Gue gak nyangka kalau Papa adalah tipe orang yang mudah luluh. Wataknya saja yang keras layaknya batu, tapi nyatanya Papa hanyalah seperti es batu yang jika disiram air hangat akan meleleh juga. Papa itu hanya butuh diberi kesadaran dengan sudut pandang Haoxiang, syukurnya itu manjur dan membuat Papa sedikit lebih baik dari sebelumnya. Walaupun Papa masih belum berusaha untuk berbaikan dengan Haoxiang karena sifat gengsinya.
Sesuai dengan perkataan Papa, gue udah berencana akan mengajak Haoxiang ke acara ulang tahun adiknya, Ziyin. Tapi sayangnya sampe sekarang gue juga belum mengatakan ke Haoxiang padahal acaranya tinggal satu hari lagi. Gue sama Haoxiang tidak dapat kesempatan bertemu, entah kenapa akhir-akhir ini Haoxiang sulit ditemui. Gue juga gak berani nemuin dia ke rumahnya sendiri, karena pernah sekali gue dateng malah mendapati rumahnya ramai didatangi oleh teman-temannya. Gue langsung puter balik dan mengurungkan niat untuk datengin Haoxiang. Malu lah.
"Yixia, kok belum pulang?"
Gue berbalik saat tiba-tiba Junlin menghampiri gue yang masih berdiri di depan lobi sekolah. Junlin baru saja keluar dari gedung sekolah sambil memakai jaket hitamnya dan merangkul tas ranselnya.
"Eh ini mau pulang kok..." Balas gue gugup. Ya siapa yang gak gugup dekat sama gebetan?!
Junlin tersenyum, "Nungguin Haoxiang, ya?"
Gue mengangguk jujur.
"Haoxiang udah pulang, Yixia. Dia akhir-akhir ini suka pulang lebih awal." Kata Junlin.
Gue menunduk kecewa, lagi-lagi gue gak bisa temuin Haoxiang.
"Mau gue anterin ke rumahnya?" Sepertinya Junlin menyadari gue yang terlihat sedih karena gagal bertemu Haoxiang. Dia menunduk, menatap wajah gue yang menunduk sedari tadi.
Gue mengangkat wajah, "Boleh?"
Junlin terkekeh, "Boleh lah! Kalo gak boleh mah ngapain gue tawarin."
Gue tersenyum, lalu Junlin mengajak gue menaiki motornya setelah memberikan helm yang dia ambil dari motor sebelahnya.
"Ini helm siapa, Ge?" Tanya gue.
"Punya Zhenyuan, dah pake aja."
"Tapi— nanti Zhenyuan Ge pake apa?"
"Di loker dia ada helm lagi kok."
Gue masih ragu untuk memakainya. "Emangnya gak izin dulu ke dia?"
Junlin yang tadinya udah siap duduk di motornya pun membuang nafas kasar melihat gue yang masih ragu-ragu ini. Dengan pelan dia tarik lengan gue sampai berdiri di sampingnya, lalu merebut helm di tangan gue dan memakaikannya di kepalanya.
"Nanti gue izinin, Yixia. Ayo naik."
Dengan jantung berdebar-debar, gue menaiki motor sport Junlin. Perlakuan manisnya hampir aja bikin gue meleyot lemah.
•••
"Di samping pagar ada bel rumah, lo aja yang manggil. Gue tunggu di sini sampe Haoxiang keluar." Ucap Junlin saat kita sudah sampai di rumah Haoxiang.
"Gege mau langsung pulang abis itu?"
"Iya. Kenapa? Mau dianter pulang juga?"
Pertanyaan frontal Junlin bikin gue salting setengah mati. Soalnya Junlin juga natap gue dengan tatapan jahil.
"Yaudah buru sana panggil Haoxiang, gue tunggu di sini terus anter lo pulang." Ucapnya final yang sepertinya peka dengan keinginan gue. Lagian gue gak berani lah minta Haoxiang anterin pulang.
"Oke. Xiexie, Ge!"
Sesuai perkataan Junlin, gue menekan tombol bel rumah di samping pagar. Disana juga ada interkom, gue baru tau ini. Ternyata rumah Haoxiang juga totalitas keamanannya. Haoxiang bener-bener udah mateng banget rencananya buat beli rumah.
5 menit setelahnya, pintu rumah terbuka. Haoxiang keluar dari sana dengan pakaian rumahannya. Dia terlihat sedikit kaget melihat gue yang di depan. Tapi tidak membuatnya urung membuka pagar. Haoxiang tetap membukakan pagar rumahnya.
"Yixia? Ngapain kesini?" Tanyanya.
"Ada yang mau aku bilang, Ge."
Haoxiang berdiri diam di depan gue. Menunggu ucapan gue selanjutnya.
"Besok... Gege ada acara, gak?"
"Kenapa emangnya?" Haoxiang mengangkat alis.
"Hmm mau ngajak jalan-jalan..." Balas gue malu-malu. Ya siapa yang gak malu, udah 5 hari gak ketemu dan gak saling sapaan. Tiba-tiba dateng ngajak jalan-jalan.
"Tumben?"
"Gak papa sih, cuma kangen aja..."
Demi menutupi rencana yang sebenernya, gue harus berbohong dengan sesuatu yang super cringe abis. Malu banget sebenernya, tapi ya gue gak boleh bilang tujuan sebenernya untuk menjalankan rencana gue.
Haoxiang terlihat terkekeh kecil, "Oke. Besok jam berapa?"
"Jam sepuluh ya, Ge. Aku nanti ke sini lagi jemput Gege."
"Lah kok lo yang jemput?"
"Gak papa. Aku pulang dulu ya, Ge!"
"Ehh lo pulang sama siapa?" Haoxiang menghentikan tangan gue. Gue hanya membalas dia dengan menunjukkan punggung Junlin yang masih duduk di atas motornya sambil mainin ponsel. Melihat itu, Haoxiang mengangguk dan melepas tangan gue.
"Oke. Hati-hati, ya. Langsung pulang, jangan kemana-mana lagi."
"Siapp!"
Rencana awal, selesai.
—14 things about yan haoxiang
enak bgt ye jadi yixia☹️
KAMU SEDANG MEMBACA
𝟏𝟒 𝐭𝐡𝐢𝐧𝐠𝐬 𝐚𝐛𝐨𝐮𝐭 𝐲𝐚𝐧 𝐡𝐚𝐨𝐱𝐢𝐚𝐧𝐠
Fanfiction(finished) Setahun menjadi adik tiri Haoxiang tidak berpengaruh apapun dengan Yixia. Dia tetap seperti merasa menjadi anak tunggal karena Haoxiang tidak peduli dengannya. Laki-laki itu belum menerima keberadaannya dan Mamanya. Belum juga bisa berdam...