ninth things

285 47 32
                                    

2 jam stuck di ruang tengah, gue masih belum beranjak juga. Gue masih merenung di atas karpet sambil menopang kepala di atas meja sofa. Ini semua karena tugas membuat puisi. Gue emang paling gak berbakat dalam sastra bahasa, apalagi puisi beginian. Otak gue seketika langsung blank dan error. 2 jam nyari insipirasi pun gak juga membuahkan hasil. Kertas gue masih kosong bersih, belum tercoret apapun.

Gue mengusap wajah kasar, menyerah dengan tugas ini. Mau dipaksa mengarang pun gue gak bisa karena gue emang gak tau cara nulis puisi itu kayak gimana.






"Yixia? Lo ngapain?"

Gue mengangkat kepala saat mendengar suara Haoxiang yang tengah turun dari tangga.

"Kerjain tugas, Ge." Balas gue dengan lesu.

"Tugas apa? Kok mukanya kusut gitu?" Haoxiang berjalan menghampiri gue. Dia melirik buku-buku gue yang berantakan di atas meja.

"Buat puisi, tapi aku gak bisa buatnya. Udah dua jam gak selesai-selesai juga."

"Ohh." Setelah itu, Haoxiang berjalan meninggalkan gue begitu saja. Dia kembali ke tujuan awalnya, yaitu dapur.



Sepuluh menit setelahnya, Haoxiang kembali sambil membawa segelas kopi dan roti sandwich. Dia tidak kembali ke kamarnya, melainkan duduk bersama gue di ruang tengah. Dia duduk di atas sofa lalu menikmati makanannya.

"Temanya apa?" Tanya Haoxiang.

"Uhm... Cinta." Balas gue dengan pelan. Rasanya malu aja bilang ke Haoxiang.

Tanpa diduga, Haoxiang malah terkekeh kecil. "Tulis aja kayak buat surat cinta. Tapi pake bahasa yang indah."

Gue mengerang, "Masalahnya aku gak bisa nulis kayak gitu!"

"Emang lo gak pernah buat surat cinta?"

"Enggak. Punya gebetan juga enggak." Balas gue sedikit beralibi, yakali gue bilang gue naksir sama temennya. "Kalo Gege? Pernah nulis surat cinta?"

Haoxiang mendadak diam, setelah itu dia berdeham gugup. Dari gelagatnya, gue ngerasa sepertinya dia pernah nulis surat cinta ke gebetannya. Sontak gue langsung melayangkan senyum jahil. "Kiww siapa tuh ceweknya? Diterima gak, Ge?"

"Dih apasih. Diem gak lo?" Haoxiang melotot ke gue. Gue ketawa melihat Haoxiang yang salting. Bahkan gue dapat melihat telinganya memerah. Gue jadi penasaran, siapa perempuan yang bisa melelehkan hati Haoxiang yang super dingin ini.

"Ya maap. Gege napa jadi sensi banget sih."

"Berisik. Gak gue bantuin lo ntar."

"Dih Gege mainnya ngancem!"

"Bodo." Ketusnya. "Cara pertama, lo harus bayangin siapa orang spesial di hati lo. Karena kalo kita bayangin dia, pasti nulisnya jadi lancar."





Mendengar instruksi pertama Haoxiang, seketika kepala gue langsung memikirkan Junlin. Baru bayangin mukanya aja gue udah salting parah. Saat itu juga gue tersadar dengan suara tawaan Haoxiang.

"Ternyata beneran dipikirin." Ujarnya. "Pupil mata lo membesar, itu bukti kalau lo lagi jatuh cinta."

Gue mengernyit bingung. "Hah? Emang ada hubungannya?"

"Ada. Kalo kita bayangin orang yang kita suka, pupil mata bakal membesar."

"Wih serius?! Gege coba dong bayangin, aku pengen liat!"

Haoxiang malah mendorong jidat gue, "Gak."

"Ah Gege mah sok jaim. Tinggal bayangin juga, aku kan cuma mau lihat matanya doang."

"Yixia, sumpah lo ngeselin banget malam ini."

Gue ketawa lagi, Haoxiang makin kelihatan salah tingkah. Ternyata cowok kalau lagi kasmaran lucu juga. Apalagi Haoxiang, baru mention crushnya aja dia udah salting sampe telinganya merah.

"Iya maap, Ge." Kata gue sambil menghentikan tawaan gue. Haoxiang udah natap gue dengan tajam untuk menutupi saltingnya.


"Btw Ge, Ceweknya siapa?"

"LIU YIXIA!"


•••




Jam 10 malam, tugas gue akhirnya selesai. Bukan gue yang ngerjain, tapi Haoxiang. Iya, dia semua yang nulis dan ngarang puisinya. Sebagai gantinya, gue disuruh Haoxiang memasak ramen.

Alasan kenapa Haoxiang yang ngerjain adalah Haoxiang bilang dia gak mau ribet ngajarin gue. Makanya dia sendiri aja yang nulis. Sebagai seorang pencipta lagu dan penulis lirik, tentu saja membuat kalimat-kalimat indah sudah tidak sulit lagi bagi Haoxiang. Dalam waktu 15 menit, Haoxiang sudah menyelesaikan 5 paragraf puisi berjudul "Like A Breeze". Setelah gue baca, isinya bener-bener bikin baper, kata-kata manis di dalamnya bahkan menurut gue cocok buat dijadiin lirik lagu. Gue semakin pede kalau puisi gue bisa dapat nilai A+ karena isinya yang bagus banget.



"Lo suka sama siapa, Yixia?" Tiba-tiba saja Haoxiang menanyakan hal ini ke gue saat kita sedang makan ramen bersama. Gue seketika tersedak, buru-buru minum air untuk meredakan batuk.

"Gege random banget sih..." Ujar gue malu.

"Gue cuma penasaran. Lo suka sama siapa? Temen sekelas?"

Gue menggeleng. "Kakak kelas."

Seketika Haoxiang menatap gue. "Siapa? Temen sekelas gue?"

Gue mengangguk aja, toh Haoxiang gak akan bisa nebak siapa orangnya. Ada sekitar 10 orang cowok di kelas Haoxiang.

"Junlin, ya?"

Mata gue melebar, gue juga menganga kaget. Tercengang dengan tebakan Haoxiang yang langsung tepat sasaran. Bahkan sumpit gue sampe jatuh ke lantai saking kagetnya.

"Bener ternyata." Kata Haoxiang sambil terkekeh.

"GEGE KOK TAU?!"

"Tadinya nebak doang, eh bener."

"ISH!" Gue mendengus. "Gege jangan cepu, ya!"

"Emang kenapa kalo gue cepuin? Bukannya lo bisa lebih deket sama Junlin?"

Dengan gerakan refleks, gue menonjok lengan Haoxiang karena malu. "ISH POKOKNYA JANGAN!"




Haoxiang tertawa kecil. "Gue setuju kalo lo sama Junlin. Dia bakal jagain lo dan perlakuin lo dengan baik."

Gue cuma diem dengan pipi memanas.

"Mau gue bantu deketin gak?" Tanyanya sambil tersenyum menggoda gue. Membuat gue lagi-lagi salah tingkah dan kembali memukul lengannya. Sepertinya lama-lama gue mulai menunjukan sifat barbar gue ke Haoxiang.



—14 things about yan haoxiang

𝟏𝟒 𝐭𝐡𝐢𝐧𝐠𝐬 𝐚𝐛𝐨𝐮𝐭 𝐲𝐚𝐧 𝐡𝐚𝐨𝐱𝐢𝐚𝐧𝐠Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang