17. Date in Hospital

68 22 8
                                    

무너져버린
Runtuh
그 시간 속에서
Pada waktu itu
운명이라 믿었던 바램조차
Bahkan keinginan yang kupercaya adalah takdir
이젠 소용없는데
Tidak ada gunanya sekarang

STRAY KIDS - GONE AWAY (HAN, Seungmin, I.N)

|
|

|
|

Karena bosan menghampiri, Mark izin keluar dari ruangan dan berencana untuk berkeliling rumah sakit. Hanya sebatas informasi, ini adalah rumah sakit tempat Deana magang. Pasti kalian tahu apa tujuan Mark berjalan kaki mengelilingi rumah sakit yang luas ini.

Udara di luar ruangan terasa lebih segar, banyak pepohonan tertanam rapi. Setelah lelah berjalan kesana-kemari, Mark duduk di salah satu bangku yang berada di taman rumah sakit dekat dengan air mancur lalu mengeluarkan handphonenya dan mengetik sesuatu.

Mark menatap keadaan sekitarnya, ada beberapa anak kecil yang sedang bermain. Hal itu mengingatkan Mark pada cerita orang tuanya yang mengatakan saat Mamahnya dilarikan ke rumah sakit di Kanada, Mark kecil selalu setia duduk dan menunggu diruang tunggu yang disediakan. Tak pernah absen seharipun, lalu saat sudah benar-benar bosan ia akan bermain di taman rumah sakit. Setelah bermain ia berharap Mamahnya keluar dari ruangan yang tak boleh di masuki oleh Mark kecil.

Tetapi saat sudah keluar dari ruangan yang bahkan Papahnya tak boleh masuki itu, Mark kecil tetap tak diperbolehkan masuk. Padahal Papahnya boleh, lalu kenapa ia tak boleh? Apa dokter pilih kasih? Pikir Mark kecil berumur 7 tahun.

Alhasil yang bisa dilakukan oleh Mark kecil saat itu hanya duduk didekat jendela ruang rawat inap dan sesekali mengintip keadaan Mamahnya dan menunggu Mamahnya keluar dari ruangan yang serba putih itu.

Mark tersenyum sendu memgingat cerita itu, ia tak mengingat secara jelas semuanya tetapi yang masih menempel di kepalanya adalah ingatan saat ia menangis tersedu-sedu saat melihat Mamahnya keluar dari ruangan yang memisahkan mereka.

Setelah itu Mark berjanji tak akan pernah menangis dan menjadi lelaki yang kuat untuk Mamahnya. Tak terasa ternyata waktu berjalan begitu cepat hingga Mark telah dewasa sekarang, tetapi kenapa penyakit yang di derita Mamahnya tak kunjung sembuh? Apa Tuhan terlalu sayang pada Mamahnya sehingga Ia memberikan Mamahnya cobaan yang sangat menyakitkan?

"Mark" Suara semerdu kicauan burung dipagi hari membuyarkan semua ingatan yang singgah di kepala Mark, perlahan Mark mendongakkan kepalanya sembari tersenyum menatap seseorang yang memanggilnya.

Tanpa menjawab dan tanpa melunturkan senyuman manisnya, Mark menuntun wanita itu untuk duduk disampingnya. Setelah duduk berdampingan, Mark meletakan kepalanya di bahu sempit milik wanita yang berpakaian serba putih itu.

Mark ingin mengistirahatkan pikirannya sejenak, dengan tangan saling menggenggam erat seperti tak akan ada yang bisa melepaskannya. Ditemani suara gemercik air yang samar-samar terdengar dari air mancur yang berada ditengah taman, Mark masih bungkam menikmati kenyamanan yang diberikan Deana.

"Gimana keadaannya tante?" Tanya Deana yang sedari tadi menunggu Mark berbicara, tapi sepertinya Mark tak ada niatan untuk memulai percakapan. Jadi Deana saja yang memulainya karena memang ia penasaran dan khawatir dengan keadaan Mamah Mark.

"Tante?" Mark mengangkat kepalanya lalu menatap Deana dengan raut bingung dan alis yang bertaut, apa ia salah mendengar tadi?

"Eh Mamah maksudnya, lupa" Dengan kekehan diujung kalimat, lagi-lagi Deana berbohong pada Mark.

"Oh, Tadi udah bangun terus udah diperiksa lagi juga sama dokter" Jelas Mark dengan perlahan kembali ke posisi menyandarkan kepalanya pada bahu Deana. Ntahlah, tapi ini sangat nyaman bagi Mark. Walaupun rasanya ada yang mengganjal, Mark mengabaikannya. Ia tak mau memperpanjang masalah dan percaya pada ucapan Deana.

Hanya menganggukan kepala yang bisa Deana lakukan dan membiarkan keheningan mendominasi, ditemani oleh suara gelak tawa anak-anak yang sedang bermain agak jauh di depan mereka. Mark menghela nafas kasar mengingat permintaan Mamahnya tadi. Apa ia juga harus ikut ke Kanada? Padahal ia mau membuka bisnis di sini dan terus bersama Deana, apa ia harus menunda rencana bisnisnya dan meninggalkan Deana untuk sementara seorang diri disini?

"Kenapa?" Mendengar helaan nafas Mark, Deana langsung bertanya sembari mengusap tangan Mark yang masih berada di genggamannya. Gelengan kepala terasa di pundak Deana, Mark tak menjawabnya.

"Heh! Gua cariin kemana-mana eh malah pacaran di rumah sakit ya! Kerja woi!" Kesal Monika yang lelah mencari temannya tapi malah melihat pemandangan seperti itu dipagi hari.

Mark dan Deana hanya terkekeh dan langsung menengok kearah Monika yang sedang berdiri bersama Susan. Mereka mencari Deana yang tadi izin pergi sebentar dan tak memberitahu kemana tujuannya, tapi setelah ditunggu Deana tak kunjung datang padahal pekerjaan sudah menunggu mereka.

"Mark gua pinjem dulu ya Deananya" Ujar Susan lalu langsung menarik Deana menjauh dari Mark, seperti dipisahkan secara paksa. Langsung berjalan meninggalkan Mark sendirian di taman, Deana melambaikan tangannya pada Mark.

"Udah gausah dadah-dadah nanti juga ketemu lagi! Sekarang kerja dulu" Pekik Monika saat tahu Deana sedang menengok ke arah belakang dan melambaikan tangannya.

"Pasti lu iri ya? Emangnya Chenle gak romantis Mon?" Tanya Susan menyela perkataan Monika. Deana terkekeh lagi mendengarnya.

"Diem! Gausah berisik! Masih pagi ini!" Tak mau memperpanjang masalah di pagi hari, Monika lebih memilih untuk mengabaikan pertanyaan Susan yang mungkin akan berakhir dengan pertengkaran antar mulut yang pastinya menguji kesabaran.

"Gimana cara ngomongnya ya" Gumam Mark yang sedang berjalan menuju ruangan Mamahnya setelah tak melihat lagi punggung Deana. Masih menyusuri jalan dengan santai, Mark masih sibuk dengan pikirannya sendiri.

°•°•°•°•°•°•°•°

Deana masih duduk dan termenung, padahal sekarang sudah masuk waktu istirahat jam makan siang yang seharusnya dia manfaatkan untuk mengisi perutnya. Tapi wanita berpakaian serba putih ini malah duduk terdiam sampai mengabaikan dua temannya yang sibuk mengajaknya mengobrol.

"Heh! Bengong mulu perasaan dari tadi!" Seru Susan membuyarkan lamunan Deana.

"Maaf, gua lagi mikir mau ngejenguk Mamahnya Mark tapi takut" Lirih Deana, ia bingung tak tahu lagi harus apa.

"Yaudah gkpp kesana aja, lagian kan niat lu baik mau ngejenguk. Nanti kalo lu gak ngejenguk malah dicap jelek sama Mamahnya Mark cuma gara-gara mikirin masalah kemaren gimana?" Saran Monika yang diangguki oleh Susan.

"Mamah Mark bukan orang yang kayak gitu kok, tapi gua harus kuatin mental sama hati dulu kalo mau kesana. Apa nanti aja ya pas mau pulang gua mampir dulu?" Tanya Deana meminta pendapat kedua sahabatnya.

"Mending sekarang aja gih, dari pada nunggu malem. Kan kalo malem waktunya pasien istirahat, mending sekarang aja" Saran Susan yang kini beranjak pergi dari duduknya.

"Lu gak mau ikut ke kantin?" Tanya Monika yang melihat Deana masih setia duduk dan tak bergerak sedikitpun.

"Kalian duluan aja, gua makan sama Mark"

"Pantesan, yaudah kita duluan ya" Pamit Susan dan Monika.































To
Be
Continue

Salam dari Jodoh Mark Lee💚

TAKDIR || MARK LEETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang