Pupus

1.2K 164 7
                                    

Luo Qingyang terkejut setengah mati. Suaminya, yang sering dia ejek si Muka tembok hasil perjodohan, memergokinya tengah berselingkuh. "Tidak, tidak. Aku tidak berselingkuh. Aku sudah berpacaran dengan Yuchen sebelum menikah," rapalnya dalam hati. Akan tetapi, rasa bersalah tetap merayap memasuki hatinya. Terlebih saat dia melihat tatapan sedih dan terkejut di mata Lan Wangji.


Lan Wangji hanya menundukkan kepalanya, kemudian, meleos pergi membawa sebuket bunga bertuliskan 'Happy Wedding Anniversary'. Luo Qingyang bernafas lega.


"Kau kenapa?" tanya Yuchen.


Wanita cantik berambut panjang itu menurunkan bahunya yang sempat tegang. "Si muka tembok. Dia tadi melihatku," jawabnya sembari menunjuk suatu jalan dengan dagunya.


Kini giliran Yuchen yang tegang. Matanya melototi sekeliling. "Aish! Kenapa tidak bilang?!"


"Untuk apa? Toh dia tidak peduli," ucap Luo Qingyang.


Yuchen menatap pacarnya tidak percaya. "Kau tidak kasihan apa dengannya?" tanyanya.


Luo Qingyang mendengus dan menjawab acuh, "kalau itu, aku yang tidak peduli."


Yuchen menghela nafas lelah.

*

Harum bau masakan tercium bahkan dari depan pintu rumah. Luo Qingyang memutar matanya. Menyiapkan kata-kata dingin untuk suaminya.


"Kau pulang?" tanya Lan Wangji, "sudah makan?"


"Mn," jawab Luo Qingyang singkat dan pergi ke kamarnya. Lan Wangji mengikutinya.


"Aku membeli kue dan memasak makanan kesukaanmu," ucap lelaki itu dengan telinga memerah.


Si istri hanya mendengus mendengarnya, "kau ulang tahun? Kenapa membuat makanan kesukaanku?"


Lan Wangji terdiam, gurat kekecewaan menodai wajahnya yang tampan. "Hari ini ... setahun kita menikah," katanya.


Luo Qingyang terdiam. "Oh," katanya singkat dan pergi ke kamar mandi. Dari dalam sana dia berteriak, "memangnya apa maumu? Sex?"


Lan Wangji terdiam. "Ti-tidak...," gumamnya.


"Kau ingin aku apa? kuberikan! Tapi, jangan harap aku jatuh cinta dan menganggapmu suamiku." Lan Wangji mematung mendengarnya.


"Y-ya," gumamnya lagi dan pergi dari kamarnya, entah kemana.

*

Luo Qingyang berjalan mengendap-endapke dapurnya berharap masih ada makanan yang tadi suaminya masakkan. "Semoga saja dia tidak ada di dapur," harapnya, malas melihat wajah datar sang suami. Sebenarnya, rasa berdosa juga menjadi alasan dia tidak mau bertemu dengannya.


Dapur kosong, ruangan tamu juga. Bebas.... Dengan segera, Luo Qingyang menyantap kue dan makanan perayaan ulang tahun pernikahannya.

*

Garis dua. Positif. Tidak pernah Luo Qingyang seberharap ini untuk positif corona saja. Testpack yang dia pegang dia lempar ke tempat sampah, bersamaan dengan surat undangan pernikahan Yuchen dengan seorang wanita bermarga Jiang. Dia benci. Dia benci hidupnya.


"Maaf, Qingyang. Tapi, aku lelah bermain denganmu," kata pria yang memiliki tanda lahir di dahinya.


"Apa maksudmu bermain? Aku serius denganmu, Yuchen!"


"Kalau kau serius kau tidak akan mempertahankan pernikahanmu dengan laki-laki itu! Kalau kau serius denganku, kau tidak akan mempertimbangkan bagaimana masa depanmu denganku! Kalau kau serius, dari awal kau harusnya tidak menerima pernikahan ini dan malah main belakang denganku!" teriak Yuchen, marah.


"Tapi, aku tidak bisa melawan orang tuaku, Yuchen!"


"Kalau begitu, aku juga. Aku tidak bisa lagi menolak perjodohan ini. Maaf, Qingyang. Tapi, aku memang benar-benar lelah. Aku terus merasa bersalah pada suamimu. Apa kau tidak begitu?" tanya Yuchen, suaranya memelan. Wajahnya memelas dan terlihat lelah.


Luo Qingyang bungkam. Membuat Yuchen menghela nafas lelah.


"Aku minta maaf, tapi, cobalah kau beri Lan Wangji kesempatan. Seperti aku memberi kesempatan pada A-Li," ucapnya, kemudian pergi.


"Tapi- tapi, aku hamil anakmu, Yuchen...," ratap Qingyang di kamar mandinya, mengabaikan panggilan khawatir dari Lan Wangji.


Waktu berlalu, Qingyang melahirkan. Semua keluarga Lan dan Luo mengetahui bayi itu bukanlah darah daging Lan Wangji, akan tetapi, laki-laki itu tetap menerimanya. Walau begitu, Qingyang tetap dingin. Tak satu kalipun dia menatap Wangji dengan cinta. Tak sekalipun dia memberi laki-laki itu kesempatan.


Waktu terus berjalan dan Wangji tetap memperlakukan istrinya dengan baik. Tidak bisa dipungkiri, hatinya terasa kosong. Apa artinya janji pernikahan yang mereka ucapkan kalau wanita itu bahkan tidak mau melihatnya sebagai suami.


Dan sekalinya Luo Qingyang mengakui menatap Lan Wangji penuh rasa kepemilikan, dia telah terlambat. Di matanya, Lan Wangji tengah menatap penuh cinta pada seorang pemuda berambut panjang. Wajah mereka merona dan senyum terpatri di bibir keduanya.


Ketika Lan Wangji pergi, Luo Qingyang masih menatap pemuda itu yang kini tengah bercanda dengan temannya. Tangan wanita itu terkepal. Kemarahan jelas tercetak di wajah cantiknya.


*

TBC

Me And You (Wangxian Stories)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang