Pagi ini, sarapan gue sedikit berbeda dari hari-hari sebelumnya. Kalo kemarin gue lebih sering sarapan bareng Haoxiang aja, sekarang ada Mama dan Papa yang baru aja pulang dari Jepang. Suasana meja makan lebih ramai dengan suara Mama yang terus berbicara. Dia terus sibuk dengan menyiapkan sarapan untuk Haoxiang, menawarkan semua lauk makanan kepada kakak tiri gue itu. Mama terlihat sangat senang karena bisa menjadi dekat dengan Haoxiang. Walaupun Haoxiang lebih banyak diam seperti biasanya. Setidaknya dia sedikit lebih baik dari sebelumnya.Sama seperti Haoxiang, Papa pun lebih banyak diam. Haoxiang dan Papa Yan adalah dua orang yang memiliki satu sifat yang sama. Entah karena sifat keturunan atau karena keretakan keluarga mereka dulu yang membuat keduanya menjadi saling dingin. Papa terus menyibukkan diri dengan layar tab nya, sepertinya sedang membaca laporan perusahaan. Sedangkan Haoxiang hanya diam sambil menyantap sarapannya. Mama juga sudah diam dan ikut menghabiskan sarapannya. Suasana meja makan menjadi lebih dingin.
"Papa." Panggil Haoxiang tiba-tiba. Hal ini membuat semua penghuni meja makan menatapnya. Termasuk gue yang duduk di samping Haoxiang.
Papa mengangkat alis, menunggu Haoxiang melanjutkan ucapannya.
"Minggu depan Ziyin ulang tahun. Aku mau ketemu sama dia." Ucapnya dingin tanpa menatap Papa.
"Gak boleh." Balas Papa singkat.
"Aku mau temuin adik aku, kasih tau aku dimana mereka tinggal sekarang." Haoxiang pun membalas lagi tidak mau kalah. Tangannya mengepal, tapi wajahnya masih datar.
"Papa bilang tidak, Yan Haoxiang."
Prang!
Gue terkejut saat tiba-tiba Haoxiang melempar garpu yang dipegangnya ke atas piring. Membuat suara dentingan keras itu menggema. Haoxiang berdiri, menghadap sang Papa dengan wajah mengeras.
"Saya mau menemui keluarga saya. Berhenti menjauhkan kami!"
Papa membalas tatapan Haoxiang dengan datar, tidak gentar dengan perlakuan Haoxiang yang marah kepadanya. Gue mulai merasa takut kareha Haoxiang sudah mengubah panggilannya dengan formal, dia bahkan tidak takut untuk menantang si Papa.
"Kamu tidak perlu menemui wanita pengkhianat itu. Papa gak mau dia mencuci otak kamu nanti."
"Papa terus menyalahkan Mama tapi gak pernah intropeksi diri sendiri. Papa kira Mama selingkuh karena apa? Dia kesepian! Dia gak pernah mendapat perhatian dari siapapun setelah menikah dengan Papa. Dia stres saat hamil, pendarahan saat melahirkan, berjuang sendirian melawan maut saat melahirkan tanpa ada yang nemenin dia. Papa kemana aja?! Dan sekarang Papa terus nyalahin dia setelah pengorbanan yang dia lakukan selama ini. Gak heran Mama bisa beralih ke selingkuhannya, karena laki-laki itu emang lebih baik dari Papa. Saya sendiri pernah menemuinya dan dia memang sosok ayah yang baik walaupun masih muda."
Papa terdiam mendengar ucapan Haoxiang itu. Dirinya masih menatap Haoxiang tajam dengan nafas memburu. Sama seperti Haoxiang.
"Lima tahun. Lima tahun Papa misahin saya dari Mama sama adik. Lima tahun ini juga Papa udah mendapatkan keluarga baru, kehidupan baru, lalu apa lagi masalahnya? Mau saya kembali sama Mama pun bukan urusan Papa! Saya berhak milih tujuan hidup saya sendiri."
"Tidak. Kamu tetap sama saya. Kamu harus jadi penerus perusahaan."
"PERSETAN ITU SEMUA! SAYA TIDAK AKAN MAU!"
"YAN HAOXIANG!"
Papa mulai terpancing emosi, dia ikut berdiri dan secara tiba-tiba mencengkram kerah seragam Haoxiang. Tanpa takut, Haoxiang membalas tatapan Papanya dengan tajam. Keduanya saling bertatap tajam. Gue dan Mama mulai panik, kita hendak melerai, tapi Papa malah menghentikan gerakan kita dengan mengatakan, "Kalian diam."
Haoxiang menepis tangan Papa yang dikerahnya dengan kasar. "Saya akan cari mereka, setelah itu saya akan pergi dari sini. Jangan pernah berharap saya mau menjadi penerus anda. Saya tidak sudi melakukan apapun yang berkaitan dengan anda."
Bugh!
"PAPA!"
"GEGE!"
Setelah mengatakan ucapan tadi, Haoxiang langsung dihadiahi dengan bogeman oleh Papa. Bogeman yang cukup kuat sampai membuat ujung bibir Haoxiang sobek dan berdarah. Dengan mata memerah, Haoxiang berjalan pergi meninggalkan kita semua. Membawa motor sportnya dengan kecepatan tinggi sebelum membanting pintu rumah dengan sekuatnya.
Sedangkan Papa terdiam setelah melayangkan tonjokan ke wajah anaknya. Ini pertama kalinya dia melakukan kekerasan di rumahnya, apalagi kepada Haoxiang. Anak laki-laki yang selalu dia banggakan karena akan menjadi penerus perusahaannya. Papa kembali duduk, mengusap wajahnya dengan kasar karena merasa bersalah sudah melakukan hal tadi ke Haoxiang. Mama pun hanya bisa menghibur Papa dengan mengelus bahunya.
Berbeda dengan gue yang merasa kecewa dengan perlakuan Papa. Walaupun bukan gue yang merasakannya, gue sangat tidak bisa menerima Haoxiang yang dipukul sekeras itu. Padahal dia hanya ingin bertemu dengan Mama dan adiknya. Dengan langkah lemah, gue berjalan meninggalkan Mama dan Papa. Berjalan menuju halte bus ke sekolah dengan perasaan berkecamuk.
•••
Malamnya, Haoxiang belum juga pulang. Bahkan dia tidak datang ke sekolah saat gue mencarinya di kelasnya. Semua orang bilang Haoxiang absen tanpa kabar. Gue menjadi khawatir, sama seperti Mama yang terus panik karena Haoxiang belum juga pulang sampai sekarang. Bahkan teleponnya pun tidak diangkat.
Gue menatap jendela kamar, masih menunggu Haoxiang kembali dengan motor besarnya masuk ke gerbang rumah. Tapi sudah sejam lebih yang gue dapatkan hanyalah keheningan dan kekosongan. Bahkan tidak ada kendaraan yang lewat sejak tadi.
"Apa dia di rumahnya, ya?" Gumam gue ketika teringat dengan rumah Haoxiang yang pernah gue kunjungi beberapa hari yang lalu. Cukup yakin dengan asumsi gue, pasti Haoxiang melarikan diri ke rumahnya sendiri. Setelah itu gue sedikit lebih lega karena Haoxiang baik-baik saja kalau dia di rumahnya. Gue cuma takut dia datang ke tempat-tempat terlarang karena kekecewaannya.
Sejam setelahnya, gue menyerah menunggu Haoxiang. Sampai tanpa sadar gue jatuh tertidur di atas kasur sambil menghadap jendela kamar.
—14 things about yan haoxiang
KAMU SEDANG MEMBACA
𝟏𝟒 𝐭𝐡𝐢𝐧𝐠𝐬 𝐚𝐛𝐨𝐮𝐭 𝐲𝐚𝐧 𝐡𝐚𝐨𝐱𝐢𝐚𝐧𝐠
Fanfiction(finished) Setahun menjadi adik tiri Haoxiang tidak berpengaruh apapun dengan Yixia. Dia tetap seperti merasa menjadi anak tunggal karena Haoxiang tidak peduli dengannya. Laki-laki itu belum menerima keberadaannya dan Mamanya. Belum juga bisa berdam...