Twenty💣

4 1 0
                                    

Azzam menghampiri ibunya. Sejak Keysa masuk untuk diperiksa, Sarah mondar-mandir tak tentu. "Bu, duduk dulu. Berdoa aja, semoga Keysa ngga papa." Azzam menarik tangan ibunya ke bangku tak jauh dari tempatnya berdiri.

Sarah menghadap anaknya. "Zam, Ibu khawatir sama Keysa. Liat Keysa sakit perut gitu, ngingetin Ibu sama Azura," jelas Sarah. Matanya berkaca-kaca.

Azzam terdiam. Ia setuju dengan ucapan ibunya. Azura. Salah satu perempuan yang sangat ia sayangi. Namun sudah pergi ke tempat lain. Ke dimensi lain. Tempat yang paling jauh.

Ceklek.

Pintu terbuka. Sarah segera menghampiri dokter yang membuka pintu itu. "Gimana, Dok? Keysa baik-baik aja, 'kan?" tanya Sarah.

"Pasien tidur. Ibu walinya?"

Sarah mengangguk. "Iya, Dok. Saya yang bawa Keysa kesini," balasnya.

"Mari ke ruangan saya, ada yang perlu saya jelaskan."

Sarah mengangguk. Ia melirik Azzam sekilas. "Berhubung Keysa lagi tidur, kamu boleh masuk. Jagain Keysa dulu ya, Zam."

Azzam mengangguk.

Setelah melihat balasan dari anaknya, Sarah kembali menghadap dokter yang memeriksa Keysa.

"Mari, Bu."

Sarah mengangguk. Ia mengikuti dokter itu.

"Silahkan duduk, Bu."

Sarah menarik kursi didepannya. Duduk disana. "Mau bicara apa, Dok?" tanyanya.

"Setelah diperiksa, ternyata Keysa mengidap kanker hati."

Sarah membekap mulutnya tak percaya. "Ka...kanker hati, Dok?"

Dokter itu mengangguk. "Iya, Bu. Menurut hasil, kanker yang menyerang Keysa jenis hepatocellular carcinoma."

Tes. Sarah menitikkan air mata. Apa yang ia takutkan terjadi.

"Karena tubuh Keysa tergolong tidak mengalami obesitas dan tidak ada riwayat diabetes, sepertinya Keysa terkena kanker hati karena turunan dari ibunya," jelas Dokter wanita itu.

Sarah menghapus air matanya. "Kanker hati susah penyembuhannya, 'kan Dok?"

"Karena kanker yang menyerang hati Keysa sudah menyebar, satu-satunya cara hanya transplantasi hati. Berhubung mencari pendonor hati sulit, saya akan berikan obat samping."

"Transplantasi hati?"

"Iya, Bu. Sepertinya Keysa sudah sering merasa sakit perut. Atau gejala lain seperti mual. Namun, itu semua tidak terlalu pasien khawatirkan. Sehingga, kanker sudah menyebar."

Sarah mengangguk lemah. "Terima kasih atas informasinya Dok."

"Sama-sama. Tolong dijaga agar pasien tetap semangat dan tidak sedih. Jaga mentalnya,"

Sarah mengangguk. "Baik, Dok. Saya permisi."

Dokter itu mengangguk.

Sarah keluar dari ruangan itu. Ia menyenderkan tubuhnya ke tembok.

Ya Allah, sembuhkanlah Keysa.

Dilain sisi, Azzam membuka pintu pelan. Benar. Keysa masih tidur.

Ia duduk di sofa tak jauh dari brankar Keysa. Melihat Keysa dari jauh.

Lo ngga papa, 'kan?

Sarah menghapus air matanya. Ia berjalan menuju ruangan Keysa.

Menghirup nafas pelan. Bismilah.

"Ibu."

Sarah mendekati anaknya. Duduk disebelah Azzam.

Digrees (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang