Chapter 9 : Perpustakaan

49 47 8
                                    




SELAMAT MEMBACA






Dering Bel istirahat berbunyi. Tak berapa lama, siswa dan siswi berhamburan ke luar kelas menuju kantin. Di dalam kelas hanya tersisa Maikela, Nina, dan juga Deden.

"Heh!! Buset dah tu muka kenapa kusut amat." seru Deden kepada Meikala.

Mendengar hal itu Nina sontak melototkan matanya memberi isyarat Deden untuk diam.  Sedangkan Deden hanya terkekeh pelan, pasalnya muka Maikela bener-benar terlihat begitu kusut.

"May kangen lora, lora kok lama banget sih!" seru Maikela sambil menopang dagu dengan kedua tangannya.

Laura atau kerab di panggil lora oleh Maikela. Laura adalah sahabat pertama bagi Meikal, di saat banyak anak yang tidak tahan dengan kejailan Maikela dan berusaha untuk menghindari Maikela. Namun hanya Laura yang tetap bertahan dengan segala tingkah Maikela, sayangnya kini Maikela harus berpisah dengan sahabat baiknya dikarenakan Laura mendapatkan beasiswa pertukaran pelajar selama 2 tahun di Los Angeles.

Setelah Laura pergi, Maikela sering kali merasa sendirian. Karena dirinya tidak terlalu banyak mempunyai teman, sebelum akhirnya Nina dan Deden datang.

"Ya kali May, pertukaran pelajar pastinya lama kagak ada yang sebentar. Lagian tahun depan juga laura udah pulang," seru Deden sambil mendudukkan dirinya di sebelah Maikela.

"Udah-udah, lagian masih ada gw sama Deden May. Jadi lo gak usah merasa kesepian gitu, kita ini juga temen lo." balas Nina.

"Hem, pokonya percaya sama babang Deden. Kalo babang Deden ini bakalan ngelindungin dedek May dari siapapun."

Maikela tersenyum kecil, setidaknya dirinya masih mempunyai seseorang yang sangat memperhatikannya.

"Gw mau ke perpus, kalian mau ikut gak?" tanya Nina.

"Tumben lo Nin, kesambet jin apa lo tiba-tiba ngajakin ke perpus."

Nina melototkan matanya, mengeplak kepala Deden. "Enak aja kesambet jin, yang ada lo itu jin nya."

"Stttt.. Sakit ogeb!"  ringis Deden seraya mengusap kepalanya pelan.

"May mau ikut!!" seru Maikela.

"Kalo dedek May ikut, abang Deden juga mau ikut dong."

"Heh lo mau gw geplak lagi hah?" ucap Nina, mengangkat tangannya bersiap hendak memukul. "Abang-abang, abang tukang becak lo!"

Deden berusaha menghindar dari Nina, dirinya tidak mau mengambil resiko terkena geplakan dari Nina lagi. Kepala nya ini sangat berharga, bisa-bisa IQ nya turun jika Kepala nya terus kena geplak Nina.

"Nina, Deden jadi gak sih mau ke perpus. Entar keburu masuk lagi." seru Maikela berusaha Menengahi aksi Nina dan Deden.

"Eh, jadi dong. Hayuk kita pergi duluan, kita tinggalkan mak Lampir yang satu ini." ucap Deden seraya menggandeng lengan Maikela berjalan terlebih dulu meninggalkan Nina yang berada di belakang.

"Woy, siapa yang lo sebut mak Lampir hah?" seru Nina, "gw yang ngajak kenapa jadi gw yang di tinggal."

Nina berlari mengejar Maikela dan Deden kemudian merangkul bahu keduanya, ke tiganya berjalan beriringan di sepanjang koridor menuju perpustakaan.

Sambil sesekali tertawa mendengar lawakan Deden, Maikela sama sekali tidak menyadari bahwa dirinya tengah diperhatikan oleh sepasang mata yang tengah menatapnya dengan pandangan yang sulit di artikan.

Memasuki perpustakaan, Maikela berjalan menyusuri Rak bagian novel. Tangannya berusaha menggapai novel terletak di atas rak.

Kakinya berjinjit, melompat-lompat kecil masih berusaha untuk menggapai novel tersebut.

"Kenapa tinggi banget sih, kalo gini gimana cara May ngambilnya!" grutu Maikela.

Sebuah tangan dari belakang terulur mengambil novel yang sadari tadi berusaha di ambilnya. Maikela berbalik, matanya terpaku pada sosok di depannya.

Maikela berusaha menahan napas, jantungnya berdegup sangat kencang. Jarak dirinya dengan Axel hanya beberapa cm, Maikela bahkan bisa merasakan hembusan napas Axel menerpa wajahnya.

"Ehmmm!" deheman Axel berhasil membuyarkan Maikela.

"Nih! Makanya tumbuh tu ke atas." ucap Axel seraya menyerahkan novel tersebut kepada Maikela.

"May tinggi tau." seru Maikela dengan sewot seraya mengambil novel dari tangan Axel.

Axel terkekeh, matanya menatap Maikela yang tengah berdiri di depannya. Tinggi Maikela bahkan hanya sebatas dadanya dan harus mendongak jika berbicara dengan dirinya itukah yang di namakan dengan tinggi.

Mengeleng pelan, Axel kemudian berbalik meninggalkan Maikela begitu saja.



_TBC_

MY NEIGHBOUR [HIATUS]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang