Nineteen

3 1 0
                                    

Diva melihat sekitarnya. Olahraga sudah selesai limabelas menit yang lalu. Harusnya ia cepat-cepat berganti baju untuk pelajaran selanjutnya.

Tapi, inilah kelemahannya. Di kelas sudah sepi. Hanya ada satu gerombol siswa perempuan yang belum berganti baju. Yang lain mungkin sudah ngantri ke kamar mandi.

Div, lo pasti bisa.

Diva berdiri. Ia sudah mengambil seragam gantinya. Berjalan menuju satu gerombolan siswa yang masih di kelas.

"Eum... kalian ngga ganti baju?" tanya Diva pelan-pelan.

Salah satu dari tiga siswa perempuan itu menoleh. Melihat Diva dari ujung kepala sampai kaki. "Belum," balasnya singkat.

Diva mengangguk. "Nanti kalau mau ganti baju, gue ikut ya?" tanya'nya.

"Iya deh. Terserah lo," balas siswa yang setau Diva bernama Siska. Diva duduk di bangkunya lagi. Walaupun sudah ada persetujuan dari mereka, tapi tentu saja Diva melihat tatapan tak suka oleh mereka.

Entah karena apa, Diva susah mempunyai teman. Kalaupun ia berusaha dekat dengan siswa perempuan di kelasnya, mereka selalu menjauh. Seakan tak mau berteman dengan Diva.

Diva itu introvert. Ia sadar itu. Tapi seberapa besar dirinya ingin berubah, ketakutan dalam dirinya sama besarnya dengan keinginan itu sendiri. Takut, respon yang diberikan tak sesuai ekspetasinya.

Diva menghela nafas. Ia berdiri. Berjalan menuju kamar mandi. Sepertinya Siska dan teman-temannya tak mau menerima kehadirannya.

Div. Lo biasa sendiri kok. Ngga papa.

Sekali lagi, Diva gagal mendapat teman. Sementara ini, ia hanya punya Keysa dan Vannya. Harusnya ia bersyukur. Tapi ada keinginan punya teman lebih dari mereka berdua. Kadang ia iri dengan yang lain. Bisa punya banyak teman. Tak kesulitan dalam mendapatkan teman.

Ia membasuh tangannya sebentar di wastafel.

Ngga papa, Div. Toh bentar lagi lulus. ucap Diva dalam hati. Sekali lagi, ia tak bisa melihat dirinya sendiri di cermin.

Ia segera mengambil baju olahraganya. Keluar dari sana, ingin pergi dari kesepian yang ia benci.

"Div."

Diva berhenti. Ia berbalik. Sontak ia tersenyum melihat Keysa tak jauh dari tempatnya.

Keysa mendekat. Ia merangkul temannya itu. "Abis olahraga?"

Diva mengangguk.

Keysa melihat sekitar. Diva sendiri. "Yuk ke kantin," ajaknya.

Diva mengangguk. "Gue ke kelas dulu naruh ini," balasnya melirik baju olahraganya.

Keysa mengangguk. "Let's go!"

Diva tersenyum. Ia berjalan berdampingan dengan Keysa. Sejauh apapun ia mencari, seberapa keras ia berusaha, selalu berakhir dengan Keysa.

"Woi, Al!" Keysa mendekati Al yang mengobrol asik dengan Reza dan entah siapa Keysa tak tau. Palingan teman kelas.

"Hei. Ngapain lo?" tanya Al.

Keysa menengok ke belakang. Diva berdiri tak jauh darinya. "Ngajak pacar lo ke kantin," balasnya. Aneh. Rasanya enteng sekali memanggil Diva sebutan pacarnya Al.

Al terkekeh. "Sana. Gue sama cowo-cowo dulu,"

Keysa mengangguk. Ia melirik sebentar laki-laki yang duduk bersama Al dan Reza. "Heyoo. Gue Keysa. IPA 4. Salam kenal," ucapnya memperkenalkan diri.

Digrees (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang