13. Tiga detik

849 143 36
                                    

♡ Happy reading ♡

"Perlahan semua pertanyaanmu akan terjawab"

{}--{}--{}

Seira menghela nafas lelah, pasrah dengan keadaan. Cerita sialan. Entah sudah berapa kali Seira bersumpah serapah mengenai kekacauan alur cerita. Ia sudah bosan. Kedepannya, jika muncul hal tidak terduga kembali mungkin dia tidak akan terkejut lagi.

Mata Seira lalu menengok kearah pria paruh baya yang merupakan Ayah Elina. Pria itu sedang menyantap makanannya dengan teratur dan berwibawa. Karakter yang sama sekali tidak pernah diceritakan dalam novel, sama seperti keberadaan kakak Elina itu. Justru karakter Ibu Elina yang beberapa kali muncul mengisi jalan cerita ternyata sudah meninggal sejak lama.

Tn. Lenar, nama Dad Elina itu yang Seira ketahui saat Ketua maid menyebutnya. Ia karakter baru selanjutnya setelah Darren, kakak Elina yang pernah mengunjunginya juga.

"Bagaimana kabarmu?"

Seira berdehem, "Aku baik-baik saja, Dad."

Pria paruh baya itu menghentikan tangannya yang hendak menyuap sepotong steik ke dalam mulut. Ia sedang menatap terpaku kearah putrinya itu.

Sementara wajah Seira langsung mengerut bingung, lantas ikut terpaku. Apa ada yang salah dengan ucapannya?

Tn. Lenar tersenyum. "Dad senang kau mulai berubah," Ia kemudian meletakkan garpu dan pisau di genggamannya. Memilih memfokuskan pandangan kearah Elina.

"Apa ini karena kau akan menikah dengan Regan?" Ia menaikkan sebelah alis. "Aku tidak tahu hal seperti itu bisa merubah pribadimu jadi lebih baik. Tapi baguslah,"

Seira menghembuskan nafas lelah. Bertemu pandang dengan Tn. Lenar yang duduk di kursi seberang. Kurang lebih seperti itulah yang dikatakan Darren kemarin padanya juga. Mungkin memang pribadi buruk Elina itu juga berdampak pada keluarganya. Sikap angkuh dan enggan berbicara banyak terkecuali bersama Regan saja.

"Dad sudah membicarakan hal ini dengan Regan. Pernikahan kalian akan dilaksanakan tiga bulan kedepan,"

"Lama sekali," Keluh Seira tanpa sadar. Itu artinya selama itu ia akan terus kesulitan untuk melindungi Regan. Meski sebelumnya ia berniat keras membatalkan pernikahan. Namun pernikahan adalah jalur paling baik untuk Seira bisa terus berada di sisi pria itu.

Tn. Lenar terkekeh. "Dad selalu iri dengan Regan. Kau lebih mencintainya dibandingkan Dad dan Daren"

Seira meringis. Padahal bukan itu maksudnya.

"Mau Dad percepat?" Tawarnya dengan senyuman mempesona padahal usianya sudah setengah abad.

"Boleh begitu?"

"Tentu saja," Tn. Lenar tertawa lagi. Seolah Seira mempertanyakan hal yang seharusnya tidak usah dipertanyakan. "Kau tinggal hanya mengatakan 'ya'. Mau Dad percepat jadi besok lusa saja?"

"Lusa?" Pekik Seira. Itu terlalu cepat juga baginya. Mana ada pernikahan disiapkan dalam waktu secepat itu. Namun Seira tidak tahu bahwa itu bukan hal yang sulit bagi Ayah Elina.

"Bagaimana?"

Seira menggeleng. "Bulan depan saja,"

Dad Elina mengangguk-angguk kemudian kembali melanjutkan kegiatan menyantap steik yang sempat tertunda. Pria itu lantas menatap arloji yang melingkar di pergelangan tangannya lantas menghela nafas pelan. Ia harus segera meninggalkan putrinya lagi untuk urusan bisnisnya.

"Princess, mau meluangkan waktu malam ini berjalan-jalan dengan Dad?"

Seira mengangguk ringan. "Tentu, Dad."

STUCKTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang