wei Wuxian terjatuh, terjerembab ditumpukan buku yang berjatuhan dari rak di belakang punggungnya. Meski terdengar menyakitkan, pemuda berumur 21 tahun itu malah terkekeh. Sembari menyeka sudut bibirnya dia berkata, "Kenapa? Tidak suka dicium homo, huh?"

Lan Wangji menggertakan giginya. "Tak tau malu." Dengan itu dia pun pergi.

Wei Wuxian menatap dosennya hingga hilang. Kemudian, dia terkekeh. Mati dia. Sudah berapa lama dia menyimpan rasa pada dosennya itu? Setahun? Dua tahun? Tidak, Wei Wuxian sudah jatuh cinta semenjak tahun pertamanya kuliah. Saat dia tidak sengaja menabraknya di hari pertama. Ya, dia jatuh cinta pada pandangan pertama. Pada mata cerah itu, pada senyum kecil yang amat jarang Lan Wangji perlihatkan itu, pada kecintaanya akan kebersihan, pada ketaatannya akan aturan. Semuanya. Wei Wuxian jatuh cinta akan semua hal itu.

Akan tetapi kenapa? Di saat dia yakin, yakin pada bahwa dia akhirnya merasakan cinta. Cinta yang membuatnya tak kuasa menahan senyum ditiap kali bayangan laki-laki itu muncul. Cinta yang membuat jantungnya berdegup tak karuan tiap laki-laki itu menjelaskan materi di kelas privatnya. Cinta yang membuatnya yakin bahwa dia tidak mungkin bisa mencintai laki-laki lain selain Lan Wangji. Dan, cinta itu pula yang membuatnya yakin untuk melakukan apapun demi kebahagiaan Lan Wangji. Termasuk mengalah akan cintanya. "Lan Wangji," sekali lagi dia ingatkan pada dirinya sendiri, "sudah menikah. Sudah punya anak. Dia sudah... Punya orang yang dia cintai."

Air mata jatuh. Isaknya tertahan. Patah hati, apakah memang begini menyakitkan?

Lan Wangji, oh, Lan Wangji.

*

Wei Wuxian, berjalan dengan lunglai. Dia... Malas? Bukan, bukan malas. Dia, sebenarnya sangat ingin datang ke kelas privatnya ini. Bukan demi memperbaiki nilainya (yang dengan sengaja ia buat) jelek. Akan tetapi, demi melihat dosennya. Lan Wangji.

Namun, Wei Wuxian, oh, Wei Wuxian. Kenapa kau malah menciumnya kemarin? Pasti dia sudah melaporkanmu pada Rektor dan sebentar lagi kau akan dikeluarkan. Atau mungkin dia sudah melaporkanmu pada polisi dan sebentar lagi kau akan dituntut atas tuduhan pelecehan seksual. Atau mungkin dia tengah menunggumu dengan kemeja putihnya, kancing teratasnya dia biarkan terbuka. Wajahnya lurus bagai tembok, tapi, telinganya memerah. Malukah dia?

Wei Wuxian menggelengkan kepalanya di depan kelas. 'Berhenti berpikiran yang aneh-aneh, Wei Wuxian!' bentaknya pada dirinya sendiri. Terkadang imajinasinya memang semengerikan itu. Bahkan, ketika imajinasinya itu tidak menghilang, walaupun setelah mengucek matanya. Bayangan sexy Lan Wangji yang duduk di meja tetap tak hilang.

"Ah hahahhaha! Sepertinya aku memang sudah gila," katanya. "Aku sudah gila karena mencintai dosenku yang sudah punya anak istri, hahahaha."

Lan Wangji itu mematung. Wajahnya masih datar, tapi, telinganya masih merah. Makin pekat malah. Dengan air mata yang mulai menggenang, Wei Wuxian mendekati pria itu. "Maafkan aku Lan Laoshi. Sepertinya aku lebih baik drop out saja, aku...," Wei Wuxian tercekat nafasnya sendiri, "aku terlalu mencintaimu."

Kini giliran Lan Wangji yang tercekat nafasnya sendiri.

Dengan nelangsa dan air mata yang telah bercucuran membasahi pipinya, Wei Wuxian berkata, "aku- Terima kasih, Lan Laoshi. Selamat tinggal." Wei Wuxian menghapus air matanya kasar sebelum tersenyum lebar. Senyum yang dipaksakan. Kemudian, dia berbalik dan hendak pergi. Pergi dari laki-laki yang tidak mungkin dia miliki dan tak mungkin dia bisa hidup tanpanya.

Pergi dan tak kembali. Itu niatnya sebelumnya. Sebelum tangan besar Lan Wangji menariknya masuk kembali ke ruangan dan membawanya ke bagian terdalam. Di belakang sana, Lan Wangji mengukung Wei Wuxian yang menatapnya terkejut dan bingung. Bertanya-tanya, apa? Kenapa?

Namun, semua pertanyaan itu tertahan di tenggorokannya. Pertanyaan itu tersumbat oleh bibir tipis Lan Wangji. Menekannya dengan sentuhan selembut kepakan sayap kupu-kupu.

Maya cerah Lan Wangji menatap tajam mata kelabu Wei Wuxian. Seakan mengatakan, "diam!" dan Wei Wuxian menurut. Diapun menutup matanya. Pasrah. Melihat itu, Lan Wangji tersenyum dan ikut menutup kelopak matanya.

Ketika gigitan menyengat bibir bawah Wei Wuxian, dia meringis. Tak tahu bahwa itu dijadikan kesempatan oleh Lan Wangji untuk menyisipkan lidahnya. Menari di mulutnya. Membuat tubuh Wei Wuxian melemas. Untunglah sang dosen bertubuh lebih besar, dengan sigap dia menahan tubuh kecilnya dan terus mencumbu bibir Wei Wuxian.


"Bibirku sakit," keluh Wei Wuxian.

"Mn. Aku minta maaf."

"Laoshi, kau harus tanggung jawab!"

"Mn."

Wei Wuxian terkekeh geli ketika Lan Wangji menciumi puncak kepalanya.

"Laoshi, hentikan, mou...."

Lan Wangji hanya tersenyum dan melanjutkan jajahannya terus hingga wajah dan leher pemuda yang tengah duduk di pangkuannya. "Lan Zhan."

"Eh? Laoshi berkata sesuatu?"

"Panggil aku Lan Zhan dan aku akan berhenti."

Wei Wuxian tak tahan. Wajahnya memerah hingga leher. Aiya, bagaimana dosen killer, bermuka tembok dan irit bicara ini bisa semanis ini? Wei Wuxian tidak tahan. AAAAAAAAAAAAAAAA

"Laoshi, jadikan aku selirmu."

Tbc

Me And You (Wangxian Stories)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang